***
Ini adalah hari pertama Avraam masuk sekolah lagi, paska dia di rawat di rumah sakit. Beberapa siswa yang mengenalnya menanyakan kondisinya saat mereka berpapasan. Begitu juga dengan guru-guru yang pernah mengajarnya. Terakhir, dia berpapasan dengan Pak Jajang, dan sekarang beliau sedang memberinya ceramah yang panjang kali lebar kali tinggi.
"Saya udah sering ingetin kamu. Jangan ikutan geng-gengan kayak gitu lagi." Avraam bisa bernapas lega, saat Pak Jajang berhasil menyelesaikan kalimat penutup.
"Iya, Pak. Saya emang mau berhenti, kok." Kini dia sedang berada di ruangan kesiswaan. Greesa sudah ia minta ke kelas duluan. Karena dia tidak ingin membuat gadis itu menunggunya.
"Akhirnya kamu kapok juga." Avraam hanya terkekeh. "Ya udah sana! Bentar lagi upacara."
"Iya, Pak. Saya pamit. Pak Jajang nanti jangan kangen saya, ya." Laki-laki itu bangkit dari kursinya.
"Saya kangen sama kamu? Yang ada pusing kepala tiap ketemu kamu."
Laki-laki itu terkekeh. "Nanti bapak enggak akan pusing lagi, kok. Tenang aja."
"Terserah, lah. Udah sana cepetan!"
Setelah berpamitan dengan Pak Jajang, Avraam bergegas menuju kelasnya. Lima menit lagi, upacara bendera akan di mulai. Dia sedikit berlari kecil, karena harus menyimpan tasnya terlebih dahulu di kelas.
"Loh, Anya ... kok, masih di sini?" ucapnya saat melihat tuan putrinya masih di kelas bersama dengan Anissa. Kelasnya sudah sepi, hanya tersisa mereka bertiga.
"Eca enggak bawa topi, Ram." Anissa yang menjawab pertanyaan Avraam. Sedangkan Greesa sedang sibuk memasukkan kembali barang-barangnya ke ransel miliknya.
Avraam mengambil topi dari ranselnya, lalu memberikannya pada Greesa. "Pake punya aku aja." Kemudian dia menyimpan ranselnya di atas meja.
"Terus, kamu gimana?" tanya gadis itu.
"Enggak apa-apa." Laki-laki itu memakaikan topinya ke kepala gadis di hadapannya. "Yuk, ke lapangan. Nanti telat."
Greesa melepas topi dari kepalanya, lalu menyusul Avraam yang berjalan mendahuluinya. "Kamu aja yang pake, nanti kamu dimarahin."
Laki-laki itu mengambil topi dari tangan kekasihnya. Kemudian memasangkannya lagi ke kepala gadis itu. "Enggak apa-apa, aku udah biasa dimarahin." Dia memegang kedua bahu gadis itu. "Udah kamu aja yang pake, ya."
"Tapi-"
"Nurut ya, Tuan Putri."
Greesa akhirnya mengangguk, lalu tersenyum. "Makasih, kalau gitu."
"Makasih aja, nih?"
Belum sempat Greesa menjawab, Anissa lebih mendahuluinya berbicara. "Misi ... gue mau duluan, enggak enak banget jadi obat nyamuk." Gadis itu berjalan dengan langkah cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avraam (END)
Teen FictionMoto hidupnya adalah main serius, belajar juga serius. Satu lagi, ngejar tuan putri juga serius. Bagi Avraam, Greesa Lavanya Adhitama adalah sosok tuan putri yang cantik dan baik hati. Sedangkan dirinya adalah seorang kesatria yang harus selalu ber...