54.

691 73 29
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
____________

Tepat pukul 00:00, hujan lebat mengguyur jalanan kota Jakarta dengan suara petir yang menggemuruh keras. Langit terlihat begitu gelap, bahkan bulan juga bintang yang biasanya menemani setiap malam, bersembunyi, seolah ikut andil dalam masalah Ania saat ini.

Dengan air mata yang deras keluar bercampur dengan derasnya air hujan, Ania berjalan tertatih-tatih memeluk tubuh kuyupnya seorang diri.

Kejadian itu, membuatnya kehilangan semua orang, bahkan rasa percaya mereka pada dirinya. Ania terjebak, dia tidak tau akan hal ini, bahkan tidak menyangka dengan apa yang menimpanya.

Tetapi serpihan kaca tidak bisa kembali terbentuk semula. Layaknya kepercayaan yang hilang, tidak bisa kembali utuh seperti sedia kala.

Tangan Ania berpegangan pada tiang jembatan yang akan ia lewati. Dadanya semakin terasa sesak, saat perkataan-perkataan menyakitkan itu terulang kembali secara jelas diotaknya. Tidak ada yang ingin menerima nasib buruk seperti Ania, termasuk juga dirinya.

Tubuh Ania merosot di trotoar jalanan, dia tidak mampu menempuh jalan lebih lama lagi. Bahkan saat ini ia terlihat seperti orang gila.

Ania menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangan, sambil menjambak rambutnya prustasi.

"Nggak guna, nggak guna!"

"Mati aja sialan!" lirih Ania dengan suara yang begitu menyakitkan.

"Kehadiran lo cuma buat masalah!"

"Dan sekarang, lo nggak punya siapa-siapa. Lo harus mati Ania!"

"Lo harus mati!"

Tangan Ania semakin mencengkram rambutnya, menarik-nariknya dengan begitu kuat.

"LO HARUS MATI SIALAN!"

Isakan tangis Ania semakin keras, dia mendongok ke atas membiarkan air hujan menjatuhi wajahnya. Bahkan, dia tidak menghindar saat gemuruh petir menyambar di atas langit dengan sangat keras.

Ania melampiaskan semua rasa sesak yang menjalar diulu hatinya dengan air mata. Saat setelah itu, Dia berdiri dengan pandangan kosong menatap ke belakang, dimana air sungai yang sangat deras mengalir, seketika membuat keinginan untuk mengakhiri hidupnya semakin kuat.

Ania memejamkan matanya erat. Mau bertahan hidup seberapa lama lagi pun, kehadirannya memang tidak diinginkan oleh mereka. Keputusan mengakhiri hidupnya adalah keputusan yang benar. Dia membuka matanya dengan cepat, menatap sekelilingnya yang tidak ada orang sekalipun.

Dengan tubuh yang bergetar hebat, dia memanjat melewati pembatas jembatan dengan sangat mudah.

Gemuruh sesak yang menusuk dadanya membuat ulu hati Ania terasa sakit kembali. Mungkin kematian dirinya juga tidak akan membuat mereka perduli lagi.

Ania mengedarkan kembali pandangannya, rasanya sangat berat dengan pilihannya sekarang. Namun sekuat tenaga, dia meyakini diri dengan keputusannya sendiri.

Pandangan Ania beralih lurus ke depan, angin malam menerpa wajahnya dengan begitu lembut hingga membuat matanya terpejam secara tidak sadar.

Dengan mata yang terpejam, Ania mulai menjatuhkan tubuhnya ke depan, berharap dunianya akan berakhir di sini dan saat ini juga.

byurrrrrrr

"ANIAAAAA!!"

Pekikan suara seseorang yang sendari tadi mengawasinya tak jauh dari tempat Ania, menggema di tengah kesunyian malam.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang