___HAPPY READING ___
.
.
.
_____________Sesuai janjinya kemarin. Hari ini, dihari Sabtu yang cerah. Ania menemui Hilda di rumah Adhit dengan dia yang tidak membawa apa-apa. Ania tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat sudah bertemu dengan Hilda. Dia ragu, tetapi dia tetap berjalan melangkah maju semakin mendekati pintu masuk rumah mereka.
Saat berada tepat di depan pintu. Ania terdiam lama. Tangannya terasa sangat berat untuk mengetuk pintu lebar rumah itu. Dia meremas kuat-kuat baju yang dikenakannya saat ini. Rasanya gugup, benar-benar sangat gugup. Lantas dia menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, guna meredakan sedikit rasa gugup itu.
Setelah cukup tenang, tangan Ania mulai terangkat mengetuk pintu itu dengan pelan.
Tok tok tok
Ketukan pertama tidak ada yang menjawab. Namun saat Ania akan kembali mengetuk untuk yang kedua kalinya, pintu itu sudah terbuka menampakkan sosok Adhit dengan ekspresi wajah yang cukup berbeda.
Ania menatapnya kilas. Dia hendak berucap, tetapi seketika ter-urungkan saat Adhit membuka suaranya terlebih dahulu.
"Hilda ada di ruang makan." ujarnya seakan mengerti dengan pikiran yang akan Ania ucapkan tadi.
Dengan kepala yang menunduk berat, Ania berjalan melewati Adhit menuju ruang makan, di mana ruangan itu terletak di sebelah kanan rumah mereka.
Ania bisa melihat Hilda dari kejauhan yang tengah menyiapkan berbagai hidangan makanan berat, sebagai penyambutan kedatangan Ania. Hilda terlihat begitu antusias dengan tamu yang ia anggap sangat spesial dari tamu-tamu lain yang datang ke rumahnya. Senyum yang tercetak diwajah Hilda terus mengembang sempurna saat melihat jejeran menu yang ia masak sendiri khusus untuk Ania dengan sangat puas, yang malah membuat rasa bersalah Ania semakin membesar.
Ania tersenyum tipis melihat senyum itu. Dia dengan langkah pelan, menghampiri Hilda sambil tetap tersenyum lebar, senyum yang terlihat real tetapi terkesan fake.
Suara derap langkah yang terdengar kian mendekat membuat perhatian seseorang di depannya teralihkan. Lantas dia menatap ke depan, dilihatnya Ania yang tengah berjalan ke arahnya membuat Hilda kembali tersenyum antusias.
"Kamu udah sampai?" tanyanya begitu senang.
Ania mengangguk.
Hilda berjalan ke arah dimana Ania berdiri, menarik kursi ke belakangnya dan mempersilahkan Ania untuk duduk.
Ania merasa tidak enak. Sontak dia menatap Hilda. "Kak Hilda jangan seperti ini, Ania merasa nggak enak."
"Nggak papa. Udah lama kak Hilda nggak sedekat ini sama kamu." ujar Hilda yang menatap Ania dengan begitu teduh.
Melihat ketidak enakan yang tersemat jelas diwajah Ania membuat Hilda kalang kabut. Dia dengan spontan kembali berjalan ke tempat semula, menarik kursi di seberang meja Ania dan duduk di sana.
"Kamu belum makan'kan?"
Ania menggeleng. Melihat jejeran makanan di depannya membuatnya tidak bersemangat. Karena semenjak datangnya masalah itu, Ania kehilangan nafsu makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANBELIN
Teen Fiction[Follow akun penulis dulu sebelum baca] Ania Octavian, gadis yang kerap disapa Ania itu identik dengan senyum yang manis. Tetapi siapa sangka, senyum itu ia tunjukkan hanya untuk tipuan belaka. Kehidupan Ania sangat berbanding terbalik dengan senyum...