71.

598 70 6
                                    

___HAPPY READING ___
.
.
.
_____________

"Sejak kapan?" ucapan yang terlontar dari mulut Alfin membuat Loka menelan ludahnya susah payah.

Saat ini, kedua mantan sahabat yang pura-pura saling tidak mengenal satu sama lain, tengah duduk bersebelahan dengan perasaan dan situasi yang sangat jauh berbeda.

Loka berdeham. Dia menetapkan pandangannya lurus, menatap rumput yang terus bergoyang karena tiupan angin kencang yang terus-terusan mengguncangnya.

"Apa perlu gue kasih tahu ke lo?" tanya Loka balik. Keduannya berbicara dengan nada dingin, seolah tengah berada di dalam kumparan kondisi yang tidak damai.

"Hmmm. Gue perlu tahu."

"Buat apa?" Sekarang, Loka memberanikan diri untuk menatap Alfin dengan tatapan tajamnya. "Buat apa lo perlu tahu. Bukannya dia bukan urusan lo lagi?"

"Apa gue nggak berhak tahu?" Alfin membalas tatapan Loka lebih dari tatapan yang Loka lontarkan. "Lo udah lancang menaruh perasaan sama cewek yang udah terikat statusnya."

Loka tertawa remeh. "Terikat? Apa gue nggak salah dengar? Bukannya lo yang udah ngelepas dia buat orang lain?"

"Jangan bodoh Al, lo sendiri yang udah nyia-nyiain perasan tulus dia. Lo nggak ada hak ngelarang orang suka sama Ania, karena perasaan mereka, hak mereka, bukan hak lo." ujar Loka dengan nada yang sedikit meninggi.

"Gue nggak pernah larang orang buat jangan suka sama Ania."

"Terus sekarang apa? Lo nyuruh gue temuin lo di belakang sekolah, dan tanya sejak kapan gue suka sama Ania. Apa itu bukan larangan?"

"Nggak usah munafik kalau sebenarnya lo masih suka sama dia, Al!"

Tangan Alfin mengepal. Nafasnya mulai naik turun seiring dengan ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut Loka.

"Gue nggak masalah kalau lo suka sama Ania. Tapi perasaan lo yang salah, udah lancang maksa buat tetap suka sama Ania!" Alfin terlanjur tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia sedikit terkekeh melihat Loka yang terdiam, tidak menjawab ucapannya seperti tadi.

"Apa lo nggak sadar, kalau perasaan lo selama ini udah buat Ania menderita?"

"Ania mendapatkan masalah ini semua itu gara-gara lo, Loka!"

"Lo yang udah menyebabkan Salsa menahan sakit hati dan melampiaskannya pada orang yang salah!"

"Andai lo nggak suka dan nggak naruh perasaan sama Ania. Pasti masalah ini nggak akan pernah terjadi dihidup Ania!"

"Lo nggak bisa ngelak, kalau semua ini, salah lo!"

Loka terbungkam. Ia benar-benar terdiam seribu bahasa dengan apa yang Alfin lontarkan saat ini. Loka tersadar, perasannya memang salah. Tapi apa ia juga harus disebut sebagai dalang dibalik masalah yang Ania alami? Loka tidak menginginkannya bahkan tentang perasaannya yang terbongkar, juga bukan keinginan Loka. Dia hanya ingin mencintai Ania, bahkan tanpa ada yang mengetahuinya satu orang pun. Tetapi keinginan hanya keinginan semata, semuanya terbongkar hanya dalam hitungan beberapa detik.

"Lo nuduh gue?" tanya Loka tidak percaya yang mendapat anggukan kepala dari Alfin.

"Lo nuduh perasaan gue?" tanyanya lagi, yang lagi dan lagi mendapat anggukan kepala dari Alfin.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang