26. Mission Failed

1.4K 361 56
                                    

Halo, terima kasih sudah mengikuti cerita Avraam~

Jika suka, silakan Vote dan Komen~

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Suasana kafe menjadi ramai, orang-orang yang berada di sana bertepuk tangan sembari berkata, "terima ... terima ...."

Jujur saja, pikiran Avraam sekarang kosong. Dia terlalu kaget, sehingga tidak tau harus melakukan apa. Ini amat sangat melenceng dari rencananya, dan dia tidak tau bagaimana cara memperbaikinya.

"Kak, itu bunganya buat aku?" Avraam tersentak saat melihat Felysia kini sudah berdiri di depannya. Dia tidak menyadari, kapan si umang-umang turun dari panggung.

Avraam refleks mundur satu langkah saat Felysia hendak mengambil buket bunga dari tangannya. Awalnya dia ingin menyembunyikan bunga tersebut di belakang punggungnya, namun buket ini terlalu besar, sehingga dia kesulitan.

Felysia mengerutkan kening saat mendapat respons dari laki-laki di depannya. "Kak Aram?"

Avraam menghela napas, dia harus segera menyelesaikan masalah ini. "Fel, sorry. Gue enggak punya perasaan apa-apa sama, lo."

Dia tau, pasti ini sangat memalukan untuk gadis itu, apalagi banyak orang yang menyaksikan. Tetapi, dia tidak ingin orang-orang salah paham. Jika dia tidak menolaknya dengan tegas, takutnya Felysia masih berharap padanya.

Senyum di bibir Felysia mendadak luntur setelah mendengar jawaban dari Avraam. "Kita bisa coba dulu, siapa tau kalau udah pacaran, Kak Aram bisa suka sama aku." Gadis itu menyentuh lengan Avraam, dia mencoba tersenyum lagi.

Avraam menggeleng, lalu melepaskan lengan Felysia. "Gue suka sama orang lain."

"Kak Aram ...." Gadis itu kehilangan kata-katanya. Perasaannya benar-benar tidak nyaman, dia sedih dan ingin menangis.

"Maaf." Hanya kata itu yang bisa Avraam ucapkan. Di dalam hati, dia sangat memuji keberanian Felysia. Tetapi, bagaimana pun juga, dia tidak bisa menerimanya. Hatinya hanya milik Greesa.

Suasana yang semula ramai, kini menjadi hening. Avraam tidak peduli, jika orang-orang menganggapnya kejam dan tidak berperasaan. Karena, menurutnya yang dia lakukan sudah benar. Beberapa orang kini menghampiri Felysia yang mulai menangis, lalu berusaha menenangkan gadis itu.

Mata Avraam kini tertuju pada Greesa yang masih berdiri di tempat semula. Tidak tau apa yang sedang gadis itu pikirkan, tetapi dia terlihat bingung dan sedih. Laki-laki itu segera menghampirinya.

Avraam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang