Cahaya untuk Senja

120 2 0
                                    


Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.
Selamat membaca dan semoga suka.
Terima kasih.

***




Seorang gadis duduk di ayunan dengan tatapan kosongnya. Kemudian gadis lain ada yang menghampiri dan ikut duduk dengannya.

"Adik cantik kok cemberut?" tanya Mentari tersenyum manis kepada adiknya di ayunan, tetapi tak dipedulikan.

"Kalau suatu saat Kakak pergi kamu bakal bahagia?" tanya Mentari melirik Senja.

"Aku adalah orang yang paling bahagia, menjadi anak satu-satunya yang tersayang," jawabnya dengan raut datar tanpa rasa bersalah.

"Kenapa?"

"Karena Kakak sempurna, punya teman banyak dan selalu disayang ayah sama mamah,'' jawab Senja.

"Kamu punya aku, Ja."

''Aku buta, Kak, cuman ada kegelapan yang bisa aku liat!" tegas Senja dengan penekanan.

"Aku akan selalu jadi cahaya buat kamu, Ja."

"Kakak gak bisa! Aku cuman sendirian!"

***

"Bi, kita titip Senja, ya," pamit Lina, Ibu Senja dan Mentari.

Mentari menghampiri Senja yang berdiri dengan tongkatnya. "Kakak pergi dulu, ya."

"Pergi yang jauh kalau perlu mati aja sekalian!'' tegas Senja.

"Senja!" teriak Andi.

"Ayah sama Mamah gak pernah peduli Senja karena Senja anak aib, 'kan? Kalian gak pernah peduli Senja! Senja benci kalian!''

"Biarin aja lah mas itu anak," sahut Lina.

***
Sudah beberapa hari hubungan Mentari dan Senja semakin memburuk dan selalu mengurung diri di kamar. Apalagi saat Mentari memenangkan perlombaan membuat Senja sangat membencinya, padahal Mentari memberikan pialanya untuk Senja.

Andi masuk ke kamar Senja untuk berbaikan dengan anaknya karena ia sering memarahi Senja.

"Maafin Ayah, Senja," pinta Andi.

"Udah aku maafin," jawabnya singkat.

"Ada kabar baik buatmu, yaitu kita udah nemuin donor mata buat kamu," ucap Andi membuat Senja tersenyum bahagia, akhirnya dia bisa melihat.

"Beneran, Yah?"

"Minggu depan operasinya," jelas Andi.

"Makasih, Ayah," ucap Senja bahagia lalu disambut pelukan oleh ayahnya.

Mentari yang berada di situ juga ikut bahagia. Andi menatap Mentari penuh makna.

''Selamat, Senja," ucap Mentari

Senja menggenggam tangan Mentari. "Aku seneng, Kak, aku bakal bisa lihat," ujarnya.

"Aku juga seneng apabila kamu bahagia."

**
Senja berada di ranjang rumah sakit, sebentar lagi operasi akan dimulai.

"Aku takut, Kak," cicit Senja.

"Kamu pasti bisa, katanya kamu mau liat senja," ucap Mentari.

Senja menggeleng. "Aku berubah pikiran, yang pengin aku lihat pertama itu Kakak.' 

Mentari tersenyum miris. "Saat nanti kamu bisa lihat coba liat cermin, aku ada dalam dirimu."

Wajah Mentari pucat, napas tak beraturan dan duduk di kursi roda dengan infus di tangannya. Mentari mengidap sakit leukimia limfoblastatic akut. Namun, ia merahasiakan dari adiknya.

"Shhhh."

Darah keluar dari hidung Mentari membuat Senja curiga.

"Kakak gak papa?"

''Gak papa," ucap Mentari meyakinkan bahwa dia baik-baik saja. Padahal kondisinya sangat parah, jauh dari baik-baik saja.

**

"Ada kabar buruk, pendonor tidak jadi mendonorkan matanya untuk Senja," ujar sang dokter kepada keluarga Mentari dan Senja.

"Jadi gimana, Dok? Operasi akan dibatalkan?" tanya Andi panik.

"Yah," sahut Mentari.

''Aku mau minta sesuatu sama Ayah," pinta Mentari. "Pokoknya Ayah gak boleh nolak permintaan aku!"

"Apa, Sayang?"

Andi pun menunduk membiarkan Mentari berbisik kepadanya. Setelah itu Andi langsung memeluk erat putrinya itu.

"Kamu pasti sembuh," bujuk Andi.

"Aku udah capek, Yah," keluh Mentari. "Mentari pengin tidur,'' lanjutnya.

***
Setelah beberapa jam akhirnya operasi selesai. Senja menunggu perbannya dibuka.

"Udah siap?" tanya sang dokter.

"Siap banget, Dok," ujar Senja bersemangat. Ia tak sabar bisa melihat dunia.

Senja mulai membuka matanya yang diperban. Dengan hati-hati ia membuka kelopak matanya.

"Ini berapa?" tanya sang dokter menunjukan tangannya. Senja teringat Mentari yang mengajarkannya lewat rabaan dan Mentari yang selalu menuntunnya.

"Satu," jawab Senja bersemangat.

"Alhamdulillah," ucap Lina bersyukur.

Senja menatap sekelilingnya, mencari-cari orang yang selalu bersamanya saat dia buta. Dia ingin melihatnya sekarang.

"Kak Mentari mana?"

"Dia pulang, Sayang," ucap Lina menahan kesedihannya.

"Gimana sih Kakak 'kan aku bilang aku mau liat dia." Senja merengut, melipat kedua tangannya karena merasa kesal. Padahal ia ingin sekali melihat Mentari dan meminta maaf kepadanya.

"Dia udah pergi selamanya, Sayang. Dia juga yang donorin matanya," lirih Andi membuat Senja tak kuasa menahan air matanya.

"Gak mungkin, semuanya bohong! Aku bilang aku mau dia orang yang pertama kali aku lihat. Dia cahaya aku, Yah."

"Dia bilang dia sayang banget sama kamu, dia pengin kamu bisa lihat, dan dia ingin tidur," ujar Andi membuat Senja meneteskan air mata.

''Mentari udah lama sakit parah, dia menyembunyikan semua dari kamu, Ja," ucap Lina. "Dan kita sering pergi bukan buat senang-senang di luar sana, tapi buat nemenin Mentari kemo."

Senja mengambil cermin menatap wajahnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat kata-kata yang terakhir diucap Mentari.

-Tamat

Jateng, 29 Mei 2022.

Nama: Lala Li
Jumkat: 707


Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang