Part 40

2.4K 201 12
                                    

Nayya Pov

Kami sudah membeli 4 buah tiket dan membeli beberapa camilan untuk didalam nanti.

"Titip hp ma" Dinda menyerahkan hpnya padaku.

"Hp mba juga" Ninda juga menyerahkan hpnya.

"Masih ada lagi yang mau dititip?" Tanyaku.

"Titip hati papa" Sahut Mas Rayyan.

Aku langsung melotot dan menoleh padanya.

"Kayaknya kita jadi obat nyamuk Nin, yok masuk yok" Dinda dan Ninda berlalu duluan masuk ke ruang bioskop.

"Gak usah sok romantis! Gak cocok!" Aku juga pergi meninggalkannya.

Didalam ruangan Mas Rayyan terus menggenggam tanganku. Aku berusaha melepaskan tapi percuma, pegangannya sangat kuat.

Oh iya posisi duduk kami yaitu nomor 3 dari atas dan disudut. Dinda diujung, Ninda, aku dan Mas Rayyan.

Film ini pun tidak begitu menakutkan karena boleh ditonton anak dibawah 17 tahun.

Sekitar 1 jam kami menonton dan filmnya habis juga. Aku mengkode Mas Rayyan untuk berjalan keluar.

"Pelan-pelan" Dia masih memegang tanganku.

Keluar dari bioskop kami mampir ke toko mainan. Aku membelikan Nanda dan Drian mainan baru karena mainan lamanya sudah banyak yang kami sumbangkan.

Aku membiasakan anak-anak untuk merawat mainan jadi kalaupun udah bosan mainannya masih bagus dan masih bisa dikasih ke orang yang membutuhkan.

"Kakak sama mba mau beli apa ambil aja nanti mama bayar" Tawarku ke Dinda dan Ninda.

"Kita udah gede ma gak mainan gini lagi" Jawab Ninda kesal.

Dinda tertawa sambil memeluk kepala adiknya.

"Wah serasi banget ya pasangan ini. Ibunya cantik, ayahnya ganteng dan anak-anaknya cantik juga. Tinggal cari anak laki-laki ini pasti ganteng kayak papanya" Salah seorang ibu-ibu menghampiri kami dan mengusap-usap perutku.

Aku tidak menghindar ataupun menolak. Aku diam saja. Ibu ini kalau aku lihat umurnya kisaran 50 tahunan atau seumur mama Mas Rayyan.

"Hehe maaf ibu tapi kita udah punya anak laki-laki 2, memang lagi gak dibawa tadi dijemput oomnya. Dan ini istri saya juga lagi hamil anak kelima" Sekarang gantian tangan Mas Rayyan yang mengusap perutku.

"Waduhh!! Saya kira baru 2 ini anaknya. Masih muda banget ini kalian berdua, udah mau 5 aja. Ini topcer apa doyan nih ayahnya" Lanjut ibu ini.

"Udah rezekinya Bu" Jawabku. Aku pikir dengan aku jawab begitu ibu ini sudah ngomongnya, eh ternyata tidak.

"Usia berapa 2 anaknya lagi?" Aku memandang Mas Rayyan tanda bosan dan menyuruhnya menjawab.

"Yang ketiga 4 tahun, yang keempat mau 2 tahun Bu" Mas Rayyan masih sabar menjawabnya.

"Walah masih 2 tahun dah dikasih adik. Apa gak cemburuan itu nantinya? Ini yang 2 ini jarak berapa tahun ini?" Ibu ini pindah menanyai Dinda dan Ninda.

"Gak usah kepo bisa gak nek? Dari tadi nanya-nanya mulu. Mama kita dah pusing tuh dengernya. Ayoklah ma kita pindah ke sana" Ninda menarik tanganku dan otomatis aku ikut.

Sebelum pergi aku menunduk sambil permisi dengan ibu itu.

Alhamdulillah dalam hati aku berkata.

"Makasih ya mba udah nyelamatin mama. Kepo banget memang ibu itu" Kataku ke Ninda.

"Iya ma mba kesel dengernya banyak tanya, ngasih kita makan gak nanya banyak banget" Ninda nampaknya juga kesal.

"Mba jangan gitu lagi lain kali gak sopan" Tegur Mas Rayyan.

"Lagian pake nanya-nanya gitu. Emang dia ngasih makan kita? Emang dia keluarga?" Jawab Ninda.

"Bener sih pa, kakak juga tadi udah kesel dengernya. Mama juga udah kesel cuma mama berusaha untuk tetap sabar, untung mba bawa mama" Sahut Dinda.

"Ya tapi gak sopan loh ngomong gitu terus main ajak mama pergi" Mas Rayyan tetap tak mau kalah.

"Jadi mau apa? Mau nyuruh Ninda minta maaf ke ibu tadi? Kamu aja yang minta maaf kalau ngerasa bersalah. Lagian mulut nyinyir amat pake nanya hal pribadi orang segala" Potongku.

Mas Rayyan langsung diam dan tak berkata lagi. Aku mengajak Dinda dan Ninda ke kasir untuk membayar belanjaan.

"Hallo Dam, waalaikumussalam" Aku menerima telpon dari Adam.

"Mba sama Kak Rayyan dimana sih? Dinda sama Ninda juga gak ada di rumah? Aku mau balikin Nanda sama Drian ini" Jawabnya.

"Mba udah dijalan pulang. Ini sama Mas Rayyan, Dinda dan Ninda. Bentar ya, mba udah dekat"

"Nitip Boba ya. Hehe" Kebiasaan.

"Beli sendiri aja nanti mba kasih uangnya. Mba udah capek banget mau turun lagi" Jawabku.

"Yahh mba mah" Keluh Adam.

"Nanti kakak yang beliin Dam. Titip anak-anak bentar tapi ya" Mas Rayyan menyahut.

"Nah gitu dong. Itung-itung upah aku ajak Nanda dan Drian main. Hehe" Jawabnya lagi sambil tertawa.

"Kalau gitu besok-besok gak usah main sama mereka lagi kalau ujung-ujungnya minta upah" Sinisku.

"Elah sinis amat sih bumil. Gini-gini adiknya mba yang ganteng membahana cuma aku loh" Malas banget aku dengarnya.

"Iya itu karena adik aku cuma 1 kalau 2 mungkin udah ku buang kamu" Ucapku asal.

"Tega banget sih. Udah buruan pulang ini dua bocil dah nanyain"

"Tadi minta Boba, sekarang suruh cepat pulang" Bentakku.

Kesal juga aku lama-lama sama perangai Adam ini.

"Iya beliin boba dulu baru pulang. Aku bawa mereka masuk ya nunggu dikamarnya"

Akhirnya selesai sudah percakapan dengan Adam. Anak itu memang kadang agak kurang ajar tapi aslinya dia sangat menyayangiku.

"Tunggu disini bentar ya. Dinda sama Ninda gak boleh ya minum boba, kalau mau beli susu ke dalam aja ini uangnya" Mas Rayyan menyerahkan uang seratus ribu.

Dinda menerimanya dan turun dari mobil bersama Ninda.

"Mama mau dibeliin apa?" Tanya Dinda dari luar mobil.

"Beli ice cream aja buat abang sama adek" Dinda mengangguk dan masuk ke dalam supermarket.

Cukup lama aku menunggu Mas Rayyan dan anak-anak. Ditempat mereka belanja sama-sama sedang ramai orang antri.

Tiba-tiba aku tidak bisa menahan kantukku dan akhirnya aku berlayar ke pulau kapuk.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang