67.

458 53 6
                                    

___HAPPY READING ___
.
.
.
__________

Loka membawa Salsa menuju rooftrop sekolah yang sepi akan murid. Dia menghempaskan tangan Salsa begitu saja tanpa memperdulikan rasa sakit yang Salsa rasa.

Saat ini, dia sangat tersulut emosi dengan perilaku Salsa yang menurutnya sudah sangat berlebihan.

"Nggak sepantasnya lo ngelakuin hal tadi ke Ania, Salsa!"

Selasa mendongok membalas tatapan itu tanpa rasa takut sekalipun. "Saat dia buat gue jatuh, apa menurut lo gue harus tetap diam?!"

"Ingat Loka, sekarang gue bukan lagi sendiri, gue berdua, sama anak lo!"

Tangan Loka terkepal kuat mendengar pernyataan yang sama sekali tidak ingin ia dengar.

"Apa iya saat perut gue keram, gue harus tetap diam diperlakukan dengan sengaja oleh Ania?!"

"Perilaku sengaja apa yang lo maksud?" tanya Loka penuh penekanan.

"Dia tabrak gue dari depan dan berhasil buat gue jatuh. Gue takut kondisi bayi gue bakal kenapa-kenapa."

"Tapi tindakan perlindungan lo terlalu berlebihan." sela Loka.

Salsa murka mendengar ucapan Loka. Dia tidak masalah jika Loka tidak perduli dengan dirinya, tetapi dengan bayinya? Apa dia masih bisa beranggapan tindakan tersebut berlebihan?

Sungguh hati Loka benar-benar tertutup dengan keperduliannya yang hanya tertuju pada Ania.

"Apa lo nggak berpikir kalau nanti terjadi apa-apa sama gue dan bayi gue, siapa yang bakal tanggung jawab?" Salsa menjeda ucapannya, dia terkekeh hambar. "Bahkan lo sendiri aja nggak mau tanggung jawab!"

"Sa! Lo boleh marah saat itu, tapi lo harus tetep lihat kondisi Ania yang lumpuh!"

"Gue ngerti kalau lo khawatir sama bayi lo, tapi nggak sampai lo tendang tongkat kruk Ania, Salsa!" geram Loka.

"Loka! Lo kenapa sih selalu membela Ania! Jelas-jelas gue di sini lagi berusaha buat pertanian bayi gue, anak lo!" kelakar Salsa dengan sangat emosi.

"Cukup lo bilang kalau bayi itu anak gue! Sekarang bukan waktunya berdebat tentang dia, tetapi Ania."

"Kenapa harus Ania? Kenapa bukan bayi yang nggak lo akui ini?!"

"KARENA LO SALAH, SALSA. DAN BAYI ITU NGGAK ADA SANGKUT PAUTNYA SAMA MASALAH LO SEKARANG!"

"Udah berapa kali gue bilang. Gue nggak akan akui dia sebelum dia lahir dan tes DNA dengan gue!" ujar Loka yang mulai muak dengan Salsa.

Salsa tersenyum miris. "Sekarang otak lo bener-bener cuma mikirin Ania. Apa karena lo belum bisa lupain dia?!"

"Jangan ngelak Sa. Lo nggak mungkin pura-pura polos, kalau Ania tau tentang kehamilan lo dan dia ngemis-ngemis minta pertanggung jawaban sama gue!" ungkap Loka. "Gue nggak bisa gak berpikir, kalau semua itu pasti kelicikan lo yang memanfaatkan Ania buat nyuruh bujuk gue."

"Gue ngerti sifat Ania yang nggak bisa nolak. Dia dengan berbaik hati mau bantu lo supaya bujuk gue. Tapi dengan keterlaluannya, di saat situasi Ania yang lumpuh, lo malah tampar dia, lo malah tendang dia yang buat kondisi dia semakin parah!"

Loka menatap Salsa dengan tatapan penuh mengintimidasi. Dari semua kelakuan Ania yang menyuruhnya untuk tanggung jawab, dengan kehadiran dia di club, membuat Loka berfikir, jika Selasa adalah masalah utama dari masalah yang Ania alami sekarang.

Sedangkan Salsa sendiri, dia lebih memilih menatap Loka dengan tatapan penuh kecewa dan sedikit berkaca-kaca.

"Sekarang, dari fakta Ania yang tau tentang kehamilan lo, buat gue berpikir buruk tentang lo, Sa."

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang