Atap-atap sepertinya sangat menarik untuk Hanna saat ini. Terlentang tegap lurus dan hanya bisa mengedipkan matanya beberapa kali saat Galang terus terus menempelkan wajahnya ke lehernya.
Hanna bisa melihat jam di dinding menunjukan pukul dua dini hari. Akan tetapi ia sudah terbangun lima menit yang lalu akibat ulah Galang yang terus menempel padanya.
Meratapi dirinya yang gugup bukan main. Hanna mencoba melihat Galang dengan ekor matanya. Ia bisa merasakan suhu tubuh Galang yang tak sehangat semalam.
Menggeliat mencoba menjauh. Hanna tau Galang melakukannya mungkin karena sedang sakit? Jadinya ia sedikit manja. Ia juga tidak tahu.
~~~
"Habis dari mana kamu?"
"Main"
"Mama tau kamu habis main. Tapi kenapa baru pulang sekarang?!" Hhh....! Lihatlah ini sudah pukul dua dini hari! Untuk sekedar bermain. Diana hampir sudah terbiasa dengan ini.
Tadinya Diana hanya mau sekedar mengambil air minum karena merasa haus. Dan ia tahu menahu bahwa Leon keluar rumah malam ini. Tapi ia pikir Leon sudah pulang lebih awal.
"Mulutmu bau alkohol" ucap Diana menusuk.
Sedangkan Leon terus membuang muka dari hadapan Diana.
"Dan wajahmu. Kenapa dengan wajahmu?" Bisa di lihat pelipis dan sudut bibir Leon yang memar dan sedikit mengeluarkan darah.
"Benar-benar tidak bisa di atur" karena Leon tak kunjung menjawab Diana menarik tangan Leon.
"Diam. mama tau ini sakit" Leon terus menjauhkan wajahnya dari hadapan Diana. Karena Diana menarik Leon untuk membersihkan lukanya.
"Keputusan mama sudah bulat. Kamu harus melanjutkan pendidikanmu di luar negri. Supaya kamu bisa menjauhi semua teman-teman brandalanmu itu"
"Dan mama sudah memilih jurusan yang tepat untuk kamu"
"Sudah. Aku mau ke kamar"
"Sebentar. Ini belum selesai" Diana beralih pada luka Leon dan meneteskan sedikit obat merah.
"Mama sudah memilih universitas terbaik buat kamu. Jadi jangan kecewakan mama" setelahnya Diana pergi meninggalkan Leon sendiri di ruang tamu.
"Jangan kecewakan mama"....
Kata-kata itu yang terus terngiang di pikiran Leon sekarang.
Memejamkan matanya rapat lalu meraup rambutnya kasar. Sialan!
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Melangkah gontai menaiki tangga menuju kamarnya. Membuka pintu dan melihat sekeliling. Membuka jaket jeansnya. Belum ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Leon teralihkan oleh cermin besar yang ada di lemari.
Melihat pantulan dirinya sendiri di cermin itu. Sangat terlihat berantakan. Wajahnya begitu kacau. Mengingat kejadian semalam.
~~~
Flasback on"Taruhan?"
"Yap....kenapa lo gak berani?" Remehnya.
"Kenapa lo ngajak gue buat taruhan?" Tanya Leon
"Hehh!" Tunjuk remaja itu sambil mendorong dada Leon pelan sambil memperlihatkan smirk nya.
"Lo tau citra itu cantik? Lo kan juga tau dia primadona waktu di sekolah dulu" Dan Leon hanya terdiam tidak menanggapi pertanyaan remaja yang seumuran dengannya itu.
"Gue gak mau" singkatnya. Ia hanya sekedar tau nama itu. Tetapi dirinya tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekolahnya. Alhasil ia terkesan cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLOfuture
RomanceJangankan untuk mengalihkan dunia mengalihkan dirimu saja ku tak bisa. Sinarnya selalu padam saat kau tak melihatku dan teriknya membuatku ingin menyerah. Tetapi saat musim hujan datang apa kau sudi berteduh di hatiku. Oh .... cinta bahkan sebelumny...