Jika Saja Aku Adalah Tuhan

57 2 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesaamaan nama, tempat, latar, dan lain-lain.

Selamat membaca dan selamat menikmati. Semoga suka.
Terima kasih.

* * *


Bau minyak kayu putih menyengat menusuk masuk indra pembau sampai ke kepalamu. Atas komando otak, tanganmu segera menutup hidung.

"Bau!"

Seluruh galaksi terlonjak kaget karena teriakanmu.

Dari arah matahari terbit, angin bertiup sepoi. Hawanya berhasil membekukan seluruh hidrogen. Gunung-gunung beranjak dari tempatnya sambil memuntahkan cairan merah panas. Seluruh makhluk hidup di bumi terbakar mati.

Lempeng bertabrakan hingga getaran hebat mengguncang planet tempat manusia berkembang biak itu. Samudra menarik diri di satu titik hingga tingginya hampir menyamai gunung-gunung; bersiap menerjang daratan. Terik matahari membakar kulit sebab atmosfer menipis dengan ekstrem.

"Tuan, mohon perhatikan kami!"

"Tuan ...."

"Bantu kami."

"Maafkan dosa-dosa kami."

Kamu menautkan alis mendengar seruan-seruan sahut-menyahut yang makin kencang terdengar. Bisingnya sampai membuat kamu menutup telinga. Kebingungan menjalari batinmu.

"Ha?"

Matamu kemudian tertuju ke lantai kaca tempatmu berpijak. Bumi telah hancur sebagian. Mulutmu menganga dan matamu melebar menunjukkan ekspresi tak percaya.

Saat menyadari seluruh mata para bawahanmu tertuju padamu, kamu berdeham dengan gaya se-cool mungkin bak tak terjadi apa pun. Kamu tampak seperti seorang pejabat yang lebih memprioritaskan wibawa ketimbang rakyatnya.

"Ekhem."

Kamu mengepalkan tangan dan seluruh alam berhenti bergerak. Dengan perlahan, gunung, lempeng, angin, atmosfer, dan samudra, kembali ke tempatnya. Alhasil, permukaan bumi kembali seperti beberapa detik sebelum kamu berteriak 'bau' tadi. Meskipun ... tangis duka menggerayangi tiap manusia sebab kamu tak mengembalikan nyawa kepada yang telah telanjur mati.

Kamu mengembuskan napas setelah semua usai. Keringat terlihat mengucur setetes dari pelipismu.

"Siapa yang pakai minyak kayu putih?"

Udara di sekitarmu bergetar. Seluruh bawahanmu menunduk tak ada yang menjawab. Namun, ada pergerakan kecil di ujung. Kedua wanita yang tengah berbisik-bisik dan sedikit tolak-tolakkan.

Kamu memejamkan mata seraya menarik napas dan mencoba mengontrol diri.

"Siapa?" tanyamu lagi dengan senyum di bibir.

Netramu menilik kedua wanita yang tampak mencurigakan itu. Salah seorang dari mereka mengangkat tangan.

"Saya, Tuan."

Parasnya cantik, tetapi sedikit tak ber-attitude.

Kamu masih bertahan dengan senyum asal-asalan itu. Dengan tangan terulur, kamu berkata, "Kemarikan benda bau itu."

"Tidak mau. Ini punya saya."

Wanita lainnya yang bersebelahan dengannya terdengar mengaduh kecil.

Setelah mencerna jawaban cepat dari wanita itu, hanya butuh 5 detik sampai tubuhnya terangkat dan dengan kecepatan suara, lehernya telah sampai di genggamanmu.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang