59.

514 59 6
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
___________

Suasana pagi yang cerah merenggut senyum hangat diwajah seorang gadis yang tengah terbaring di atas brankar. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan kecuali terbaring dengan selang infus ditangannya.

Bahkan hanya sekedar menggeser posisi untuk mencari kenyamanan aja tidak bisa. Dunianya benar-benar tidak berguna.

Pintu ruangan terbuka dengan lebar menampakkan suster yang masuk membawa dua piring kompartemen stainless untuk dua pasien disatu ruangan.

"Gimana kondisinya? Udah mulai membaik?" tanya suster itu ramah pada Ania.

Ania hanya mengangguk tanpa berucap apa-apa.

Suster tersenyum melihat respon Ania, setelah menaruh piring kompartemen stainless untuk sarapan pagi, suster berjalan ke brankar sebelah.

Tanpa diduga suster itu menarik tirai pembatas yang seketika menampakkan dua sijoli yang tengah tertidur pulas.

Ania menoleh ke samping saat ingin bertanya pada suster, tetapi seketika niatnya terungkan begitu melihat pemandangan yang benar-benar membuat hatinya terasa sangat sesak.

Di brankar samping sana, terlihat Alfin dan Bella yang sama-sama tertidur dengan keduanya yang saling memeluk disatu brankar yang sama.

Ania memalingkan wajahnya dengan cepat, hatinya terasa begitu sesak melihat itu. Melihatnya yang sedekat itu dengan Bella membuat perasaan Ania benar-benar berkecamuk.

Ania memang egois. Pikirannya hanya ingin Alfin menjadi miliknya, satu-satunya, tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Tetapi Ania tidak bisa seperti pikirannya, pikirannya hanyalah pelampiasan rasa ketidakbisaannya.

Suster yang tidak sengaja melihat pemandangan itu, tersenyum dengan kepala yang menggeleng. Tanpa niat membangunkannya, dia langsung menaruh piring kompartemen stainless di atas nakas dan berjalan pergi dari sana.

"Infus kamu hampir habis, nanti saya akan kembali menggantinya sekalian memanggil pembersih untuk mengganti tirai kotor dengan yang baru." ujar suster itu dengan sangat ramah.

Ania kembali tersenyum tipis sebagai jawabannya.

Merasa semua sudah selesai, suster keluar dari ruangan tidak lupa menutup pintunya kembali.

"Gue yakin pasti Ania terharu sama makanan yang gue beliin kali ini."

"Halah, itu juga gue yang milihin kali."

"Cuma milihin aja bangga, beliin dong, kayak gue."

"Bacot lo."

Suara ribut yang terdengar dari arah luar sana seketika membuat Ania buru-buru memejamkan matanya kembali layaknya pasien yang masih berada di dalam pengaruh obat penenang.

Abi, Loka yang baru saja pergi dari kantin membeli sedikit cemilan untuk Ania, seketika sama-sama tergelonjak saat pandangan pertamanya tidak sengaja mengarah ke brankar Alfin.

Loka menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Gila, segila itu temen lo." tuduhnya pada Abi.

Abi menatap Loka tajam, seakan ingin menampar mulut cowok itu sekarang juga.

"Buang yang lama, malah ganti yang lebih lama." lanjut Loka yang masih tidak percaya melihat Alfin dan Bella yang tertidur saling memeluk satu sama lain.

Seakan teringat sesuatu, keduanya saling berpandangan satu sama lain sebelum berlari terbirit-birit menghampiri Ania.

Loka bernafas lega melihat Ania yang masih memejamkan matanya. "Hufttt, aman. Cepat tutup tirainya biar dia nggak lihat itu." titah Loka pada Abi yang langsung dijalankannya dengan gerak cepat.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang