50.

679 39 0
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
____________

Ania berlarian sepanjang koridor sekolah dengan raut yang menunjukkan rasa khawatir. Kakinya berbelok ke kanan saat ruangan UKS terpampang jelas di depan pintu.

Tanpa berpikir panjang, tangan Ania langsung mendorong pintu UKS yang tertutup rapat dengan sangat cepat. Di dalam ruangan itu, lebih tepatnya di ranjang paling ujung, terlihat Alfin yang terbaring lemas dengan mata yang terpejam damai.

Ania mendekat dengan langkah yang sangat pelan, tidak ingin mengusik tidur cowok itu.

"Eh kak Ania," ucap cewek yang bertugas sebagai penjaga UKS kaget, saat melihat kehadiran Ania yang berjalan mengendap-endap.

Ania tersenyum kikuk ke arah adik kelasnya. "Alfin kenapa?"

"Kak Alfin demam, kak. Suhu badannya tinggi, mungkin karena kelelahan."

Ania menatap Alfin kilas sebelum dia mengangguk ke arah adik kelas itu. "Makasih, kamu balik aja ke kelas. Biar aku yang jaga dia."

Adik kelas itu mengangguk patuh dan segera berjalan keluar dari UKS.

Hanya ada Ania dan Alfin di sini. Dengan langkah pelan, Ania mendekat ke arah Alfin. Dia menatap cowok itu melas. Punggung tangannya terulur menyentuh kening mulus Alfin yang terasa sangat panas.

Alfin yang merasa ada pergerakan dijidat nya langsung membuka matanya sempurna.

Ania, pandangan pertama yang Alfin tangkap saat membuka matanya.

"Dari kapan?" tanya cowok itu dengan suara yang sedikit serak.

"Kenapa kamu nggak ngabarin aku?" ujar Ania yang malah tidak menjawab pertanyaan Alfin.

Alfin membuang wajahnya ke samping, menghindari tatapan Ania. "Apa penting?"

Mata Ania menyorot tidak percaya dengan ucapan cowok itu barusan. "Apa maksud kamu?"

"Urusan apa yang kamu urus sampai rela bolos pelajaran dua jam?" Alfin merubah posisi tidurnya menjadi menatap Ania kembali.

Ania menghela nafasnya panjang, dia meraih tangan Alfin yang saling bertautan di atas perut. "Alfin, kamu percaya 'kan sama aku?"

Alfin terdiam. Tidak menjawab apapun.

"Aku nggak punya urusan apa-apa selain kamu." ucapnya mempercayai Alfin disertai tatapan teduh yang membuat Alfin tidak bisa menatapnya lama. "Aku dipanggil Bu Diah buat tes yang terakhir."

"Setelah tes tadi pagi?"

Ania menggeleng. "Aku nggak tau, Bu Diah mau nilai aku sempurna dengan cara tes itu."

Lagi-lagi Alfin hanya diam, menanggapi ucapan Ania.

Genggaman tangan Ania semakin erat saat tidak mendapat respon apapun dari sang empu. "Aku nggak bohong."

Bola mata Alfin menatap intens mata Ania, mencari kebohongan yang sayangnya tidak terlihat sama sekali. Detik berikutnya Alfin tersenyum dengan anggukan kecil.

Hati Ania berdetak lega saat Alfin mempercayainya. Ingin rasanya Ania tidak menyembunyikan hal apapun dari Alfin. Tetapi itu sangat mustahil, mengingat janji besar yang ia ucapkan pada Salsa.

Ya, Ania harus merahasiakan persoalan itu dari Alfin. Dia takut jika cowok itu langsung bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, apalagi ini menyangkut persahabatannya dengan Loka.

Tangan Ania menyisir setiap helai rambut Alfin yang sedikit berantakan. "Kenapa bisa sampai panas gini, hmm?" tanyanya lembut yang seketika membuat Alfin luluh.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang