Dendam

34 2 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***


"Pstt pstt."
"Hei, kamu."

Lagi.

Sudah setahun ini aku selalu diikuti pengganggu kecil. Ke mana pun aku pergi dia selalu datang. Aku memang memiliki kemampuan yang tidak dimiliki semua orang. Biasanya mereka menyebutku seorang indigo.

"Kak, Kakak Cantik." Dia memanggilku lagi dan lagi.

"Hmmm?" jawabku.

Karena di sini lagi ramai, kujawab dia dengan deheman. Jika tidak, aku akan meneriaki dia karena sudah menggangguku. Aku ingin malam ini tenang tanpa dirinya, tetapi nyatanya tidak bisa.

"Hihihi."

Wushhh!

Dia menghilang begitu saja.

Sialan. Ingin sekali kubunuh dia agar dia merasakan kematian untuk kedua kalinya. Sudahlah, dia juga sudah pergi. Aku harus membereskan pekerjaanku.

Setelah beberapa menit aku sibuk melayani para pelanggan, akhirnya pelanggan-pelanggan itu pergi. Sekarang aku hanya tinggal menunggu temanku datang.

Tring!

Ah, dia sudah datang. Akhirnya saat-saat yang kutunggu pun tiba.

"Aduh, maaf ya lama. Tadi ada sedikit masalah di rumah," ujarnya merasa bersalah. Dia Hanna—partner kerjaku yang paling dekat denganku. Kami sama-sama mengambil jam kerja malam. Kami sering bertukar cerita tentang masalah kami. Dia juga tahu bahwa aku memiliki kemampuan melihat makhluk tak kasatmata.

"Santai saja, Han. Kau tak perlu meminta maaf," ucapku.

"Hahaha. Aku harus meminta maaf karena telat. Sebagai permintaan maafku, bagaimana kalau aku traktir kamu makan mie?"

"Serius? Oh ayolah, aku juga sudah sangat lapar," ujarku begitu antusias saat mendengar makanan.

"Sudah kuduga kau tak akan menolak." Dia terkekeh.

"Mil, titip supermarketnya bentar ya."

"Oke, Kak."

Saat akan keluar dari supermarket, angin dingin menerpa wajahku. Saat mataku terbuka, sebuah wajah pucat hadir tepat di depan mata. Tidak, wajah gadis pucat ini begitu familier. Dia adalah ....

*Flashback On

Satu bulan yang lalu.

Aku sedang berjalan pulang ke rumah. Saat akan melewati gang sepi, tiba-tiba aku mendengar jeritan tertahan seorang gadis. Didorong rasa penasaran, aku memberanikan diri 'tuk melihat apa yang terjadi.

Hampir saja aku berteriak saat melihat seorang gadis yang sedang disiksa. Walaupun tempat itu redup, aku masih bisa melihat peristiwa itu. Aku sangat ingin menghentikan, tetapi aku tidak memiliki keberanian.

"T-tt-ttolong ...," rintihnya.
Gadis itu melihat ke arahku, menatapku penuh harap. Dan ....

Mereka menusuk perut gadis itu. Aku terkejut dan tak sengaja kakiku menginjak botol. Buru-buru aku lari meninggalkan tempat itu atau aku akan jadi korban selanjutnya. Aku berharap gadis itu bisa selamat.

*Flashback Off

Dia ternyata gadis itu. Ternyata dia tidak selamat.

"Kenapa? Kok berhenti?" tanya Hana. Dia menatapku heran.

"Tidak apa-apa, Kak. Kakak duluan aja, nanti aku nyusul," ujarku. Aku berusaha tidak melihat hantu gadis di depanku. Akan tetapi, sepertinya dia sudah tahu aku dapat melihatnya.

Setelah Hanna pergi aku buru-buru pergi ke kamar mandi. Mencuci muka dan menenangkan diri.

Wushh!

Bayangan gadis itu muncul di belakang tubuhku. Dia menatapku tajam, bibir pucatnya menunjukkan senyum mengerikan.

"Kau siapa? Untuk apa kau menemuiku?" tanyaku sambil membasuh tanganku di wastafel.

"Kau pikun? Kau sudah melihatku akan dibunuh, akan tetapi kau meninggalkanku," ucapannya dipenuhi dendam. "Aku akan membuat kau kehilangan orang-orang terdekatmu, termasuk temanmu tadi," lanjutnya dan dia pun menghilang.

Apa? Orang terdekat? Teman? Oh tidak, Hana!
Aku berlari kencang keluar dari kamar mandi. Aku harus cepat sebelum Hana celaka. Hantu sialan, bahkan dia tidak mau mendengar penjelasanku.

Dari seberang ini, aku melihat Hana menungguku. Dia melihatku dan melambaikan tangan. Aku tersenyum lega saat dia baik-baik saja. Senyumku seketika hilang saat hantu gadis itu muncul di belakang Hana. Dia menatapku menang, kemudian dia masuk ke tubuh Hana. Dia mengendalikan tubuh Hana, membawa tubuh Hana berjalan ke arah jalan raya. Aku panik, mau menyeberang, tetapi jalan begitu ramai.

"Hana!" pekikku agar dia berhenti. Namun, itu sia-sia karena di tubuh Hana bukanlah dia.

Silauan cahaya lampu truk dari kejauhan membuatku semakin panik. Aku nekat berlari menembus jalan, meski belum lampu hijau. Namun, tanganku ditarik pengikut kecilku.

Tinnnnn!

Hampir saja aku ditabrak mobil sedan.

"Kau mau mati?!" teriaknya kencang. Aku tidak peduli, saat ini aku hanya ingin menyelamatkan Hana. Tiba-tiba ....

Tinnnnnn!
Brakkkkk!

Tubuh Hana terpental jauh saat bagian depan truk menghantamnya.

"Tidak, Hannaaa!"

Aku telat, tubuh Hana sudah terkulai dengan wajahnya yang bersimbah darah. Sekuat tenaga aku berlari menuju Hana, dengan tangan gemetar aku meraih kepalanya. Kucek nadinya dan ....

Deg!

Ternyata nadi Hana berhenti. Tidak, ini tidak mungkin. Kucoba memeriksa sekali lagi dan hasilnya nihil.

"Sudah kubilang, dia akan mati malam ini," bisik hantu gadis itu tepat di telingaku. "Dan kau selanjutnya yang akan mati." Hantu gadis itu berbalik sembari tertawa dan menghilang di antara kerumunan orang.

***

SELESAI

Nama: Ruth Silaen
Jumlah kata: 719

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang