Kajian

4.6K 243 0
                                    

"Jagalah auratmu kecuali terhadap (penglihatan) istrimu atau budak yang kamu miliki."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Haliyah hanya tersenyum kikuk.

Takdir manusia sudah ditentukan sebelum kita lahir, hidup, mati, rezeki dan jodoh semua sudah di atur. Kila memandang langit di atas, dia terkekeh pelan dan mulai berandai-andai. "Kalau kamu sama Masku pasti enak deh."

Haliyah mengerutkan keningnya, tangannya langsung bergerak menyentuh kening gadis yang sedang menadahkan wajahnya ke langit. "Engga panas kok?"

Kila mendengus sebal. "Bener loh, Ah ... sayangnya Masku milih Kak Dinda."

Haliyah menggelengkan kepalanya, kalau bisa memilih pasti ia akan memilih laki-laki yang sama seperti Ridwan. Alim, baik, sopan, sayang ibu, taat agama, rajin sholat. Tapi nyatanya itu tak bisa, jodoh itu cerminan diri.

"Jangan dibahas lagi, Kil. Udah lalu, aku juga engga berhak buat bicarain Masmu itu. Dosa nanti aku, terus nanti malah engga move-on-move-on, kan berade."

Kila terdiam, memandang bangunan yang ada di depannya. "Iya juga, ya."

Haliyah menjatuhkan tubuhnya di tempat duduk yang kosong di samping Kila. Ia tersenyum saat ingatan tentang hari itu kembali teringat di kepalanya, laptop yang di berikan oleh Ridwan masih ada selalu dia pakai. Dia jaga sebaik mungkin, karena itu adalah hadiah pertama dari Ridwan. Ya, walaupun sebagai pengganti laptopnya rusak akibat tidak sengaja bertabrakan.

Gadis itu menoleh kala pundaknya di sentuh oleh Kila. "Gimana, Fika udah sampai mana?"

Haliyah menepuk jidatnya, tangannya mengambil ponsel yang tadi sempat dia simpan waktu akan berjalan menuju ke tempat ini.

Gadis itu menghela napas, puluhan pesan masuk dari Fika. Gadis itu mengamuk tidak jelas di chat, beberapa kali Fika menghubunginya tapi dia tidak mengangkatnya.

|Di mana!|

Haliyah menatap Kila gusar, gadis yang di tatap oleh Haliyah mengerutkan keningnya selagi terkekeh. "Kenapa?"

Haliyah meringis pelan. "Fika ngamuk."

Kila menggaruk kepalanya tidak gatal, salah mereka tidak memberi tahu jika mereka tidak jadi menunggu di cafe itu. Pasti gadis itu, mencari mereka berdua  di sana. "Bales aja, belakang masjid gitu."

Haliyah mengangguk paham.

|belakang masjid|

Dia menyimpan lagi  ponselnya dalam tas, pandangannya fokus pada kaki yang terbalut oleh kaus kaki yang dia pakai. Haliyah menoleh ke depan saat ada suara kaki tergesa-gesa menghampiri mereka berdua.

Fika mengerutkan bibirnya, kerudung yang dia kenakan sudah berantakan. Miring ke kanan dan gadis itu tidak berhenti mengomel sepanjang jalan.

"Kalian jahat sama gue, asem banget. Gue cari kalian di cafe itu eh ...  malah ketemu laki-laki yang dulu isi seminar. Gue malu, marah-marah di depan dia." Fika menghentakkan kakinya, tangannya mengusap wajahnya kasar.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang