32.

557 42 87
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
___________

Ania melamun menatap air hujan yang sendari tadi terus turun berjatuhan membasahi tanah. Langit sudah berubah menjadi gelap, matahari tidak lagi terlihat. Bahkan bulan yang biasanya bersinar terang, tidak lagi kali ini.

"An, gak pulang?" tanya seseorang yang berada di belakang tubuhnya.

Ania terdiam lama tidak menjawab pertanyaan yang sudah terjawab jelas di depan mata.

"Diluar hujan," jawabnya malas dengan pandangan masih memperhatikan luar jendela tanpa berniat menatap wajah Gara.

Gara beralih duduk dikursi depan Ania dengan pandangan yang sama, mengarah keluar jendela. "Gak pulang sama Alfin?"

"Dia udah pulang sama Bella."

Gara menoleh ke arah Ania. "Bella?" tanyanya tidak mengerti.

"Cewek yang tadi duduk bareng Alfin." jelas Ania tanpa menoleh sekilas pun.

Gara mengerutkan keningnya. "Dia siapa?"

"Sahabat dia dari kecil."

"Sahabat?" beo Gara.

Ania mengangguk.

"Nggak percaya sih," lirihnya yang masih bisa didengar jelas oleh Ania.

Ania langsung mengalihkan pandangannya pada Gara dengan raut penuh tanda tanya. "Apa tadi? Nggak percaya?" tanya Ania. "Apa maksudnya?"

"Nggak, lo salah denger."

"Kak!" bentak Ania.

Gara menghela nafasnya panjang. "Gue udah kerja disini lebih dari dua tahun. Dan selama dua tahun itu gue selalu lihat mereka datang kesini berdua."

Ania tertawa kilas mendengar penjelasan itu. "Lawak lo, kak. Gue 'kan udah bilang kalau dia sahabatan dari kecil, ya wajar aja kalau kesini berdua."

"Kenapa lo berfikiran begitu?"

"Karena mereka berdua juga sahabat gue." sanggah Ania dengan cepat. "Jadi nggak salah kalau mereka datang berdua, itu bukan hal yang harus dicurigai."

Gara mendesis pelan. "Iya, mereka sahabat lo." ucapnya. "Mungkin lo nggak akan beranggapan seperti itu kalau gue cerita ini." sambungnya dengan raut wajah serius.

Seketika tawa Ania memudar, dia menatap Gara dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Maksud lo? Ngomong sama gue, kak!" titah Ania, suara cewek itu berubah menjadi tajam.

"Kalau gue ngomong lo bakal percaya sama gue?"

"Gue akan percaya apapun itu kalau omongan lo masuk akal!"

"Gue pernah lihat dia ciuman di ruangan kantor privat dia."

Ania menatap Gara tidak percaya, detik berikutnya dia tertawa. Tertawa hambar dengan mata yang sedikit basah. "Jangan bercanda, gue tau dia nggak akan seperti omongan lo."

"Gue percaya sama mereka."

"Gue lihat dengan mata kepala sendiri!" tukas Gara cepat dengan tatapan yang tak lepas dari mata basah Ania.

Ania terdiam, menelaah ucapan yang sangat tidak masuk akal. "Jelasin!" titahnya dengan nafas yang mulai memburu, dia mulai merasa penasaran.

Rasa penasaran yang bercampur dengan rasa penuh kekhawatiran. Sebisa mungkin Ania mencoba untuk menanggapinya dengan tidak menyangkutkan perasaan, walau itu sangat tidak memungkinkan.

Gara menarik nafasnya pelan, ada sedikit rasa khawatir pada cewek di depannya.

"Saat itu, gue dipanggil sama salah satu karyawan suruh menemui Alfin."

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang