Promise

59 4 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain lain.
Selamat membaca dan semoga suka.
Terima kasih.

***

"Sayang, aku janji akan selalu ada buat kamu, sampai kapan pun."

Deg!

Kenapa ingatan itu muncul lagi? Sudah tepat setahun, ucapan lelaki itu tak juga terbukti. Aku tak tahu, dia benar-benar pergi dan tega meninggalkanku sendiri, atau memang terjadi sesuatu, entahlah.

Mental down, insecure pula tengah kurasakan. Tiada satu pun sesuatu yang bisa mengembalikan keceriaanku. Sunyi, sepi, dunia ini gak asik. Kupikir, seseorang yang telah berjanji, akan bisa memegang janjinya, ternyata aku tertipu. Atau memang ini takdirku?

Begitu hambar, duniaku tidak ada yang menarik. Sudah kucoba ke mana-mana mencari kesenangan, tapi tak kunjung kutemukan juga.

Hari ini adalah jadwalku masuk lebih siang. Lebih santai, tak seperti biasanya. Aku yang sedang duduk menyesap kopi susu tiba-tiba tersedak.

"Bestod! Lu belum ganti baju? Astaga. Buruan, noh liat jam!" ucap seseorang itu, yang kini tengah berdiri di ambang pintu. Aku hanya menggeleng-geleng heran, melihat kelakuan sahabatku ini.

"Nik, lo sadar gak sih? Ini hari Selasa. Lupa, kalo kita masuk di jam siang?"

"Astaganaga, Lin. Gue lupa. Serius, ampun banget etdah."

"Pantes kagak ada yang suka sama lo."

"Heh. Mana ada, banyak noh yang ngantri mau jadi pacar gue. Asalkan lu tau nih ya, si Bagas, yang katanya cowok paling ganteng satu fakultas itu, dia juga suka sama gue. Jangan ngremehin gue, lu."

"Hm, percaya deh, percaya. Lo kalo mau minum ambil aja sendiri, kagak usah manja. Noh, di dapur." Anik, yang notabenenya teman lamaku, pasti sudah tau seluk-beluk kosan ini. Dia ngeluyur masuk ke dapur, mengambil minuman dan makanan yang dia mau. Sedangkan aku, kembali menikmati kopi dan membaca novel yang sudah beberapa hari ini menjadi temanku.

_____________________

Gubrak!

"To-long." Anik, benarkah itu. Kenapa dia?

Suara itu terdengar dari dapur. Atau? Ah, tidak mungkin. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari, menuju sumber suara.

Deg!

"A-astaghfirullah. An--Anik!" Langkahku terhenti, mematung. Tak bisa berkata-kata lagi, melihat sahabat karibku, kini tak sadarkan diri, dan apa itu? Cairan merah pekat berlumur di tubuhnya.

Aku bingung, heran, takut. Perasaanku campur aduk tak karuan. Air mataku tak berhenti mengalir. Tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang, berkali-kali aku mencubit pipiku, berharap ini hanya mimpi. Namun, kenapa aku tak kunjung terbangun?

Aku takut, aku tak bisa berbuat apa-apa. Kuambil handphone milik Anik, kucari-cari nomor keluarganya dan berusaha menghubungi salah satu dari mereka. Namun, nihil. Entah karena kebetulan atau bagaimana, aku pun tak tahu.

Menangis saja takkan menyelesaikan masalah. Jadi, aku berusaha keluar, mencari bala bantuan.

'Ceklek'

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang