AWAL DARI DENDAM

26 4 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***


"Lintang, awas!" teriak Sean sambil berlari ingin menghampiri Lintang.

Lintang yang mendengar teriakan Sean pun menoleh ke belakang. Lintang melihat sebuah mobil yang sedang melaju kencang ke arahnya.
Lintang yang terkejut tak bisa menghindari mobil tersebut.

"Lintang!"

Brak!

Lintang terpental beberapa meter, dan kepalanya membentur badan jalan sehingga seragam yang putih bersih menjadi merah karena terkena darah Lintang. Sean yang melihat itu langsung berlari menghampiri pujaan hatinya.

"Lintang, kamu kuat, oke. Jangan tutup mata, kita ke rumah sakit." Dengan suara bergetar Sean menguatkan sang kekasih.

"Sean," dengan suara lirih.

"Enggak, enggak, aku mohon bertahan sebentar lagi ambulans datang," ucap Sean yang sudah meneteskan air matanya.

"Jangan nangis, nanti gantengnya hilang," ucap Lintang lirih.

"Jangan banyak bicara dulu, Sayang, kita ke rumah sakit," titah Sean dengan rasa khawatir bila sang kekasih meninggalkannya.

Lintang dibawa masuk ke ruang UGD, dengan beberapa suster dan dokter.

Sean yang menunggu di depan UGD dengan wajah khawatir. Sejak di perjalanan menuju rumah sakit, Sean sudah menghubungi teman-temannya untuk mencari orang yang menabrak Lintang.

Di lain sisi, tepatnya di dalam mobil, seseorang tersenyum miring karena berhasil menabrak Lintang.

"Mampus lo!" Sambil tertawa puas.

Sementara Sean sedang merutuki kebodohan karena tidak bisa menjaga Lintang dengan baik.

"Bodoh! Bodoh lo, Sean. Gua nggak bakalan biarin orang yang nabrak lo hidup bebas, Tang," gumam Sean sambil mengepalkan tangannya.

"Gimana?" tanya Sean yang sedang berbicara pada seseorang yang telah dihubunginya.

"Gua udah tau siapa yang nabrak Lintang, dan sesuai dengan prediksi lo," jawab Doni.

"Awasi dia, gua nggak mau dia lolos begitu aja," ucap Sean dengan tersenyum miring sambil mengakhiri pembicaraannya di telepon.

"Tunggu pembalasan gua," gumam Sean sambil mengepalkan tangannya.

Tak berapa lama seorang dokter keluar dari ruang UGD, dan Sean yang melihat dokter itu keluar langsung menghampirinya dengan perasaan khawatir.

"Bagaimana keadaan pacar saya, Dok?" tanya Sean.

"Sodari Lintang mengalami benturan yang keras di bagian kepalanya, dan kondisinya saat ini kritis. Kita hanya bisa berdoa agar sodari Lintang bisa melewati masa kritisnya," jawab sang dokter dengan menepuk pundak Sean.

Mendengarkan keterangan sang dokter, pertahanan Sean runtuh seketika. Sean terduduk sambil merutuki dirinya yang tak bisa menjaga Lintang dengan baik.

"Kak," tegur Leo—adik Lintang.

"Le, maafin Kakak nggak bisa jagain kakakmu dengan baik," ucap Sean sambil memeluk Leo.

"Ka-kak Lintang di mana?" tanya Leo terbata-bata.

"Kak Lintang kritis, Le, dia masih di dalam dan kita belum diperbolehkan melihatnya," ungkap Sean dengan suara bergetar.

"Kak, Leo takut Kak Lintang pergi," ungkap Leo yang telah menangis.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang