.

3.7K 158 12
                                    


Ridwan mendorong kursi roda, suaminya begitu perhatian kepadanya. Haliyah tidak di perbolehkan jalan terlebih dahulu oleh Ridwan.

Haliyah menghela napas, beberapa kali menyuruh Ridwan untuk berhenti karena sekarang bobot tubuhnya masih kehitung besar.

"Mas jalan aja." Haliyah menoleh kearah Ridwan yang berada di belakangnya.

Ridwan menggelengkan kepalanya. Ia kembali menghela napas, setelah sampai Haliyah di bantu Ridwan berdiri.

Haliyah memandang bayi perempuannya yang tertutup kaca, air mata Haliyah keluar perlahan-lahan. Bayi perempuannya begitu kecil berbeda dengan kembarannya yang begitu sehat.

Ridwan mengusap punggung Haliyah yang bergetar. Laki-laki itu juga merasa sedih melihat kondisi putrinya yang masih lemah. Entah berapa lama dia berada di dalam ingkubator, yang terpenting bayinya sehat terlebih dahulu.

Haliyah menghapus air matanya yang mengalir, ia tidak boleh menangis sekarang. Ia sudah menjadi ibu, ia harus kuat. Ini baru permulaan menjadi seorang ibu belum ada apa-apanya.

Haliyah kembali melihat kembali, mengusap kaca tersebut sembari tersenyum. "Kita nunggu kamu, Nak."

Ridwan merangkul pundak istrinya.

"Kita doain dia cepat sehat."

Haliyah mengangguk. "Aamiin."

"Nanti kita bisa peluk dia." Ridwan mengecup kening istrinya, memberinya kekuatan supaya Haliyah tabah dan bisa menerima keadaan.

"Mas namanya nanti aja, ya, kalau putri kita udah keluar."

Ridwan mengangguk, memeluk tubuh Haliyah dengan erat.

_

Haliyah di perbolehkan pulang setelah dua hari di rawat di rumah sakit. Ia menatap bayi laki-laki yang tertidur lelap di pangkuannya, bayi itu sangat lucu dan sangat kecil.

Haliyah tidak menyangka dirinya sudah menjadi seorang ibu muda. Haliyah masih merasa sedih karena bayi keduanya masih berada di rumah sakit, ia tidak di perbolehkan pulang bersama kembarannya.

Menunggu berat badannya bertambah dan dinyatakan sehat. Haliyah sangat menunggu momen itu terjadi. "Kita nunggu adik kamunya, Nak."

Jari telunjuk Haliyah mencolek pipi kecilnya. "Mirip banget sama Baba, Umma engga kebagian apa-apa."

"Nanti kita buat lagi yang mirip kamu, Dek," bisik Ridwan di telinga Haliyah. Istrinya langsung mencubit lengan Ridwan. "Baru juga lahir, Mas. Engga lupakan sama yang Mas ucapin kemarin."

"Engga kok, Dek. Mas terserah kamu mau nambah lagi apa engga."

Hana mendengus kesal. "Jangan bahas itu baru juga lahiran."

Ridwan mengecup bibir Haliyah.

"Assalamualaikum, jagoan Baba." Ridwan mengusap tangan putranya yang sedang tertidur.

"Walaikumsalam, Baba." Mereka tertawa.

"Mas Bunda kemana?" tanya Haliyah.

"Lagi buat sayur katuk buat kamu, Dek. Katanya buat asi supaya lancar."

Haliyah mengangguk. Putranya menangis, Haliyah langsung membuka bajunya. Menyusui putra di depan Ridwan, laki-laki itu membuang pandangannya lalu beberapa detik kemudian berbalik lagi.

"Kenapa Mas?" tanya Haliyah.

Ridwan menggelengkan kepalanya.

"Mau?" Haliyah menawarkannya dengan polos. Ridwan langsung berbinar, tangan Haliyah mendarat di mata suaminya.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang