___HAPPY READING___
.
.
.
____________"Dan saya juga tau, kalau kamu adalah pacar anak saya!"
Damn! Ania terdiam. Menunduk dengan tubuh yang sedikit bergetar. Bagaimana bisa Sinta tau tentang hubungannya? Padahal Ania udah menyembunyikan hal itu sedemikian rupa.
"Jadi nggak ada asalan buat saya tetap mempertahankan kamu bekerja di sini!"
"Saya tidak perduli mau kamu teman atau pacar anak saya! Tetapi yang pasti dia nggak akan pernah bisa sama kamu. Karena saya yang akan memastikan itu!"
Nafas Sinta memburu, dadanya naik turun mencoba merendam amarahnya.
Tangan Sinta bergerak, menarik tangan Ania menyerahkan amplop coklat itu dengan paksa.
"Silahkan pergi dari sini!"
Ania mulai mengangkat kepalanya, menatap Sinta dengan mata yang sedikit basah.
"Saya akan pergi dari sini. Tapi maaf, saya nggak bisa nerima ini."
Amplop coklat yang berada di tangan Ania kini kembali pada tangan Sinta. Ania menghapus jejak air matanya yang sekali menetes dan cepat bergegas masuk ke dalam dapur membereskan apa yang belum dia bereskan.
"Ania, lo gak papa?" tanya Gara melas saat melihat wajah Ania.
Ania melewati Gara dan beberapa pelayan yang menyaksikan perdebatan tadi, begitu saja. Tidak memperdulikan ucapan Gara yang mengkhawatirkannya.
Sinta mengeratkan giginya mendapat penolakan itu. Dia meremas amplop coklat dengan sangat keras hingga isi di dalamnya ikut tak terbentuk, melihat perilaku Ania barusan seolah menginjak harga dirinya sebagai pemilik kafe ini.
"JANGAN MENYENTUH LAGI APA YANG ADA DI DALAM. SILAHKAN PERGI DARI SINI SEKARANG!"
Sontak bentakan dari Sinta membuat para pengunjung menatap ke arahnya.
Lagi-lagi Ania menundukkan kepalanya, dia berhasil dipermalukan oleh Sinta. Lihat saja pandangan para pengunjung yang menyorot, seolah dia telah melakukan kesalahan fatal hingga dipecat secara paksa. Tetapi dengan cepat Ania melepas celemek, menaruhnya ditempat dan berjalan keluar dari kafe tanpa berucap sedikitpun.
___ANBELIN___
Ania berjalan di atas trotoar menatap kosong ke bawah. Harus apa ia sekarang? Pekerjaan sudah lagi tidak punya. Sedangkan sebentar lagi, acara pernikahan Adhit akan diselenggarakan. Mau hidup dengan apa selanjutnya?
Tangan Ania bergerak, menyelipkan anak rambutnya yang sedikit berantakan ke belakang telinga. Entahlah rasanya sangat sulit untuk menggambarkan kondisi Ania sekarang.
Ania menghentikan langkahnya, menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Matanya beredar menatap sekeliling yang ternyata cukup ramai, banyak orang yang berjalan-jalan menikmati sunset disore hari.
Mata Ania memicing, saat pandangannya tidak sengaja menangkap dua orang yang berada di dalam kafe.
Senyum simpul tercetak saat melihat Adhit yang tengah tertawa lepas dengan Hilda di dalam kafe sana. Melihat abangnya yang bisa seceria itu membuat hati Ania hangat seketika.
Ania memutuskan pandangannya pada mereka, dia menatap toko bunga yang tak jauh dari depannya. Ania memandangi lama toko itu sebelum senyum diwajahnya kembali mengembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANBELIN
Teen Fiction[Follow akun penulis dulu sebelum baca] Ania Octavian, gadis yang kerap disapa Ania itu identik dengan senyum yang manis. Tetapi siapa sangka, senyum itu ia tunjukkan hanya untuk tipuan belaka. Kehidupan Ania sangat berbanding terbalik dengan senyum...