Ridwan sakit?

4.9K 205 0
                                    

"Hal yang menyenangkan di dunia ini adalah melihat seseorang yang kita cintai tersenyum dengan bebas."

Haliyah memandang suaminya yang sedang tertidur pulas di atas ranjang. Sungguh jika ia tidak pulang sekarang, Haliyah tak tau bagaimana dengan suaminya yang terluka. Tidak ada siapa-siapa di sini, ia tak bisa membayangkan bertapa menyedihkannya Ridwan.

Bibir wanita itu tersenyum, tangannya mengusap pelan wajah tegas suaminya. Ia membayangkan jika kelak rupa anaknya akan seperti ini, sungguh menakjubkan.

"Dek, liat Babamu." Haliyah melihat ke bawah, tangannya mengusap pelan perutnya.

Haliyah bahkan tidak menyangka jika ia sedang mengandung buah hati bersama suaminya. Haliyah mengambil tangan kiri milik Ridwan, meletakkannya di atas perutnya. Ia pun tersenyum sembari berkata. "Haloo, Baba."

Haliyah merubah posisinya, tertidur di dekat suaminya sembari memeluk tangan Ridwan. Ia menyondongkan tubuhnya, mengecup pipi Ridwan sekilas.

_

Haliyah terbangun saat mendengar suara rintihan yang keluar dari mulut suaminya. Ia menatap suaminya dengan panik, apalagi kala melihat wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.

Haliyah mengecek kening suaminya, sangat panas. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju lemari. Membawa selimut cadangan untuk Ridwan, menyelimutinya dengan beberapa selimut. Haliyah berharap itu bisa mengobati rasa dingin yang di rasakan oleh suaminya.

Haliyah kembali mencari handuk kecil dan juga air di dalam wadah. Ia membasuhi kain dengan air, memerasnya hingga air itu tidak menetes lalu menempelkannya di kening suaminya.

Ridwan terbangun saat merasakan keningnya dingin. Haliyah hanya tersenyum saat suaminya menatapnya. "Tidur lagi, ya, Mas."

Ridwan menggelengkan kepalanya, tangannya mengelus rambut Haliyah yang tergerai. "Makasih, Dek."

Haliyah mengangguk. "Mas jangan ke mana-mana, Liyah buat bubur dulu."

"Jangan, Dek. Mas engga apa-apa beneran."

Haliyah menggelengkan kepalanya. "Liyah engga mau liat wajah Mas pucat, Liyah engga mau Mas. Jadi jangan larang Liyah buat buat bubur, ya, Mas."

"Iya." Ridwan hanya menurut.

Haliyah menuruni tangga dengan hati-hati, sekarang ia tak boleh gegabah. Ia harus selalu ingat jika di dalam tubuhnya ada bayi yang sedang tumbuh. Ia menghidupkan lampu, mengambil beras lalu mencucinya.

Beberapa menit kemudian buburnya sudah siap, tidak lupa Haliyah mengambil air dan juga obat kembali mematikan lampu.

Ridwan tidak berniat untuk merubah posisinya, hanya menutup matanya di tempat tidur. Haliyah berdiri di dekat pintu, mengusap dulu perutnya sembari bergumam.

"Anak Umma, sehat-sehatnya. Jangan buat Umma khawatir kayak Baba kamu, oke, sayang." Haliyah tersenyum, ia melanjutkan langkahnya. Duduk di pinggir ranjang, Haliyah menatap wajah suaminya begitu pucat.

Dengan lembut ia memegang tangan suaminya. "Mas."

"Mas."

Ridwan membuka matanya, terlihat istrinya sedang duduk di sampingnya. Ia langsung menegakkan tubuhnya, memeluk dan menyeludupkan wajahnya di perut sang istri.

"Mas, makan dulu." Haliyah mencoba membujuk suaminya, laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Engga, Dek, lidah Mas pahit."

Haliyah menghela napas, suaminya sudah mode manja. Tidak bisa di bantah, tapi ini semua untuk kesehatannya. Haliyah tak mau Ridwan sakit apalagi dengan kondisinya saat ini. "Mas."

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang