Salju terakhir telah turun, menyisakan putih butirannya di jalanan. Musim dingin hampir berakhir, awal februari menyambut semi.
Langkah kaki itu berjalan dengan perlahan, memasuki pemakaman yang sepi. Buket anyelir di tangan nya.
"Apa kabar?" Ucapnya tepat saat berhenti di depan makam yang bertuliskan nama Doyoung.
Dia berjongkok, membersihkan bekas salju di atas makam itu. Tangan cantiknya dengan telaten membersihkan bekas salju itu.
"Hari ini ulang tahun mu kan? Ah, tadi Jeno pergi ke gereja katanya berdoa untukmu. Beruntung sekali punya anak seperti dia. Kan?" Katanya, dia tersenyum mengelus nisan berbahan marmer itu dengan lembut.
"Gelangmu masih ada disini?" Tanyanya saat melihat kotak berisi gelang yang masih tersimpan apik di atas makam itu. Bersamaan dengan bunga-bunga yang hampir layu, mereka tidak cepat layu karena musim dingin.
"Aku juga memakainya."Taeyong memejamkan matanya saat tetesan air mata itu terjatuh di pipi cantiknya. Orang yang selama ini datang membawa Bunga Anyelir itu adalah Taeyong. Bunga yang melambangkan seseorang yang akan selalu terkenang.
"Ku bilang kita harus bertemu, tapi kau malah pergi. Sedih sekali persahabatan kita, terpisah, sekalinya bertemu kau sudah di rumah Tuhan. Seharusnya ajak aku."
Flashback
"TAEYONG-AH!" Derap terburu dari kaki-kaki kecil yang berlari menghampiri sebuah mobil yang akan berangkat pergi.
"Ya! Panggil Hyung! Tidak sopan!" Omel seorang anak kecil dengan sweater biru yang besar di badannya.
"Hyung, mau kemana?" Tanyanya, wajahnya sudah murung. Dia menatap sendu sosok di depannya.
"Jangan pergi, disini saja. Hyung bisa tinggal dengan aku. Kita bisa main terus.""Doyoung-ah, aku tidak mau pergi, aku juga ingin disini bersama mu." Keduanya menangis, saling memeluk seakan tidak melepaskan satu sama lain.
"Tapi, aku tidak bisa... Maaf.""Kenapa? Hyung tidak mau berteman lagi dengan ku? Hyung kita belum cari pangeran, kita belum jadi ratu. Katanya mau sama-sama." Anak kecil bernama Doyoung itu terus menangis memegang tangan yang lebih tua dengan erat.
"Kalian berdua, sudah ya nangisnya. Doyoung-ah. Taeyong Hyungnya tidak pergi lama, hanya sebentar. Nanti pulang lagi dan bermain lagi." Keduanya menoleh pada lelaki manis yang menenangkan dan menghampiri mereka berdua. Luhan.
"Benar Buna?" Tanya Taeyong kecil, dia juga sedih berpisah dengan sahabat baiknya.
"Iya..." Jawab Luhan dengan lembut, senyumnya begitu hangat.
"Jangan menangis Hyung jelek."
"Kau juga menangis!"
Doyoung menghapus kasar air matanya, dia menatap Taeyong yang juga melakukan hal yang sama.
"Sampai jumpa Taeyong Hyung, kalau pulang langsung kerumah ku ya? Kita main lagi." Pesan nya, dia menahan tangisnya. Lucu sekali di mata Luhan yang gemas dengan keduanya.
"Eum! Jangan lupa aku ya?" Ucap Taeyong, Doyoung mengangguk. Dia pun kembali memeluk Doyoung.
"Taeyong Hyung, kita harus sama-sama bahagia ya? Ingat janji kita sahabat selamanya. Apa yang buat aku bahagia, itu buat Hyung bahagia juga. Janji?"
"Eum! Janji." Kelingking kecil itu saling bertaut, mengikat janji yang di saksikan oleh alam semesta.
"Oh! Sebentar."Taeyong berlari ke arah mobilnya dan membuka pintu penumpang di belakang, dia mengambil boneka kelinci kesayangan nya. Kemudian berlari kembali menghampiri Doyoung kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny [Jaeyong]
General FictionJung Jaehyun adalah seorang single Parent yang merawat anak satu-satunya Jung Jeno, yang terlahir tanpa mengenal siapa ibunya. Karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya. Menjadi seorang ayah dan ibu sekaligus untuk anaknya membuat Jaehyun memi...