29.

637 52 227
                                    

___HAPPY READING___

.
.
.
____________

"ANITA DI MANA KAMU, HAH?!"

"KELUAR KAMU KELUAR!"

"TEGA-TEGANYA KAMU MEMBUNUH ANAK SAYA!"

"ANITA KELUAR!!"

Seorang wanita tua berteriak keras di depan pintu kediaman rumah Aldi. Dia menangis histeris, merusak apa saja yang ada di sana.

Ania, Adhit, Hilda yang masih berada di dalam kamar Anita, membereskan barang wanita itu pun saling berpandangan satu sama lain.

"Nenek?" tanya Ania menatap Adhit dengan raut bertanya-tanya.

Adhit mengangguk, dia mengenali suara itu.

Ketiganya berjalan keluar tergesa-gesa menghampiri wanita tua itu.

"Nenek!" jerit Ania, saat wanita tua itu akan memecahkan vas keramik di samping pintu.

Wanita tua itu menghentikan tangannya yang sebentar lagi akan melempar vas keramik. Dia mengalihkan pandangannya pada tiga orang di depannya.

"Di mana wanita pembunuh itu, hah?! Jangan coba-coba kalian menyembunyikannya dari saya!" tanyanya penuh kemarahan.

Ketiganya saling menatap, mereka saru saja melupakan neneknya, ibu dari Aldi.

"Nenek, ayo masuk kita bicara dengan kepala dingin," ajak Ania lembut.

"Kepala dingin?!" ucapnya tidak percaya. "KEPALA DINGIN KAMU BILANG?! BAGAIMANA CARANYA SAYA BISA MEMBICARAKAN INI DENGAN KEPALA DINGIN, HAH?!"

"HATI SAYA SEBAGAI OTANG TUA, SANGAT SAKIT MENDENGAR BERITA KEMATIAN ANAK SAYA YANG DIBUNUH WANITA ULAR ITU!"

"SAYA TIDAK TERIMA! SAYA YANG SUDAH MELAHIRKANNYA!"

"SAYA YANG SUDAH MEMBESARKANNYA!"

"SEKALIPUN SAYA YANG MEMBERI KASIH SAYANG UNTUK DIA. SAYA TIDAK BERANI SEDIKITPUN MELUKAINYA!"

Ania memejamkan matanya erat-erat menyangga air mata yang akan keluar. Sama halnya dengan Adhit, cowok itu menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan cepat.

"Nenek, kita juga nggak akan mau hal seperti ini terjadi."

"Tetapi semuanya sudah terjadi secara tiba-tiba. Tidak ada yang bisa kita kembalikan, semuanya terlambat!" jelas Adhit mencoba untuk meredakan emosi neneknya.

Wanita tua itu menatap Adhit dengan tatapan yang cukup dalam. "Saya tidak butuh wejangan dari kamu!"

"Panggil ibu kamu sekarang!"

"Suruh dia berhadapan menemui saya!"

Ania menggeleng. "Nggak bisa lagi!"

"Nggak bisa?" tanya wanita itu beralih menatap Ania. "Jangan bohongi saya!"

"Cepat suruh dia keluar atau saya sendiri yang akan masuk mencarinya!"

"Mamah udah nggak ada di sini lagi, Nek!" jawab Ania yang sudah meninggikan suaranya.

"Jangan bohong! Orang tua kamu pasti di dalam bersembunyi!"

"Dia memang wanita dusta!"

"NENEK!" bentak Ania, dia tidak terima saat seseorang mengatakan hal tidak baik yang mampu melukai hatinya, sekalipun itu neneknya sendiri.

Wanita itu tertawa hambar. "Anita, Anita. Saya heran dengan pekerjaan kamu sampai lupa mengajarkan anak kamu tata krama!"

"Harusnya wanita seperti itu yang bukan menjadi menantu saya!"

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang