Kita Berbeda

111 3 0
                                    


Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesaamaan nama, tempat, latar, dan lain-lain.

Selamat membaca dan selamat menikmati. Semoga suka. Terima kasih.

* * *

Aku berdiri di sini, menatapnya yang bersinar seperti bintang. Aku suka dia. Aku suka bagaimana ia tertawa, aku suka senyumnya, aku suka gaya bicaranya, aku suka tubuh tinggi tegapnya. Ketika dia berjalan, ketika dia tengah serius, ketika dia bercanda, bahkan ketika dia marah aku juga suka. Intinya, aku suka semua tentangnya.

Rintik yang jatuh di wajahku menjadi saksi kalau lagi dan lagi aku terpesona padanya. Terpesona pada dirinya yang luar biasa. Mungkin, aku akan terus merasakan hal yang sama setiap kali melihatnya.

[Bentar, ya, dikit lagi selesai.]

Aku membaca pesan darinya sambil tersenyum, membalas 'iya' lalu kembali memperhatikan dirinya yang kini tengah berbincang dengan beberapa temannya. Ia menoleh padaku, memberikan senyum yang langsung membuat kedua pipiku bersemu. Astaga ... senyumnya manis sekali. Jantungku langsung berdetak cepat seperti ingin meloncat keluar. Secepat kilat aku langsung mengalihkan pandangan tidak mau kalau sampai ia melihatku seperti ini.

Saat ini aku tengah duduk di bangku kayu sebuah taman di pusat kota. Menemani Agam--kekasihku--bertemu teman-temannya untuk membahas tugas kuliah. Katanya, setelah ia selesai dengan tugasnya itu ia akan mengajakku jalan-jalan. Itu sebabnya aku ada di sini, duduk menunggunya sambil mengunyah pocky.

"Udah selesai?" tanyaku ketika melihat Agam yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depanku. Dia mengangguk, lalu mengambil duduk di sebelahku.

"Udah. Habis ini kita mau ke mana?" tanyanya.

Aku diam sejenak, antara bingung dan malu ditatap intens seperti itu olehnya.

"Terserah Kakak aja, deh, aku mah ngikut aja. Tapi, kayaknya sih kalo bisa jangan ke tempat yang terbuka, soalnya udah mulai gerimis. Takutnya ntar kita kehujanan," balasku.

"Kalo gitu kita nonton aja, ya. Katanya hari ini ada film horor yang baru rilis. Kayaknya seru."

"Yaudah, ayo!" balasku penuh semangat.

Agam tertawa, ia mengacak-acak rambutku yang tadi pagi sudah susah payah kuatur. Aku menatapnya kesal, sambil merapikan poniku yang berantakan.

"Yaudah, kalo gitu aku ke toilet dulu, ya. Kamu di sini aja, jangan ke mana-mana!" ujarnya yang hanya kubalas anggukan.

Sebelum beranjak, Agam mengacak-acak rambutku lagi, yang sontak membuatku memekik kesal. "Ish, Kak Agam!"

Dia hanya tertawa, lalu melangkah menjauh menuju toilet umum.

Aku berdecak melihat kepergiannya. Agam sangat menyebalkan! Ingin rasanya aku mendorong pria itu ke kandang macan!

Eh, tapi aku sayang, nggak jadi didorong, deh.

"Hai, Amel."

Aku sontak mendongak ketika ada yang memanggilku. Seorang perempuan, kalau nggak salah dia adalah salah satu temannya Agam, pasalnya tadi aku melihat perempuan itu ikut duduk bersama dengan Agam.

"Eh, iya, Kak," balasku tersenyum. Perempuan itu ikut tersenyum lalu bergerak duduk di sebelahku.

"Aku Lia. Kamu pacarnya Agam, 'kan?"

"Iya, Kak. Hehe."

Aku tidak tahu maksud perempuan itu menghampiriku. Yang jelas, saat ini perasaanku tidak enak begitu melihat transformasi raut wajahnya yang berubah secepat kilat.

"Jauhi Agam," ucapnya, ia menatapku datar.

Dahiku berkerut bingung, sama sekali tidak paham maksud dari perempuan itu. "Eh, kenapa, Kak?"

"Gue bilang, jauhi Agam!" balasnya. Ia menatapku tajam, penuh permusuhan. "Dasar bocil nggak tau diri! Lo nggak malu pacaran sama orang yang lebih tua lima tahun dari lo, hah! Lo itu beg* banget! Lo pikir Agam beneran sayang sama lo? Enggak! Dia itu cuma pura-pura, dia itu cuma mau main-main sama lo!"

Tubuhku langsung menegang setelah mendengar perkataan Lia. Apa benar Agam hanya main-main denganku? Dengan hubungan kami?

"Harusnya sekarang gue sama Agam udah jadian, tapi karena lo, hubungan gue sama Agam malah jadi makin renggang! Lo itu cewek nggak tau malu, nggak tau diri! Gue ingetin sama lo, jauhi Agam!"

Setelah mengatakan itu, Lia berlalu pergi. Sementara aku masih membeku, menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Pikiranku kacau, hatiku kacau. Perkataan dari Lia tadi benar-benar mempengaruhiku. Memang benar, saat ini aku menjalin hubungan dengan lelaki yang usianya terpaut lima tahun dariku. Banyak yang menentang hubungan kami, katanya aku masih terlalu anak-anak untuknya yang sudah bisa dibilang cukup dewasa. Namun, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menahan perasaan yang muncul di hatiku. Jika aku bisa menentukan ke mana hatiku berlabuh, aku juga tidak akan memilih untuk mencintai Agam.

Perasaan insecure dan minder langsung menyerangku. Apalagi ketika aku melihat Agam yang tengah berjalan ke arahku, aku semakin merasa rendah diri. Dia adalah lelaki yang luar biasa, dia tampan, baik, dan pintar. Sedangkan aku hanyalah wanita biasa yang baru beranjak SMA, jika disandingkan dengannya sudah sangat jelas kalau aku tidak pantas.

"Kita berbeda, apa kita bisa?"

End.

Penulis : Rasi Bintang
Jumkat : 717

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang