22. Sebuah Pengakuan

1.5K 416 52
                                    

Halo, terima kasih sudah mengikuti cerita Avraam~

Jika suka, silakan Vote dan Komen~

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Avraam sampai di kelas sekitar pukul setengah tujuh. Dia sengaja datang lebih pagi dari biasanya, untuk menggagalkan niat modus orang menyebalkan bernama Oniel. Kemarin dia sempat bertanya pada Anissa, kata temannya itu, Oniel datang kurang lebih duapuluh menit sebelum masuk. Benar saja, sekarang laki-laki itu belum datang.

Di kelasnya baru ada tujuh orang yang sudah datang. Salah satunya adalah Anissa. Temannya itu selalu datang paling pagi, karena dia diantar oleh ayahnya.

"Pagi, Nis," sapa Avraam saat dia sudah sampai di bangku miliknya. Anissa sedang membaca buku, jadi dia tidak menyadari kehadirannya.

"Eh, Ram." Perempuan itu menutup buku yang sebelumnya dia baca. "Anya harusnya sebentar lagi dateng."

Avraam mengangguk. "Thank's ya, Nis." Dia berterima kasih untuk informasi yang diberikan Anissa. "Gue utang dua kali, nih."

"Alah, gampang." Gadis itu mengibaskan lengan kanannya. "Gue mau ngomong serius sama lo, Ram."

Avraam menyimpan ransel hitamnya di kursi, lalu dia duduk dengan posisi menghadap ke arah Anissa. "Apa?"

"Sini deh." Anissa mencondongkan tubuhnya, lalu menggerakkan tangannya, mengisyaratkan Avraam untuk mendekat ke arahnya.

Avraam mengikuti permintaan temannya ini. Setelah jarak mereka cukup dekat, laki-laki itu berbicara dengan pelan. "Kenapa?"

"Kapan lo mau nembak Eca?"

Laki-laki itu membulatkan matanya. Apa mungkin Anissa tau kalau dia belum pacaran dengan Greesa. "Maksud lo? Gue sama Anya udah lama-" Avraam awalnya ingin berbohong, namun Anissa memotong ucapannya.

"Enggak usah pura-pura lagi. Gue tau kok, kalian belum jadian."

Dia hanya diam. Sekarang dia bingung harus berkata apa. Anissa adalah orang yang dekat sekali dengan Greesa. Jadi, sebenarnya wajar saja kalau dia tau mereka tidak pacaran. Tapi selama ini dia selalu membantunya, dia pikir karena temannya itu berpikir kalau mereka pacaran.

"Gue tau baru-baru ini, kok. Eca yang bilang," ucap gadis itu. Avraam hanya mengangguk. "Tapi gue tau kalau lo suka sama Eca."

Bagaimana mungkin temannya ini tidak tau, dia sangat terang-terangan meminta banyak bantuan pada Anissa, seperti masalah pembagian tempat duduk.

Avraam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang