#68

108 19 0
                                    

Tiga hari sudah berlalu Galang hanya mendapatkan sikap acuh dari Hanna dan tidak menghasilkan apa-apa. Menghampiri Hanna yang sedang bekerja maupun mendatangi langsung kerumahnya. Percuma yang dibahas Hanna hanya tentang bahwa Galang akan mengakrabkan diri dengan Darel putranya supaya bisa membawanya. Padahal tidak sama sekali Galang berpikiran seperti itu. Bertemu dengan sang putrapun harus ada di bawah pengawasan Hanna. Dan itupun hanya sekedar menyapa setelahnya Hanna akan membawa Darel kedalam rumah.

Pernah sekali ia berpikiran untuk menghampiri Darel di mana Darel di titipkam selagi Hanna bekerja. Tapi ternyata seseorang yang menjaga Darel melarangnya. Pasti ini ulah Hanna.

Sudah tiga puluh menit Galang mencoba bermain atau mengobrol dengan sang putra. Walaupun Darel terlihat tak banyak bicara. Ia tetap berusah membicarakan hal-hal yang membuat Darel bicara lebar padanya. Walaupun pada hasilnya Darel seperti bersikap tak banyak bicara padanya.

Tak sengaja melihat ekspresi Hanna yang tak mengenakan padanya, Galang tau ini sudah lebih dari waktu yang di tentukan. Yang awalnya Galang duduk di kursi kayu depan rumah Hanna. Memperhatikan putranya yang sedang mengotak atik mobil mainan yang di belikan Galang. Deheman Hanna terdengar saat itupula Galang menghampiri putranya dan mengsejajarkan tingginya.

"Ayah harus pulang sekaranga....Nanti Ayah kesini lagi" mengusap pipi dan surai Darel putranya. Dengan senyuman lembutnya Galang terus memperhatikan wajah putranya baik-baik. Akan selalu ia ingat.

Darel terlihat menipiskan bibirnya dan mengangguk. Sebenarnya Darel sangat senang ketika ada seorang pria yang bersikap baik padanya. Selama tinggal bersama tuan Yuanwar Ia selalu di bentak sampai kadang ia menangis. Dan saat inipun tanpa Bundanya ketahui selama sang Bunda bekerja ia memang di asuh baik oleh bibi Ami yang sudah terlihat lanjut usia itu tapi suami bibi Ami selalu membentaknya dan selalu terlihat menatap tajam padanya. Dan dengan mata kepala Darel yang memang sepenuhnya belum mengerti apa-apa di umurnya yang sekarang ia sering melihat bibi Ami selalu adu mulut dengan suaminya itu.

Beralih pada pundak sang putra dan menggiringnya untuk lebih dekat supaya bisa memeluknya. Melihat itu Hanna hanya diam. Pikirannya kosong. Darel nampak membalas pelukan Galang.

"Jangan nakal" Galang bisa merasakan Darel mengangguk di bahunya. Ia mengerti apa yang di katakan Galang karena Bundanya selalu berbicara bahasa yang persis dengan pria yang sedang memeluknya ini.

Selama Galang bertemu putranya Darel ia sepertinya sudah sedikit tau sifat sang Anak yang pendiam dan terkesan cuek. Darel akan hanya bergumam, mengangguk dan menggeleng saat Galang bertanya ataupun berbicara padanya. Atau mungkin karena belum terbiasa. Galang pun tidak tahu.

Mencium kedua pipi Darel gemas. Sayang sekali ia harus segera kembali. Beberapa hari ini sungguh tidak cukup untuk mengobati rasa rindunya.

Galang beralih pada Hanna yang terlihat hanya diam. Ini hari terakhir ia disini. Galang memaksa untuk ia menghabiskan waktu lebih lama untuk sang putra. Ia pasti akan datang kesini lagi. Pasti.

Mengangkat Darel dalam gendongannya lalu menghampiri Hanna.

Dengan ragu Galang mendekat dan berkata"boleh minta nomor telpon?".

Hanna mengerutkan keningnya samar.

"Gak ada" jawabnya santai.

Galang menghela nafas. Baik saat ini ia harus bisa membujuk Hanna untuk mendapatkan nomornya. Ini juga untuk mendapatkan kabar putranya.

"Hanya nomor telpon. Buat kasih tau kabar Darel"

"Gak ada"

"Hanna-"

"Apa?!"

Galang berkedip kaget. Kenapa tiba-tiba Hanna menaikan nada bicaranya.

"Cuman nomor telpon" Galang mencoba meyakinkan Hanna.

HELLOfutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang