Akhir Kisah si Pemeran Sampingan

101 16 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

•••

"Camera rolling and action."

Lakonku dimulai, saat di mana aku mulai berjalan layaknya orang sibuk dengan mata dan tangan yang sibuk dengan buku-buku di tangan.

Layaknya film-film lain, di sini aku dipertemukan dengan lawan main yang tidak sengaja aku tabrak.

Aku mengucapkan dialog, "Maaf, saya tidak memperhatikan jalan." Lengkap dengan mimik wajah merasa bersalah.

Laki-laki yang menjadi lawan mainku tersenyum kemudian juga mengucapkan dialog, "Tidak apa, buku-bukumu berantakan, mariku bantu."

Kini kami melakonkan gerakan mengambil buku yang berjatuhan bersama-sama lalu tidak sengaja berpegangan tangan. Kami diintruksikan untuk saling bertatapan dengan tangan yang tetap pada posisi itu. 1 2 3 kami masih dibiarkan bertatapan, setelah berpindah kedetik berikutnya.

"Rayen!" Si pemeran utama wanita datang dengan  lakon wajah merahnya. Si laki-laki dengan cepat berdiri menyerahkan buku yang ia ambil padaku lalu memegang kedua bahu si wanita.

"Jangan salah paham. Aku, aku hanya membantunya, buku-bukunya terjatuh karena menabrakku." Lakon laki-laki dengan tampang panik.

"Benarkan? Aku hanya membantumu?" Pertanyaannya aku jawab dengan anggukan yakin lalu mengucapkan dialog ke pemeran wanita.

"Iya, aku tidak sengaja menabraknya."  Wajah pemeran wanita masih tampak memerah, tetapi di detik berikutnya.

"Surprise!" Wajah sumringah si pemeran wanita terlihat, beberapa tokoh figuran datang dengan membawa kue beserta balon huruf yang bertuliskan happy birthday.

Si pemeran laki-laki melakonkan wajah takjub dan terharunya. Mengucapkan dialog dengan menanyakan, "Jadi ini?" Yang dijawab langsung oleh si wanita dengan anggukan. "Iya, kami bekerja sama." Kling, satu kedipan usil si pemeran wanita berikan padaku.

Lakonku berakhir, aku berlakon meminta izin pergi terlebih dahulu karena ada urusan. Meninggalkan sepasang tokoh utama dengan kisah asmara indah mereka.

Setelah melakonkan beberapa take sebagai tokoh sampingan akhirnya aku bisa pulang, berdiri di parkiran menunggu taxi pesananku datang. Saat taxiku telah datang dan aku akan memasukinya telingaku mendengar suara seseorang memanggil. Saatku lihat ternyata dia, pemeran utama laki-laki.

Tanpa aku tanya mengapa dia telah lebih dulu bersuara.

"Boleh aku ikut? Ada yang ingin aku bicarakan."

Tanpa suara aku jawab pertanyaannya dengan gerakan tangan mempersilahkan masuk.

Beberapa menit, hampir setengah perjalanan dia belum juga membicarakan apapun, apa ingin membicarakan sesuatu hanya alasan agar dia bisa ikut? Taxi sudah memasuki komplek perumahan  rumahku. Saat aku ingin bertanya apakah ada yang ingin dibicarakan? Dia terlebih dulu menyela.

"Aku terbawa suasana."

Sejenak alisku berkerut memikirkan maksud dari pertanyaannya.

"Lalu?" kutanyakan itu saat aku sudah mulai memahami yang ia maksud.

"Aku mencintainya."

Aku mengangguk paham.

"Lalu?"

"Aku ingin memilikinya." Di jawaban yang kali ini aku sejenak tertegun, berpikir keras sebaiknya jawaban apa yang harus aku berikan padanya.

"Lalu, bagaimana denganku?" Jawaban ini yang akhirnya aku lontarkan.

Bisa kulihat kini dia yang terdiam, matanya yang sedari berotasi kini mengarah pada mataku.

"Maaf, aku ...."

"Aku mengerti." Cepat-cepat aku hentikan kalimatnya, tidak perlu ia selesaikan aku telah mengerti bagaimana kelanjutannya.

Aku tarik nafas sedikit kasar, menghembuskannya dengan sangat pelan.

"Tolong jangan membenciku," katanya dengan menggenggam tanganku.

Kuberikan ia senyum termanis. Aku balas genggamannya kian erat.

"Tidak apa, cinta tidak bisa dipaksakan, bukan?" Pertanyaanku yang membuatnya tertunduk dalam.

"Maaf, aku tidak tau sejak kapan rasaku padamu mulai menghilang."

Aku tersenyum lagi, kali ini aku lepas genggamannya.

"Aku tau, rasa itu menghilang sejak kau mengenalnya, yah ... pada akhirnya pemeran sampingan tetaplah pemeran sampingan."

Dia terdiam, aku memilih memandangi rumah-rumah yang taxi ini lewati.

"Aku sudah sampai," kataku mengakhiri keterdiaman kami.

"Ya benar, sampai jumpa, mimpi indah, sekali lagi maaf," katanya saat aku telah turun. Kujawab kalimat perpisahan itu dengan senyuman yang mengembang.

Lalu aku berbalik, melangkah perlahan dan mendengarkan deru taxi yang sepertinya telah menjauh. Saat kupastikan taxi itu telah benar-benar pergi kuakhiri lakon itu. Senyum palsu yang dari tadi kutunjukkan kini berganti menjadi tangis pilu yang berderai.

Dia si pemeran utama laki-laki, seharusnya di kisahku dia adalah milikku. Sayang, takdir mengatakan tidak akan hal indah itu. Di kisahku sendiri aku masih menjadi seseorang yang harus berkorban dan merelakan.  Mungkin banyak di antara kalian yang mengataiku bodoh karena merelakannya begitu saja, tapi bagiku memaksakan tetap berhubungan dengan seseorang yang kau tau cintanya tidak lagi tersisa untukmu itu adalah hal yang salah, sangat salah.

Seperti yang aku katakan tadi pemeran sampingan tetaplah pemeran sampingan. Tidak akan ada yang peduli dengan rasa sedihnya. Tidak akan ada yang peduli dengan rasa sakitnya, yang penting adalah si tokoh utama harus memiliki akhir kisah bahagia. Aku sangat tau pada kenyataannya, pemeran sampingan ada karena kisah dari pemeran utama.

Aku hanya seorang pemeran sampingan, piluku tidak akan berkesan apa-apa pada kisah indah si pemeran utama.

Nama : Dini Anjelia

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang