35. Ini Interview?

1.5K 331 65
                                    

Halo, terima kasih sudah mengikuti kisah Avraam~

Jika suka, silakan Vote dan Komen~

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Avraam duduk gelisah di kursinya. Greesa baru saja pergi memesan makanan, sedangkan dirinya ditahan oleh calon kakak iparnya. Mereka kini sedang berada di sebuah restoran cepat saji, yang berada di Mall tidak jauh dari tempat lesnya.

Saat selesai les, Avraam tiba-tiba mendapati Bagas di parkiran yang di sediakan tempat lesnya. Lalu, laki-laki itu meminta Greesa dan dirinya untuk ikut dengannya. Jadilah mereka di sini sekarang.

Avraam itu mengusap hidung dengan jari telunjuknya. Dari tadi dia merasa kalau Bagas memperhatikan dirinya terus. "Halo, Kak. Nama saya Avraam Mada Yuarhsa. Katanya itu artinya pemimpin yang berani," ucapnya mencoba memecah keheningan.

Bagas tidak menjawab, dia juga tidak memberikan respons apa pun. Laki-laki itu tetap diam dan ekspresinya tida berubah sama sekali. Jelas, hal itu membuat Avraam semakin tidak nyaman dengan situasi mereka sekarang.

"Saya satu kelas dengan Greesa, satu bangku juga." Avraam menarik napas, lalu membuangnya. "Nilai akademik saya bagus. Saya juga punya jadwal belajar rutin. Saya bisa bantu Anya-eh, maksudnya Eca belajar, karena di sekolah peringkat saya lebih tinggi dari Eca."

"Jadi ceritanya kamu lagi sombong?"

Avraam buru-buru menggeleng. "Bukan, Kak ... bukan gitu maksudnya."

Dia hanya ingin menjelaskan kalau dia tidak akan membuat nilai akademik Greesa menurun. Sebaliknya, dia bisa membantu Greesa untuk menjelaskan materi-materi yang belum sepenuhnya gadis itu kuasai. Dia ingin mengatakan hal itu, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulunya.

Dia terlalu gugup.

Laki-laki itu menarik napas, lalu membuangnya. Dia mengulang hal itu beberapa kali. "Maksudnya, saya bisa bantu Eca belajar. Eca juga bisa bantu saya belajar. Maksudnya, kita bisa sama-sama belajar."

Avraam mengumpat dalam hati. Ucapannya berbelit-belit, semoga saja, Bagas mengerti maksud dari perkataannya.

"Jadi?"

"Jadi?" Avraam bertanya balik. Dia tidak mengerti maksud pertanyaan dari Bagas. Tetapi, dia berusaha berpikir keras untuk mencari jawaban yang bisa memuaskan calon kakak iparnya. "Jadi, saya harap Kak Bagas bisa ngasih restu buat saya."

"Kenapa kamu suka sama adik saya? Karena dia cantik."

Avraam mengangguk, lalu menggeleng. "Eca memang cantik, tapi saya suka sama Eca bukan cuman karena dia cantik." Dia memberi jeda pada kalimatnya. "Eca itu punya kepribadian yang baik."

Avraam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang