Sahabatku Pembunuh

17 2 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***


"Cita-citamu apa, Nanda?" tanya ibu guru padaku.
"Aku pengen jadi Polisi, Bu," jawabku dengan yakin.
"Mengapa begitu?" tanyanya kembali.
"Supaya orang-orang jahat bisa kutangkap dengan mudah, Bu, pasti seru, hehe."
-•••-
Namaku Ananda Stevian, aku dibesarkan oleh keluarga yang bisa dibilang kaya. Mereka juga merawatku dengan baik, dan menyekolahkanku di salah satu sekolah besar nan mahal.

Aku mempunyai teman saat sekolah di sana. Ia duduk sebangku denganku sejak pertama masuk. Namanya Jason Winata, dia dididik oleh keluarga kaya, tapi keras. Dia selalu sekolah terpaksa dan selalu dipaksa oleh orang tuanya.

Beberapa tahun kami sekolah bersama dan sudah mengenal satu sama lain. Aku masih duduk sebangku dan sering bermain dengan dia.

Sehingga ketika sudah beranjak dewasa, dia diberi ujian yang sangat berat. Bahkan ia sampai putus sekolah karena merasa sudah tidak pantas lagi untuk menjadi siswa. Ayahnya selingkuh, dan perusahaannya bangkrut. Ibunya menikah dengan pria luar negeri dan menetap di sana.

Jason sudah tidak punya apa-apa lagi. Tidak ada yang bisa diharapkan olehnya. Sehingga ia memutuskan untuk jual beli narkoba, memakai wanita pelacvr. Semuanya dia lakukan agar dirinya bisa tenang akan semua masalah yang dia hadapi.

Aku masih menyelesaikan sekolahku hingga aku menjadi polisi. Tidak sedikit juga ujian yang menimpa padaku. Saat sedang bertugas ke suatu daerah aku kehilangan malaikat 'tak bersayapku, yaitu ibu. Lebih baik aku yang m*ti daripada ibuku. Sungguh amat berat melepaskan orang yang kita sangat sayangi.

Saat setelah kabar duka itu berlalu, aku ditugaskan untuk mencari dan menangkap orang-orang yang melanggar hukum.

Aku ditugaskan untuk mencari seorang pembvnvh yang sudah memakan banyak korban. Namun, belum juga ditemukan identitas pelaku itu.

Aku dan timku mencarinya ke seluruh tempat, dan setelah beberapa lama akhirnya aku menemukan pembunuh itu, tepat di tempat hiburan diskotik. Yang mana aku menyamar menjadi orang biasa.

Kuberi tembakan peringatan lalu hening seketika.

"Di mana Jason?" tanyaku seraya menodongkan senjata ke arah langit. Mereka tetap hening, lalu kutanya sekali lagi, "Di mana Jason?!"

Kemudian salah satu dari mereka berlari, aku pun mengejarnya.

Dia terus berlari dan aku masih mengejarnya.

"Berhenti!" Aku berteriak tetapi dia tidak peduli.

"Berhenti!" teriakku lagi. Kuarahkan pistol ke kakinya dan "Dorr" dia berhenti.

"Arghh ... arghh!" teriaknya kesakitan.

"Mari ikut saya." Aku menggendongnya yang berjalan pincang menuju mobil.

Pihak lain membawanya ke rumah sakit untuk mengobati bekas tembakan itu.

Esoknya aku mulai menginterogasi, ketika aku duduk berhadapan tiba-tiba aku teringat seseorang, 'Sepertinya aku mengenal orang ini,' batinku.

Dia melirikku dengan mata kejamnya.

"Selamat pagi," sapaku padanya. Dia tak menghiraukan sapaanku sama sekali.

"Baik, langsung saja, ya. Apakah nama Anda Jason Winata?"

"Benar," jawabnya.

"Apakah Anda pernah membunuh seseorang?"

"Tentu saja," jawabnya dengan santai.

"Anda selalu meminum alkohol?"

"Ya, bagaimana mungkin tidak," jawabnya kembali yang membuatku tertunduk menahan tangis.

"Jason, apakah kau mengenalku?" Dia tampak melirik nametagku dan berkata, "Kau Nanda teman sebangkuku?" Aku mengangguk.

"Ya, itu aku, ternyata kau masih ingat".

Dia sedih, tangisnya pecah bercampur rasa menyesal. Aku memeluk dan berusaha menenangkannya.

"Jason, kita bertemu lagi sekarang, tetapi mengapa kau menjadi seperti ini? Mengapa kau begitu hancur?" ucapku sembari meneteskan air mata.

"Nanda, a--aku sangat malu padamu, aku juga tidak tahu mengapa jadi seperti ini, kau sudah menjadi polisi seperti cita-citamu dulu, kau sudah sukses, sedangkan aku? Aku benci diriku, Nan," jelasnya disertai isak tangis yang semakin pecah.

"Orang tuaku juga tidak pernah peduli padaku lagi." Dia memukuli kepalanya dengan kuat.

"Aku sangat merindukanmu, Jason, tetapi kau sudah seperti ini. Aku tidak pernah menyangka kau akan menjadi seperti ini. Tidak apa meski orang tuamu sudah tidak ada di samping lagi. Tuhan masih bersamamu, syukurilah setiap detik yang kau jalani, " ucapku.

Dia menyeka air mata, dan melepas pelukanku. Menceritakan semua hal yang telah dia buat setelah perpisahan orangtuanya itu. Aku sungguh amat terkejut dengan ceritanya, karena sudah sangat lama aku tidak mendengar kabarnya. Orang tuanya ternyata sudah meninggal dan dia berkata tidak peduli lagi mau hidup ataupun tidak. Dia sekarang sudah sangat berbeda, tubuhnya mengurus dan model rambutnya tidak tentu rudu. Tak apa, bagaimana pun keadaannya dia tetap temanku, aku tidak menyangka akan bisa bertemu lagi dengannya walaupun di jeruji besi.

***

Jason dihukum seumur hidup dalam penjara, dia menerimanya dengan hati rela. Karena menurutnya itu hukuman yang setimpal. Dia berkata padaku kalau dia benar-benar menyesal tetapi, walaupun dia sudah menjadi tersangka dan sudah ter-cap menjadi penjahat, dia tetap temanku. Aku tidak akan melupakan kenangan sedari dulu bersamanya.

"Aku akan selalu menyimpan kenangan kita, Jason, kita tetap akan menjadi teman. Selamanya."
-Ananda Stevian.

Nama: Hidayati
Jumlah kata: 730

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang