KEJADIAN WAKTU ITU

19 5 1
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain sebagainya

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***

Hari ini awan tampak menghitam, disertai petir yang beberapa kali menyambar, juga angin kencang berembus membuat pepohonan kelapa di tepi pantai itu menjatuhkan buahnya.

Aku berdiri sedikit jauh dari pepohonan bersama istriku, Ranti. Kami sedang mengikuti acara keluarga, walaupun cuaca tak mendukung, acara itu tetap berlangsung.

"Beneran? Cuma sebentar? Nanti merembet ke mana-mana lagi," ucap Ranti, wanita yang kunikahi beberapa tahun silam.

"Iya beneran, cuman menghirup angin di luar doang," jelasku dengan penuh hati-hati sembari melihat mata Ranti yang penuh kecurigaan. Perempuan itu sangat cerewet, bahkan untuk mengasuh anak saja dia enggan.

"Kalau Reza dan Rian nanyain?" tanyanya lagi. Hari ini ia terlihat menor di acara yang hendak dihadirinya.

"Ya bilangin, Papanya nungguin di luar dekat pantai." Sambil menunjuk ke arah tempat itu.

Aku menuju tempat duduk di mana tempat itu. Makanan khas daerah ini tidak cocok dengan selera lidahku. Di sana terlihat tiga bocah laki-laki tengah bermain voli dengan senang bersama Rian di tepi pantai.

'Melihat ketiga bocah itu, aku jadi teringat Eza, Dika, dan Ali.' Yang kumaksud adalah anak dari pernikahanku dengan Tasya.

Tempat ini juga tidak terlalu asing. Hanya saja agak sedikit berbeda dengan tahun-tahun yang lalu.

Tiba- tiba, seorang wanita penjual asongan menawarkanku kopi.

"Pak, mau kopi sama rotinya ?" tanyanya.

"Boleh, buatkan kopi hitamnya satu."

Tiba-tiba aku teringat Tasya, istri pertama yang kutalak karena pertengkaran hari itu.

"Andai saja Tasya mengakui segala apa yang dia perbuat dulu, setidaknya demi anak-anaknya. Ya Tuhan, sedang apa anak-anakku? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah kalian menjalani hari-hari dengan penuh keceriaan? Ataukah kalian harus merasa suram saat ibu kalian harus menikah lagi?"

**FLASHBACK**

"Ini apa?!" Aku melempar beberapa foto ke wajahnya.

"I–ni." Tasya terbata dengan wajah pucat dan gugup yang kentara.

"Jawab!" bentakku sambil memukul meja. "Tasya! Kau hanya harus mengakui segala hal yang kau perbuat dan meminta maaf. Pasti aku akan memaafkanmu. Bukankah ini punyamu? Mau mengelak apa lagi? Beritahu yang sebenarnya kepadaku!"

Wanita yang kubentak itu hanya terdiam saja.

"Itu bukan aku," ucap wanita itu seraya menunduk dalam.

"Kamu masih mengelak? Sudah jelas itu wajahmu yang tengah dipeluk pria lain!"

Aku memegang foto juga wajah wanita itu dengan penuh emosi.

"Lihat ini!"

"Itu bukan aku!"

"Cukup kau berbohong! Mau kutampar, hah? Biar kau sadar, jelas-jelas sudah banyak bukti! Kau hanya harus meminta maaf dan mengakui hal itu, maka aku akan memaafkanmu."

"Aku tidak akan meminta maaf atas apa yang tidak pernah kulakukan!"

"Masih mau mengelak terus?! Bahkan Ibu dan Ranti melihat semua itu!"

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang