52.

444 36 17
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
______________

"Tolong pertahankan dia sampai lahir dan kasih dia sama gue."

Perlahan tangan yang menutupi wajah Salsa menurun dengan lemas. Dia menatap Ania dengan tatapan yang entah mengisyaratkan apa.

Salsa menggeleng. "Gue nggak akan kasih dia sama siapa-siapa, terkecuali sama Tuhan dia sendiri." kekehnya.

Ania menggeleng tidak percaya dengan ucapan cewek itu. "Lo mau ngembaliin malaikat yang Tuhan titipkan sama lo?"

"Sejahat itu lo Salsa?!"

Salsa kembali meneteskan air matanya, ucapan Ania mampu menusuk hatinya sampai merembes ke jantung, paru-paru, tenggorokan hingga ke sel-sel tubuh lainnya.

"Gue tau Ania, gue tau. Tapi kalau saja dia mau tanggung jawab, gue nggak akan melakukan hal seperti ini."

"Lo nggak perlu bertindak sejahat itu Sa." ujar Ania menatap Salsa dengan tatapan penuh isyarat. "Kalau lo mau bahagia, hanya satu yang harus lo kuatkan saat ini." Ania menjeda ucapannya sekejap. "Rasa sabar. Kalau lo sabar nunggu gue buat berhasil bicara sama Loka, gue akan pastikan dia sendiri yang akan menghampiri lo, bukan malah sebaliknya."

Ania memegang kedua pundak Salsa dengan erat. Dia tau keputusan Salsa sudah terlanjur sulit untuk dicegah jika dia sendiri sudah mampu menerobos akal sehatnya. "Tolong tunggu gue buat bujuk dia. Gue akan nyerah kalau dia tetap nggak mau tanggung jawab, dan ngebarin lo buat gugurin bayi itu."

Mata redup Salsa perlahan menatap ke arah lurus. "Lo yakin bisa buat dia mengakui bayi ini?"

Ania mengangguk dengan cepat. "Gue yakin, Loka nggak sejahat yang lo pikirkan."

Samar-samar Salsa tersenyum dengan kepala yang mengangguk pelan. "Akan gue coba pertahanin dia lebih lama lagi."

Ania ikut mengembangkan senyumnya mendengar Salsa yang sedikit merubah pikirannya. Berhasil atau tidaknya dia membujuk Loka nanti, seenggaknya Ania bisa mempertahankan bayi itu, walau mungkin tidak akan lama. "Tenang aja, gue pasti tepatin ucapan gue buat bujuk Loka."

"Ayo, biar gue antar lo pulang." lanjutnya berniat meraih tangan Salsa mengajaknya pulang.

"Nggak usah, gue pulang sendiri. Gue nggak mau nyusahin lo lagi." tolak Salsa dengan cepat.

"Nggak sama sekali." bantah Ania yang sedikit memaksa.

"Gue nggak akan berbuat nekat lagi Ania. Gue cuma butuh waktu sendiri."

Hembusan nafas kasar keluar dari hidung Ania yang membuat cewek itu mengangguk pasrah. "Kalau gitu, gue duluan." pamitnya yang langsung pergi keluar dari rumah sakit tanpa berucap apapun lagi.

Tangan Salsa mengelus perutnya yang masih terlihat sangat rata dengan tatapan yang terus mengikuti arah Ania yang perlahan menghilang.

___ANBELIN___

Setelah pulang dari rumah sakit, Ania berjalan lesu menghampiri rumahnya yang hanya beberapa langkah lagi. Hari ini, hari yang cukup melelahkan, bahkan bisa dibilang sangat melelahkan.

Bayangkan saja, dia yang berlarian dari lampu merah ke rumah sakit yang memang jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi cukup melelahkan bagi Ania, apalagi setelah berdebat dengan Salsa.

Huftttt, rasanya benar-benar menguras energi.

Saat akan sampai di depan pintu, senyum di wajah Ania mengembang dengan sendirinya. Dia berjalan mendekati seseorang yang berdiri diambang pintu depan rumahnya.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang