"Ada harapan yang selalu ingin terwujud, namun sekuat apapun meraihnya tidak akan mampu menembus benteng takdir."
A.22/10/21___ANBELIN___
Pemandangan kota yang remang-remang terlihat dari jendela kamar lantai dua, membuat segala rasa yang berkecamuk menaungi gadis ber-drees maroon itu. Malam yang harusnya menjadi kebahagiaan, karena bertambahnya usia, tidak dirasa oleh dia. Rasanya setiap kali menginjak dewasa, rasa ketakutan-ketakutan yang sering kali membuat hatinya bergerak tak tenang, terus menyeruak dalam pikirannya.
Ania ragu, harapan yang sering kali ia inginkan dari sosok seorang ayah dihari ulang tahunnya, semakin sirna. Dari tahun ke tahun hingga sampai sekarang yang akan menginjak angka ke-17, belum ada satu hadiah pun yang Ania terima dari sosok seorang ayah.
Konon katanya, kesabaran akan membuahkan hal manis ketika ia datang dengan hati yang tulus, maka semua yang ia harapkan tidak akan pernah salah sasaran.
Jikalau pernyataan itu benar, dimana letak harapan yang ingin Ania gapai terkecuali pada orang yang diharapkannya?
Para rembulan dengan ribuan bintang yang bersinar malam ini, seolah menyalurkan kehangatan ditengah-tengah dinginnya kasih sayang dalam keluarga yang Ania singgah.
Ania menatap ke atas. Melihat banyaknya kelap kelip di atas awan gelap sana, membuat Ania berfikir, 'Jika sebagian anak perempuan berkata, sosok keberadaan ayah layaknya pahlawan, itu tidak berlaku baginya. Karena baginya sendiri, sosok ayah sebenarnya adalah luka. Luka yang paling dalam dia dapatkan'
Mungkin beberapa orang menganggap sepele akan hal itu. Tetapi bagi Ania, itulah hal besar yang menjadi harapan satu-satunya yang belum dan mungkin tidak bisa ia dapatkan.
Ania terdiam beberapa saat, hembusan nafas berat keluar dari lubang hidung minimalisnya. Entahlah, ia khawatir diusianya yang akan bertambah, Tuhan akan menghadiahkan sesuatu yang sangat luar biasa padanya.
"Ania, lo___"
Ucapan seseorang yang datang dari arah pintu membuat Ania menoleh seketika. Terlihat seorang cewek yang tengah berdiri diambang pintu menatapnya dengan perasaan tidak enak.
"Gue ganggu?" tanyanya hati-hati.
Ania menggeleng sambil tersenyum simpul. Dia berjalan ke arah meja rias, mendudukkan pantatnya di sana dengan pandangan yang memantulkan wajah manisnya.
"Gue nggak bisa ngerias wajah," Ania menatap Bella, pemilik nama cewek itu yang masih berdiri diambang pintu. "Lo mau 'kan bantu gue?" tanyanya dengan senyum manis yang merekah lebar, yang pasti tidak bisa membuat siapa saja menolaknya, termasuk Bella.
Bella berjalan sumringah ke arah Ania. "Udah jadi hobi nomer satu gue itu mah." jawabnya yang langsung mengambil beberapa peralatan make-up dan mengaplikasikannya pada wajah Ania dengan begitu telaten.
Jarum jam terus berdetak tanpa henti, hingga jarum pendek yang dulu berada diangka 7 berpindah ke angka 9 tanpa disadari.
Ania bergerak tak nyaman. Pasalnya selama dua jam itu, dia hanya duduk berdiam tanpa boleh bergerak sedikitpun oleh Bella, bahkan kursi yang tadinya menghadap ke arah cermin, Bella putar hingga membelakangi cermin. Katanya, berkaca sebelum finishing akan merubah hasil sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANBELIN
Teen Fiction[Follow akun penulis dulu sebelum baca] Ania Octavian, gadis yang kerap disapa Ania itu identik dengan senyum yang manis. Tetapi siapa sangka, senyum itu ia tunjukkan hanya untuk tipuan belaka. Kehidupan Ania sangat berbanding terbalik dengan senyum...