24. Rencana Penyerangan

1.5K 382 45
                                    

Halo, terima kaish sudah mengikuti cerita Avraam~

Jika suka, silakan Vote dan Komen~

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Kenapa lagi?" tanya Kelvin, saat melihat Avraam menekuk wajahnya. Mereka kini sedang berada di Blackmarket bersama Ryan.

Avraam mengacak rambutnya frustrasi. "Ada yang ngasih Anya hadiah."

"Mampus, lo!" Kelvin tertawa. "Udah gue bilangin cepet-cepet tembak, ngeyel sih, lo!"

"Dengerin!" Avraam memperbaiki posisi duduknya. "Lo inget, kemarin gue balik lagi ke kelas buat ngambil dompet?"

Kelvin dan Ryan mengangguk. Avraam menyuruh mereka pulang duluan.

"Anya masih di kelas, waktu gue balik." Laki-laki itu menarik napas. "Lo tau, gue udah dapet momen dan gue udah bilang suka sama dia."

"Serius, lo?" tanya Ryan. Sedangkan Kelvin hampir menyemburkan air yang ada di mulutnya, dia terlalu terkejut.

"Terus gimana?" Kali ini Kelvin yang bertanya.

"Dia enggak denger."

"Lah?" Kelvin mengerutkan kening, dia tidak mengerti mengapa Greesa bisa tidak mendengar pengakuan temannya ini.

"Emangnya lo ngomongnya pelan? Masa enggak kedengeran."

"Atau lo ngomong dalem hati," timpal Kelvin.

"Enggak, lah. Sembarangan!"

"Terus kenapa?" tanya Ryan.

"Lo tau, kan, kemarin ujan." Ryan dan Kelvin mengangguk. "Gue enggak tau, gimana ceritanya ... kok, pas gue ngomong, bareng sama suara petir."

"Hah? Maksudnya?" Ryan masih belum paham dengan penjelasan Avraam.

"Waktu gue ngomong, pas banget ada suara petir." Saat itu, sepertinya Greesa sangat terkejut, karena gadis itu menutup mata dan telinganya. Sehingga gadis itu tidak tau kalau dia mengatakan sesuatu.

"Serius, lo?" tanya Kelvin disela-sela tawanya. Cerita yang dikatakan Avraam sangat lucu, sehingga dia harus memegangi perutnya.

Ryan juga sama, walaupun dia tidak seheboh Kelvin. "Ini kejadian paling menarik dari semua yang pernah lo ceritain, Ram." Laki-laki itu tertawa lagi.

"Eh, sialan! Lo beruda kudu bantu gue!" Dia tidak mau Greesa menjadi milik orang lain, dia tidak rela.

"Bentar ... bentar, gue masih ngakak." Kelvin belum bisa menghentikan tawanya. Dia jadi penasaran, bagaimana ekspresi temannya saat itu.

Avraam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang