___HAPPY READING___
.
.
.
____________Malam yang begitu panjang telah berlalu tergantikan dengan pagi tidak terlalu cerah, matahari sembunyi di balik awan hitam yang mungkin sebentar lagi ribuan air hujan akan turun membasahi kota Jakarta.
Di dalam ruangan yang saat ini ditempati oleh dua pasangan yang hanya berbatasan dengan tirai panjang, tidak membuat suasana gaduh layaknya mereka yang tengah berkumpul bersama di dalam satu ruangan.
Abi membuka matanya yang sendari tadi tak kunjung terlelap, pikirannya terus tertuju pada kondisi Ania yang Abi pikir, jika nanti ditinggal tidur akan terjadi apa-apa dengannya. Padahal jika Abi tertidur pun, tidak akan mengganggu kondisi Ania, karena cewek itu sendiri diberi cairan penenang setelah emosinya yang sempat memuncak.
Abi menatap luar kaca jendela saat setetes air hujan jatuh dari langit membasahi jalanan kota Jakarta pagi ini. Udara sejuk dari arah jendela membuat langkah Abi mendekatinya. Abi berjalan menghampiri jendela besar itu sambil melihat derasnya air hujan yang mengguyur.
Tanpa sadar, seseorang menghampiri berjalan di sebelahnya, ikut bergabung dengan Abi menatap ribuan air yang jatuh dari atas awan sana.
"Bener kata lo, rasa egois gue berhasil buat gue jadi bodoh." ujar Bella pada Abi dengan pandangan yang sama.
Sontak ucapan Bella barusan membuat Abi menoleh ke arahnya dengan cepat.
"Gue egois Bi, gue nggak bisa ngelupain satu kesalahan Ania diantara banyaknya ribuan kebaikan yang dia lakukan buat gue." Bella menatap Abi kilas. "Gue masih nggak percaya sama perilaku dia yang sebenarnya."
"Kenapa lo segitunya nggak percaya sama dia? Apa sahabatan enam tahun nggak cukup buat lo bisa percaya sama Ania?" tanya Abi yang tidak habis pikir dengan keegoisan Bella.
Bella menggeleng. "Dia terlalu munafik buat gue bisa kembali percaya sama dia."
"Bell!"
"Bi, lo nggak bisa ngatur gue buat kembali percaya sama Ania." pungkas Bella dengan cepat. "Kemarin gue udah sepenuhnya ngasih kepercayaan itu sama dia, yang tiba-tiba aja dia rusak kepercayaan yang gue kasih dengan perilaku dia sendiri."
"Bell, apa lo nggak pernah mikir kalau Ania adalah korban Gio?!"
Bella kembali menatap Abi dengan raut tidak mengerti. "Gio benci Ania bertahun-tahun tanpa alasan. Dan seseorang yang hubungin kita adalah nomer yang sama. Pertanyaan gue cuma satu, dari mana dia tau semua nomer telpon kita kalau kita aja nggak kenal sama dia?"
"Nggak mungkin Bell, kalau itu hanya kebetulan. Karena orang yang dia kabari semua orang-orang yang dekat sama Ania."
"Coba lo pikirin baik-baik ucapan gue. Semua itu nggak masuk akal kalau alasannya hanya kebetulan."
Bella bungkam, ucapan yang terlontar dari mulut Abi memang tidak salah. Tetapi karena kepercayaannya yang sudah terlanjur hilang, membuat Bella menutup pikiran-pikiran tentang semua ucapan Abi.
"Coba lo pikirin baik-baik. Kalau memang Ania beneran dijebak, kenapa pas kita pergoki dia, posisi dia nggak selayaknya orang yang sedang dijebak?" sergah Bella memutar balikkan pertanyaan.
Abi terkekeh kilas mendengar itu. "Orang licik selalu punya akal, Bell. Kalau lo lebih percaya sama Gio yang membayar Ania dari pada Ania yang dijebak sama Gio, selamat.... Lo berhasil masuk ke dalam rencana Gio."
"Bi, kenapa yang lo omongin selalu membela Ania? Di sini Ania benar-benar salah. Kita pergoki dia dan itu nyata kalau dia yang melayani Gio!"
"Gue nggak percaya karena gue masih punya akal sehat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANBELIN
Teen Fiction[Follow akun penulis dulu sebelum baca] Ania Octavian, gadis yang kerap disapa Ania itu identik dengan senyum yang manis. Tetapi siapa sangka, senyum itu ia tunjukkan hanya untuk tipuan belaka. Kehidupan Ania sangat berbanding terbalik dengan senyum...