ALUNAN indah dari piano yang dimainkan Badai terdengar hingga ke luar ruangan. Keempat gadis tadi— Mila, Olin, Ara, dan Maria takjub mendengarnya, mereka segera mengintip dari balik jendela.
"Gila, itu bukannya kak Badai?" tanya Olin sampai geleng-geleng kepala melihat Badai dengan pandangan takjub.
"Iya, kak Badai emang sering datang ke ruang seni, asal kalian tau aja kadang-kadang aja dia yang ngajarin main alat musik, padahal mah dia pelatih pencak silat, enggak ada hubungannya kan? Tapi entah kenapa lah tuh orang ilmu main musiknya hampir ngalahin bang Deden, pemusik sekolah ini," balas Maria menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-temannya.
"Ya gue tau sih, manusia enggak ada yang sempurna, pasti ada aja celanya. Tapi, kayaknya Tuhan nutup rapat cela untuk kak Badai." Olin bertutur sambil menyengir lebar.
"Kak Badai memang multitalenta banget sih, segalanya dia bisa, yang jadi pacarnya pasti beruntung banget," tutur Ara.
Mila masih berdiam diri di tempat nya mendengar teman-teman nya bercerita tentang Badai. Gadis itu tersenyum tipis mendengar ucapan Ara yang bilang kalo menjadi pacar Badai adalah sebuah keberuntungan. Mila jadi malu, apa yang ada dipikiran mereka jika mereka tau Mila lah yang menjadi pacar Badai?
"Semoga aja dah, pacar kak Badai gak manfaatin dia."
"Enggak." Mila refleks menjawab cepat sehingga teman-teman nya tadi langsung menatapnya bingung.
Mila jadi gugup. "Ngapa liatin gue? Maksudnya kan kak Badai itu pinter, pasti dia bakal milih-milih lah nyari cewek, gak gampang di manfaatin."
Semuanya mengangguk mengerti. "Oalah gue pikir lo pacarnya, Mil," ujar Maria lalu terkekeh.
"Ya doain aja ya, siapa sih yang gak mau sama kak Badai," kata Mila yang justru mendapat 'Aamiin' dari temen-temennya.
"Gue setuju sih kalo lo sama kak Badai, ayo, Mil, pepet terus sebelum keduluan sama si onoh," ujar Ara menyemangati dan disetujui pula oleh Olin.
"Tapi gue kasian malah sama ceweknya. Apa enggak minder tuh dia pacaran sama anak serba mega guna kayak kak Badai? Kalo gue sih boro-boro, ada yang deketin macem Udin aja dah syukur," celetuk Maria mendepat gelak tawa dari yang lainnya.
"Ayo deh masuk," ajak Maria kemudian membukakan pintu ruang seni yang tidak di kunci. Badai yang sedang menekan not dalam piano pun lantas mendongak saat mendengar pintu dibuka.
"Misi kak, maaf ya kak ganggu, kami pengen mampir aja," kata Maria sopan tak ingin aktivitas Badai jadi terganggu.
Maria masuk lebih dulu kemudian di lanjutkan oleh Ara, selanjutnya ada Olin yang ikut masuk, dan di paling belakang ada Mila yang membuat Badai secara tak sengaja menyunggingkan senyumannya.
"Iya, silakan," ujar Badai merasa tak terganggu.
Mereka langsung melihat sekeliling ruang seni. Mata Mila tak sedikit pun terlepas dari seorang laki-laki yang kini juga menatapnya sambil tersenyum begitu manis. Mila melotot, mengode Badai untuk tak melihatnya secara terus-menerus, takut mendapat asumsi yang macam-macam dari temannya. Tapi, Badai tetaplah Badai, dia tidak peduli, dan makin gencar menatap pacarnya itu dengan senyum yang tak kunjung luntur. Karena tak kuat, Mila langsung menoleh ke arah lain, menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI CAMILLA [COMPLETED]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Kisah realistis dan romantis yang membawa kamu masuk ke dunianya. Namanya itu Camilla Putri Afifah, cewek yang punya tubuh agak berisi, alay, pemalas, introvert, 24 jam hp, dan memiliki otak standar adalah pemburu cogan alia...