41.

551 34 8
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
____________

"Congrats kalian," ucapan seseorang pria yang berdiri di belakang tubuh Ania, membuat mereka menoleh ke sumber suara secara serempak.

Mendengar suara yang sudah tidak asing lagi, membuat Ania memutar badannya dengan cepat. Dia tertegun sejenak, melihat seseorang yang menghantui rasa cemasnya, berada di depan matanya sekarang.

"Alfin."

Alfin berjalan mendekat ke arah mereka, dengan baju jas yang masih melekat ditubuhnya. Dia benar-benar meninggalkan acara keluarga demi menepati janjinya dengan Ania.

Walau konsekwensinya sangat besar, namun pria itu tetap nekat menghampirinya.

"Maaf telat," ujar Alfin saat sudah berada di depan Ania.

Ania mengangguk, seenggaknya rasa cemas itu sudah hilang dengan kehadirannya di depan mata. "Gak papa."

Alfin membalas senyum itu, dia beralih menatap Adhit dan Hilda secara bergantian. "Selamat atas kelulusan kalian. Selamat juga buat kesuksesan lamaran lo, bang. Maaf gue telat datang, soalnya ada urusan mendadak yang harus diselesaikan."

Adhit terkekeh, dia menepuk pundak Alfin kilas. "Nggak masalah."

"Lain kali kalau telat ngabarin dulu, kasihan dari tadi ada yang cemas nungguin." sindir Hilda melirik Ania kilas.

Ania menggerutu dalam hati, bisa-bisanya dia menguak fakta di depan Alfin. Rasanya sangat malu sekarang.

Alfin terkekeh dengan mata ikut melirik Ania.

Ania menghembuskan nafasnya sabar sambil sedikit menghentakkan kakinya kesal.

"Udah-udah, Alfin udah ada di sini mending kita abadikan momen sekarang." ajak Adhit yang langsung diangguki oleh Hilda.

Hilda bergerak berdiri di sebelah Adhit. "Ayo-ayo," antusiasnya mengandeng tangan cowok itu ala pasturi baru.

Dengan langkah ogah-ogahan, Ania mendekat di sebelah Alfin yang bersebelahan dengan Hilda.

"Siapa yang fotoin?" tanya Ania saat tidak ada satu pun yang berkorban untuk menjadi fotografer.

Adhit mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri mencari mangsa untuk menjadi fotografer dadakan. Tepat, matanya menangkap Anton yang akan berjalan di depannya.

"Anton!" panggil Adhit keras. "Fotoin," titahnya dengan tangan yang menyodorkan handphone.

Anton menghela nafasnya pasrah, dia mendekat mengambil handphone dan bersiap memotret mereka.

"Mah, Pah sini." ajak Hilda pada kedua orang tuanya yang masih duduk di kursi taman samping.

Kedua orang tua itu dengan cepat mendekat, berdiri di sebelah Adhit. Dengan urutan posisi, Adhit dan Hilda yang berada di tengah, Ania dan Alfin yang berada di sebelah Hilda dan kedua orang tua Hilda yang berada di sebelah Adhit.

"Siap, senyum semuanya. Satu, dua, tig__"

Mereka semua tersenyum manis dengan pandangan mengarah ke kamera handphone.

cekrek

"Lagi," titah Anton.

Tangan Alfin yang tadinya berada di samping berpindah memeluk pingang Ania, merapatkannya hingga tak tersisa celah sedikitpun.

Ania menoleh ke samping, merasa gugup secara tiba-tiba yang tidak mendapat balas tatapan dari Alfin.

"Bee, tangannya kek gini." suruh Hilda menunjukkan cincin lamaran mereka di depan kamera.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang