#70

229 18 3
                                    

Galang masih terbaring di ranjangnya. Pagi ini ia tidak berangkat ke kantor karena hari libur. Matanya terasa sangat mengantuk akibat semalam ia tertidur terlalu larut karena terus mendengarkan ocehan Leon lewat telpon.  Tiba-tiba saja Leon menelponnya dan membahas lagi-lagi tentang masalahnya yang ingin menikah. Pada awalnya ia hanya mendiamkan nomor yang tidak kenal itu. Karena terus berdering dengan terpaksa Galang angkat. Dan ternyata Leon. Mungkin Leon meminta nomornya pada Ayah.

Galang hanya sedikit heran kenapa Leon menghubunginya. Tetapi saat ia bertanya.

"Tiba-tiba kepikiran saja!!!" Bisa Galang dengar suara Leon yang menggelegar.

"Memangnya tidak boleh!"

"Awalnya gue udah buka hati buat lo! Kalau lo kakak gue!"

Ish. Sungguh terdengar menggelikan di dengar Galang.

Suara Leon sangat memekakan telinganya. Galang hanya bermaksud bertanya mengapa Leon menelponnya. Tapi malah yang ia dapat malah sentakan.

Tetapi saat malam itu pula Galang memberi jalan untuk Leon. Galang akan membantu Leon untuk meyakinkan Ayahnya Hendra dan pastinya Diana. Untuk bisa memberi izin Leon menikah.

~~

"Subuh tadi ibu bangunkan, tapi kamu nggak bangun-bangun" suara itu terdengar dari arah dapur.

"Ahh....maaf bu" ia tak menjalankan ibadahnya. Galang menghampiri ibunya yang sedang memasak di dapur. Sambil membawa gelas berisikan air putih di tangannya.

Desi terlihat menghela nafas pelan. Melirik sekilas Galang yang menghampirinya.

"Masak apa bu?"

"Sup. Kamu mau yang lain?" Tanya Desi tanpa berpaling dari wajan di depannya.

"Tidak" Galang menggeleng dan terdiam sejenak di samping Desi sambil memperhatikan sang ibu. Guratan kecil di bawah mata sang ibu sudah mulai terlihat.

"Bu?"

"Apa?...kamu ngapain disini sana mandi" titah Desi karena tahu betul Galang belum mandi terlihat dari penampilannya yang tak memakai atasan.

"Apa...ibu tidak mau ketemu Darel?" Tenang Galang dalam bertanya. Sebenarnya akhir-akhir ini Galang selalu memikirkan sang putra disana. Sempat ingin berpikiran untuk membawa Darel tetapi takut Hanna semakin membencinya. Desi sudah tahu bahwa Galang bertemu Darel sewaktu itu Desi tentu ikut bahagia. Dan menanyakan ini itu tentang keadaan cucunya itu. Tapi setelah Galang menceritakan bahwa Hanna sepertinya tidak akan membiarkan membawa Darel tentu Desi merasa sedih.

"Tentu mau. Memangnya kenapa? Darel mau kesini?" Desi terlihat antusias.

Galang terlihat tersenyum kecil menanggapi ekspresi sang ibu.

"Nanti akan aku usahakan" mengusap bahu ibunya lembut.

"Yasudah aku mandi dulu" sambil terus tersenyum kecil melihat ibunya dan berlalu dari sana.

~~

"Leon?" Tumben sekali ada apa Leon kesini. Pikir Desi.

Leon hanya tersenyum kikuk menanggapi Desi. Ini baru pertama kalinya Leon melihat secara langsung ibu kandung dari Galang.

"Ga-kak Galang ada?" Lidahnya sedikit kelu.

"Ada masuk dulu" Desi terlihat membuka pintu itu lebih lebar.

"Iya" jawab Desi. Terlihat Desi sudah membelakangi Leon.

"Ayo" Leon terlihat ingin menarik tangan seseorang. Tapi tangan itu terlihat memberontak.

"Aku bisa jalan sendiri" cicitnya. Galang terlihat jengah dan berjalan terlebih dahulu. Di ikuti seseorang di belakangnya.

~~

Galang melirik jam di dinding. Astaga lihatlah ini masih pukul sembilan pagi. Leon terlalu pagi datang kesini tidak sesuai dengan perjanjian semalam.

Sebenarnya Galang sangat malas jika hari liburnya ada yang menganggu. Tapi yasudahlah.

"Dia yang mau kamu nikahi?"

"Iya"

Galang terlihat tenang memperhatikan perempuan yang berada di samping Leon. Dan Galang bisa lihat kegugupan yang tentunya sangat ketara.

"Nak, ibu keluar dulu yah mau kedepan sebentar. Yak nak Leon" dan Desi hanya tersenyum pada perempuan berhijab itu.

"Mau apa bu?" Tanya Galang.

"Mau ke supermarket dulu... yahh.." dan di akhiri dengan Galang yang mengangguk.

Terdengar suara pintu yang tertutup. Galang menggaruk pelipisnya.

"Baik sekarang kita mau apa?" Tanya Galang bingung. Karena memang Leon tidak memberikan alasan untuk apa mereka datang kemari di telpon. Padahal sudah di katakan sebelumnya lebih baik langsung bertemu dengan sang Ayah saja.

"Hhh!" Leon terdengar membuang nafas kasar. Yang membuat perempuan di samping nya kaget.

"Kita langsung keintinya saja. Bagaimana kalau gue...nikahin dia diam-diam?" Leon memelototkan matanya ke arah Galang dengan serius. Dan Galang langsung melihat reaksi yang di berikan perempuan di samping Leon.

"Leon...aku..." perempuan itu terlihat menarik nafas sesak.

"Kamu paksa aku kesini karna ini?" Suara perempuan itu terdengar parau. Ia meremas kedua tangannya mencoba melihat wajah Leon dari samping. Tapi setelah Leon melihat ke arahnya ia tertunduk. Terlihat sekali ia menggeleng samar.

"Leon sebaiknya kita pergi dari sini" cicitnya perempuan itu.

"Kenapa?"

"Buat apa kamu nikahin aku?"

"Hah?! Buat apa? Kata lo?" Leon tercengang dengan pertanyaaan itu. Leon berfikir kebanyakan perempuan akan meminta pertanggung jawaban atas hal berharga yang sudah di renggut tapi dia?

Baik Leon sudah mulai jengah dari awal memang perempuan ini selalu saja menolak dirinya setelah kejadian memalukan itu.

"Lo gak mau gue nikahin!? Gue mau tanggung jawab lo gak mau!? Aneh!" Satu isakan terdengar.

"Kita sudah melanggar sesuatu. Yasudah gue sekarang anter lo pulang. Anggap saja tidak terjadi sesuatu" suara Leon melemah.

Terdengar helaan nafas Galang. Leon menengok ke arah Galang.

"Nikah paksa saja lah"

"Leon!"

Leon melihat dua orang itu menyebut namanya dengan bersamaan. Mana pake bentakan pula.

"Dasar kalian tidak bisa di ajak kerja sama!" Marah Leon.




🌇❤







HELLOfutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang