13.

791 89 220
                                    

________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
________

Ania mengejapkan matanya menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke netra mata. Dia menatap kesamping, merasa tangannya yang sangat berat akan sesuatu.

Ania menyunggingkan senyumnya tipis. Hatinya merasa damai saat melihat wajah Alfin yang tertidur pulas disampingnya. Ania mendongok melihat jam yang berada di dinding depan, ternyata sudah pukul 01:00 pagi.

Pandangan Ania beralih kearah tangan kirinya, sudah tidak ada selang disana. Apa dia ketiduran saat pengambilan darah yang ke tiga? Atau malah terjadi sesuatu dengan dirinya? Ania tidak ingat soal itu.

Tangan kanannya bergerak perlahan, berusaha terlepas dari genggaman tangan kekar Alfin. Tetapi pergerakan tangan Ania membuat tidur pulas Alfin terusik. Cowok itu menegakkan kepala mengejapkan matanya berkali-kali.

Ania hanya diam. Ingin rasanya ia tertawa melihat wajah Alfin yang sangat lucu ketika bangun tidur.

"Udah bangun, hmm?" tanya Alfin setengah sadar.

Ania mengangguk. "Maaf, kayanya aku tadi ketiduran pas pengambilan darah."

"Kamu nggak ketiduran An." ungkap Alfin, dia menaruh dagunya diatas lipatan tangan.

"Terus?"

"Kamu pingsan, makanya gak inget terakhir sebelum kamu tertidur."

"Aku pingsan?" Tanya Ania shock.

Alfin mengangguk. "Makanya kalau dokter ngomong jangan ngeyel."

Ania merubah posisinya menjadi duduk. Begitu juga dengan Alfin, dia menegakkan kembali kepalanya.

"Papah gimana, Al? Pasti dia masih kekurangan darah'kan?" ucap Ania, dia hendak turun dari brankar tetapi tangan kekar sudah menahannya terlebih dahulu.

"Gak usah khawatir. Papah kamu baik-baik aja, tadi Abi yang mendonorkan darahnya satu kantong." jelas Alfin, kali ini dengan nyawa yang sudah terkumpul sepenuhnya.

"Darah dia udah rendah?"

"Darahnya mendadak rendah. Karena disamping tempat pendonoran darah dikasih uang merah puluhan." ungkap Alfin yang mampu membuat Ania bernafas lega, cewek itu terkekeh kecil.

"Udah nggak lemes?" Tanya Alfin.

"Masih sedikit," jawabnya sambil memegangi kepalanya kilas.

"Kalau masih lemes, dokter Bima akan beri kamu cairan infus lagi."

"Cairan infus lagi? Maksud kamu tadi aku di infus?" tanya Ania lugu.

Alfin mengangguk sambil menyentil jidat Ania pelan. "Makanya jangan ngeyel, pacar!"

"Awww, keras banget nyentilnya." rengek Ania sambil mengelus-elus jidatnya.

"Aww maaf-maaf, sengaja." ucap Alfin, dia menarik tangan Ania mengusapnya dengan lembut.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang