52. Tidak Biasa

1K 287 8
                                    

Terima kasih sudah mengikuti cerita ini, jika suka silakan vote, komen dan share.

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Sejak pukul lima pagi, Rania sudah datang kemari dan membuat keributan dengan Kelvin. Rania meminta Kelvin dan Ryan untuk segera pulang dan bersiap-siap pergi ke sekolah. Tetapi, Kelvin tidak mau pergi sepagi itu, karena katanya dia masih mengantuk.

Namun akhirnya, pemenangnya adalah Rania. Sekitar pukul setengah enam, Ryan dan Kelvin pergi dari ruangan yang ditinggali Avraam. Jadi sekarang hanya tersisa mereka berdua di ruangan ini.

Avraam sudah memakan sarapan yang diantarkan oleh perawat sekitar setengah jam yang lalu, kini dia sedang menonton televisi. Lukanya sudah membaik, walau memang masih terasa sakit ketika menggerakkan tubuhnya.

Memang berengsek si Ben! Sudah kalah telak, malah menggunakan cara kotor. Laki-laki seperti itu tidak pantas menjadi anggota Onyx. Entah bagaimana kondisinya sekarang, kata Ryan laki-laki itu sedang diamankan oleh beberapa anggota senior, dan hal ini akan dibicarakan dengan Afrizal.

Avraam berharap, semoga Afrizal menendangnya dari Onyx. Karena orang itu selalu membuat masalah.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Avraam sontak mencari tau siapa orang itu.

"Pagi, gimana keadaan kamu?"

Avraam mengepalkan tangannya, orang yang paling tidak ingin dia temui malah muncul dengan senyum yang membuat Avraam muak.

"Ngapain Ibu ke sini?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Rania yang sebelumnya sedang membaca-baca naskah miliknya.

Wanita itu mengabaikan Rania, dan kini berjalan menuju kursi di dekat ranjang yang Avraam tiduri. Dia menyimpan bunga dan parsel berisi buah-buahan di meja yang ada di sebelah ranjang.

"Masih sakit?" tanya wanita itu. Tangan rampingnya, menyentuh lengan Avraam yang dipasang alat infus.

Avraam menepisnya dengan kasar. "Enggak usah sok peduli," ucapnya dingin.

"Kenapa kamu bersikap kayak gitu sama ibu? Pasti gara-gara kamu gaul sama temen-temen kamu yang berandalan itu, kan?"

Avraam tersenyum sinis. "Sejak sembilan tahun lalu, saya enggak punya ibu dan ayah. Yang saya punya cuman kakak perempuan. Satu lagi, Anda enggak berhak nge-judge temen-temen saya!"

Wanita itu tersenyum. "Bisa kita bicara berdua?"

"Enggak! Aku harus tau semua yang Ibu bilang ke Aram!" Rania yang awalnya hanya diam, kini berjalan menuju ranjang Avraam, lalu berdiri di samping kursi yang duduki oleh ibunya.

"Ibu enggak punya urusan sama kamu, Rania."

"Aku ini walinya Aram! Jadi aku berhak tau."

"Kak Ran." Avraam memberi kode pada Rania untuk mengikuti ucapan ibunya. Dia ingin segera membuat wanita di hadapannya ini pergi.

Avraam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang