"Tidak tahu malu! Kamu sudah merendahkan keluarga ini dari awal. Sekarang kamu malah membuat onar dengan perjodohan ini! Seharusnya kamu menolaknya. Peduli apa dengan perintah ayahmu!" tekan yuanwar. amar hanya menunduk. Pamannya selalu bersikap seperti itu. Ia sudah tahu. Ia sudah paham akan hal itu! Mengapa pamannya selalu mengulang-ngulang! Merendahkan! Merendahkan!
Amar baru menyelesaikan kuliahnya. Ayahnya langsung memberikan pekerjaan sebagian di kantor milik ayahnya kepada amar. Tadinya amar tidak mau menerima apapun dari ayahnya. Ia akan berusaha dengan tangannya sendiri. Mencari kerja dengan gaji karyawan. Itu tidak terlalu buruk. Asalkan tidak dengan ikut campur ayahnya.
Dan perjodohan? Perjodohan itu terjadi begitu saja. Tanpa meminta persetujuannya. Ayahnya begitu memaksanya. Padahal ia sudah mempunyai kekasih untuk dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
"Berhenti. paman selalu mengatakan itu padaku. Aku sudah mengerti" sarkas amar.
"Ya! Memang harus seperti itu! Kamu harus sadar diri. Di setiap harinya!" Semprot yuanwar.
"Kamu hanya benalu. Kamu tidak pantas mendapat jabatan yang tinggi di perusahaan" yuanwar terlihat menyorot wajah amar dengan bengis. Dirinya selalu di buat kesal dengan amar karena selalu mendapat prilaku spesial dari ari. Ia akui ari memang mempunyai segalanya hasil kerja kerasnya. Ari, ayah anwar dan kakak satu-satunya dari yuanwar.
Amar itu hanya anak haram. Sudah dikatakan dari awal ia berada di keluarga ini, sudah membuat malu. Pikir yuanwar.
Saat amar masih berada di kandungan, keluarga dari pihak ayahnya menolak akan kehadirannya. Ari sadar akan itu. Ia mencintai kelasihnya. Ini kesalahannya. Terlalu mencintai kekasihnya yang saat itu pula menjadi ibu dari amar. Hilda. Ia begitu mencintainya sampai keluarga besar menolaknya tetapi ia begitu bulat dengan tekadnya. Ia harus tetap bersama hilda yang selalu mencintainya. Hilda yang rapuh. Hilda yang selalu memperhatikannya. Hilda yang selalu menangis di belakangnya. Ari tau itu. Keluarganya begitu membenci hilda hingga ia memutuskan menikahi hilda secara diam-diam. Ari rasa itu keputusan yang tepat.
Peduli apa dengan keluarga besarnya. Hingga keputusan itu membawa dampak buruk bagi amar. Amar seperti anak yang tidak mempunyai sanak saudara. Selalu menjauhinya secara terang-terangan. Bahkan ari sering melihat itu. Hati kecilnya merasa bersalah. Sangat. Ia tak tega amar terus di cemooh oleh keluarga besarnya. Mungkin di umurnya yang akan menginjak dewasa amar bisa mengerti. Tetapi amar sudah terbiasa dengan cemoohan sedari kecil. Sedari ia belum mengerti apa-apa. Di situ ari menahan luka dan sangat murka. Tetapi keluarganya tak menghiraukan. Amar dan hilda bagian dari hidupnya. Dengan memberi perhatian dan pengertian. Apa itu cukup menjaga hati keduanya?
"Aku akan memberi tahu ayah jika begitu" tawar amar, yang masih mengontrol emosinya.
"Tidak perlu! Saya bisa mengurusnya sendiri! Dan satu lagi. Jangan selalu menjadi muka malaikat jika berhadapan dengan ayahmu itu! Kurasa kamu harus mengerti" amar mengangguk. Memangnya apalagi yang ia tidak mengerti. Ia terlalu mengerti untuk semuanya. Bahkan sudah terbiasa. Pernah suatu hari....
"Bu....kenapa kita tidak pergi saja dari sini...hikss" kala itu tangis amar terus berlarut.
Hilda terus mengusap pipi amar karena air matanya. Ia juga merasakan sakit jika amar terus-terusan seperti ini.
"Punggungku sakit. Kita beritahu saja ayah...hiks" hilda menggeleng mencoba memberi pelukan hangatnya.
"Ibu tidak mau ayah kamu jadi khawatir. Kamu mau makan? sebaiknya makan dulu. Besok kita kerumah sakit yah? Sekarang kita obati lukamu dahulu" Amar menggeleng. Punggungnya sangat sakit sekarang. Ia hanya ingin pergi dari rumah ini. Apa ibunya tidak mengerti?

KAMU SEDANG MEMBACA
HELLOfuture
RomansJangankan untuk mengalihkan dunia mengalihkan dirimu saja ku tak bisa. Sinarnya selalu padam saat kau tak melihatku dan teriknya membuatku ingin menyerah. Tetapi saat musim hujan datang apa kau sudi berteduh di hatiku. Oh .... cinta bahkan sebelumny...