40.

787 34 20
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
____________

Berkali-kali Ania menghubungi Alfin, mencemaskan keadaan cowok itu yang sampai saat ini belum hadir keberadaannya. namun berkali-kali juga tidak ada jawaban selain suara operator yang terdengar.

Nomer telepon yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah__

Ania berdecak, dia memutuskan panggilan itu dengan perasaan tidak tenang. Matanya terus beredar kekanan dan kekiri mencari-cari Alfin yang mungkin terdesak banyaknya orang. Tetapi nihil, sampai suasana depan kampus sepi pun Ania tak kunjung menemukan tanda-tanda kehadiran cowok itu.

plakk

Pundak Ania tersentak saat seseorang menepuknya sedikit keras dari belakang, dia langsung berbalik badan berharap orang itu adalah pemilik nama yang saat ini ia cemaskan.

"Nyari siapa?"

Wajah Ania semakin masam saat mengetahui orang itu bukanlah Alfin.

"Bukan siapa-siapa," jawab Ania sedikit ketus.

Dua orang pira yang berpenampilan seperti mahasiswa, saling berbisik menatap Ania dengan tatapan berlebihan.

"Cantik tuh."

"Boleh lah diajak main sebentar."

Ania yang melihat itu sontak bergelidig ngeri, berjalan menjauh dari dua pria aneh itu.

Tetapi pergerakan Ania kalah cepat, salah satu dari mereka berhasil mencekal lengan Ania yang seketika membuat langkahnya terhenti secara tiba-tiba.

"Apa-apaan sih, lepas!" sentak Ania berusaha melepas cekalan tangan itu.

"Santai aja, main-main sebentar boleh lah," ucap salah satu dari mereka menaik turunkan alisnya.

"WOI JANGAN MAIN-MAIN SAMA DIA KALAU LO MASIH MAU HIDUP!"

Teriakan seseorang dari arah lobi utama kampus membuat ketiganya menoleh. Gara lah pelakunya.

Adhit berjalan menghampiri mereka dengan wajah yang sudah siap menerkam kedua cowok itu.

"Lepasin adik gue!" titah Adhit tajam yang langsung membuat mereka seketika melepas cekalannya.

Kedua orang itu saling menatap satu sama lain, merasa salah sasaran mengajak perempuan bermain.

"Sorry Dhit, gue nggak tau kalau ini adik lo." ucapnya sambil menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

"Pergi!" usir Adhit yang langsung membuat dua kuman itu berlari terbirit-birit.

Adhit beralih menatap adiknya yang masih terdiam ditempat. "Dek, ayo masuk. Acara bentar lagi mau mulai."

Bukan menjawab pertanyaan Adhit, Ania malah menoleh ke belakang mencari keberadaan Alfin yang masih belum terlihat batang hidungnya. Wajah Ania semakin terlihat cemas sekarang, dia menatap Adhit gelisah. "Tapi bang, Alfin belum sampai."

"Kita tunggu di dalam."

"Tapi___"

"Ayoo, gue nggak mau tanggung jawab kalau lo kenapa-napa!" paksa Adhit yang sudah menarik tangan Ania membawanya masuk ke dalam gedung kampus yang menjadi tempat acara wisuda.

Suasana di dalam acara sangat ramai, banyak orang tua para mahasiswa yang akan menyaksikan anaknya wisuda dengan raut berseri-seri. Tetapi hal itu tidak Adhit rasakan, wisuda yang harusnya datang dengan kedua orang tua harus Adhit kubur dalam-dalam, dia hanya membawa Ania sebagai saksi atas keberhasilannya yang telah melalui masa-masa menjadi mahasiswa.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang