AKU MENGAGUMIMU

89 5 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***

Ketika itu, aku berjalan bersama teman, sebut saja Akmal.

Kami menelusuri jalan setapak menuju simpang kota, menikmati malam yang syahdu di mana angin meniup lembut rambutku. Aku sengaja keluar rumah, setelah seminggu bergelut dengan pekerjaan yang telah menguras tenaga dan pikiran.

Temanku masih asyik berteleponan dengan seseorang yang ada di seberang pulau, sedangkan aku justru malah tertuju pada sosok perempuan yang ada di ujung sana. Ia duduk seorang diri, raut wajahnya nampak tengah gelisah.

'Mungkin dia lagi menunggu seseorang,' ucapku dalam hati.

"Bro! Liatin apa sih? Serius banget. Awas kesambet loh."

"Eh, enggak liatin apa-apa kok, hehe."

Kami pun duduk di bangku kosong, sembari memesan makanan dan minuman di pedagang kaki lima. Entah kenapa netraku masih tertuju padanya. Rasanya ingin mengenal dia lebih dalam.

'Apakah aku sedang jatuh cinta? Entahlah, hanya aku dan empunya dunia yang tau!'

"Oh, lo liatin perempuan itu ya? dia Rika namanya, anak gang sebelah."

"Owalah."

"Kalo berani, samperin dia, dan ungkapin perasaan itu."

"Buset dah! Semua butuh proses, Bro. Tidak bisa buru-buru. Masa iya, baru liat langsung ungkapin perasaannya? Ada-ada aja lo."

"Terserah dirimu, deh. Gue ikut baiknya saja, ehehe."

"Tenang aja, Mas Bro. Cepat atau lambat. Aku pasti akan dapatin perempuan itu! Doain, yah."

"Oke."

Tak terasa waktu pun sudah berlarut malam, kami memutuskan untuk pulang dan beristirahat.

***

Hari demi hari pun silih berganti, waktu bergulir begitu cepat. Pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan, apalagi menikmati waktu luang untuk sekedar jalan-jalan, walau sekedar melepas bosan. Ditambah rindu yang menggebu-gebu kepada perempuan itu. Bagaimana tidak? Kurang lebih satu bulan semenjak malam itu, kita tak lagi bertemu. Ah, sudahlah.

"Woi! Mikirin apa sih?"

"Biasa, lah. Perempuan."

"Oke, nanti malam kita samperin rumahnya?"

"Maksudnya?"

"Udah, tenang aja. Gue ada rencana nih!"

"Oke, deh"

Malam telah tiba, sesuai rencana aku pun mengikuti instruksi dari Akmal. Kami bergegas menuju tempat perempuan itu. Rasa penasaran bercampur aduk menjadi satu dalam hati. Entah kenapa rasa itu sulit diungkapkan. Aku yang dikenal sebagai lelaki yang tak mudah jatuh hati, cuek kepada perempuan. Namun, bisa-bisanya dibuat cinta olehnya? Menyebalkan.

"Gimana, Bro? Itu rumahnya."

"Oh, oke."

"Hayuk, gaskeun."

Tok, tok, tok

kuketuk pintu secara perlahan dan menunggu orang di dalamnya untuk membuka. Tak lupa kuucapkan salam.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam," jawab seorang pria paruh baya.

"Maaf, nyari siapa, Mas?"

"Ini benar rumahnya Rika, 'kan?"

"Oh, iya benar, saya ayahnya."

Aku langsung menyalami tangan ayahnya Rika, sembari mengatakan bahwa kami temannya. Namun, kata beliau, Rika sedang tidak di rumah, ia belum lama pergi dengan Hendi—yang tak lain adalah kekasihnya. Kami memutuskan untuk pamit karena Rika sedang tidak ada.

"Ya udah, kami pamit, Pak. Salamin buat Rika, ya."

"Oh, iya, Mas. Nanti tak salamin."

"Permisi, Pak."

'Ternyata dia udah punya pacar, percuma aku suka sama dia, tapi tidak apa-apa, ini sudah biasa terjadi. Apalagi aku sudah memutuskan untuk mengaguminya. Jadi, resiko harus diterima walaupun pahit,' ucapku dalam hati.

"Woi! Diam terus. Awas kesandung."

"Hehe, sorry."

"Udah, jangan terlalu dipikirin, toh perempuan masih banyak di luaran sana."

"Oh, iyah-iyah, hehe."

***

Brak!

Kubanting pintu kamarku, lalu aku merebahkan diri di kasur, sembari memandangi langit-langit kamar. Hati ini begitu sedih, entah kenapa? Rasanya tak rela melihat perempuan yang didamba jalan dengan lelaki lain. Malam yang sepi menjadi teman sejati untuk merangkai puisi, menceritakan tentang kamu kepada Ilahi.

Tentang sebuah kisah seorang lelaki yang harus merelakan perempuan idaman. Karena ia tau, mencintai bukan perihal memiliki. Namun, lebih mengikhlaskan untuk kebahagiaan si perempuan.

"Aku tak apa, dan aku baik-baik saja. Lebih baik sekarang fokus ke depan, masalah jodoh aku pasrahkan kepada Tuhan."

***

Pagi telah tiba, sinar mentari begitu cerahnya, semangat itu masih membara demi mencapai segala angan dan cita. Di hari libur ini, aku berencana joging ke taman, untuk sekedar relaksasi pikiran agar penat hilang.

"Wah, sejuk juga udara pagi ini, cocok buat joging."

Tak terasa aku telah begitu jauh berlari, hingga lelah pun datang menghampiri. Aku mampir ke pedagang yang sejak pagi stay di sini.

"Bang, beli Aqua yang dingin, satu."

"Ini, ya. Nih kembaliannya."

"Terima kasih."

"Ya, sama-sama."

"Ah, kayaknya duduk di sana enak nih!"

Ketika aku sedang istirahat, justru aku dibuat kaget tatkala melihat perempuan dan lelaki yang tak asing melintas di depanku, dan benar dugaanku, ia adalah Rika. Perempuan yang aku kagumi sejak lama. Dia begitu menawan, tetapi dia begitu mesra, dan tidak mungkin aku harus mengambil paksa hatinya, itu terlalu berlebihan. Biarlah ia bahagia dengan pilihannya, aku si pengagum rahasia harus berlapang dada menerima segala takdir-Nya.

Selesai.

Oleh: Wahyu Andrian
Jumkat: 815

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang