47.

450 32 3
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
____________

Acara pernikahan telah usai satu jam yang lalu, menyisakan keluarga besar Hilda juga keluarga Adhit yang hanya membawa Ania dan kehadiran Alfin di tengah mereka.

Hilda sudah tidak lagi memakai baju pengantin, bahkan cewek itu sekarang mengenakan piyama dengan motif keropi.

Pandangan kedua orang tua Hilda terus menatap pengantin baru itu dengan senyum mesem.

"Habis ini kalian mau ngapain?" tanya papah Hilda yang membuat mereka semua menatap Hilda dan Adhit dengan tatapan menggoda.

Hilda menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal. "Yaa, tidur lah. Mau ngapain lagi emang?"

"Emmm yakin?" sambung mamah Hilda menaikkan satu alisnya.

"Ya kalian pikir aja sendiri." sewotnya dengan wajah yang sudah merah merona.

Mereka semua terkekeh mendengar jawaban itu. Termasuk juga Ania yang terus ditatap tanpa lepas oleh Alfin.

"Tadi papah lihat ada daging sisa dikulkas sana, barbeque asik kali ya?" usul papah Hilda pada keluarga yang berada di sana.

Mereka mengangguk menyetujui usulan itu dan langsung berjalan keluar taman hotel yang sudah disewa oleh Adhit.

Saat akan berdiri, Alfin menarik tangan Ania hendak membawanya berjalan berlawanan arah dengan tempat barbeque.

Ania mendesis, secara tidak sengaja kuku Alfin menggores lengannya yang tertarik dengan cukup keras.

"Maaf," ucap Alfin yang seketika merasa bersalah.

Ania menggeleng seraya tersenyum. "Nggak masalah." ujarnya lalu menarik tangan Alfin melanjutkan langkahnya lagi.

Ania mengedarkan pandangannya ke segala arah. Cuacanya sangat sejuk, bahkan tempat yang ia tempati sangat menarik untuk dipandang.

Alfin berjalan menuju kursi panjang yang tersedia di sana. Dia mengkode Ania agar duduk di sebelahnya, yang langsung dimengerti oleh dia.

Hening.

Keduanya saling canggung satu sama lain. Bahkan bingung untuk memulai bicara dari mana setelah tiga hari tidak bertemu.

"Kamu nggak papa di sini?" tanya Ania yang sukses merubah suasana.

Kening Alfin mengerut. "Kenapa?"

"Bunda kamu......"

"Mereka di luar negri sekarang." jawabnya dengan cepat.

Ania sempat terdiam sebelum mengangguk mengerti. "Urusan bisnis ya?" tebaknya.

Bukan.

Alfin terkekeh kilas, dia mengangguk. "Pastinya sih."

Merasa tidak ada yang harus dijawab, pandangan Ania beralih menatap ke arah bintang yang bersinar sangat terang kali ini. Matanya tertuju pada satu bintang yang paling bersinar diantara ribuan bintang di atas sana. Ania tersenyum, seketika dia mengingat kejadian masa lalunya kembali.

"Dulu papah juga sering keluar negeri buat urusan bisnis dan pulang selalu melampiasin rasa capeknya ke gue. Dan sekarang, papah udah pergi jauh dan entah kapan pulang buat ngelampiasin rasa capek itu." gumam Ania dalam hati.

"Ngomong-ngomong soal guru privat kamu, gimana?" tanya Alfin tiba-tiba yang seketika membuyarkan lamunan Ania.

Ania menoleh ke arah Alfin. "Aku mampu belajar sendiri." jawabnya dengan seulas senyum tipis.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang