Rayyan Pov
Aku masih belum diskusi dengan Nayya mengenai Rara yang ingin meminjam uang. Belum ada waktu yang tepat untuk mendiskusikannya karena kemaren Nayya sedang bad mood dan hari ini dia sedang marah-marah saja seharian.
Sekarang saja dia masih mengomel karena Nanda menaruh baju silatnya sembarangan dan akhirnya buat sofa jadi bau.
"Bisa gak kalau habis dari mana-mana tuh langsung mandi bukan duduk nyantai gini!" Ini lagi sekarang Drian yang diomel Nayya karena pulang main bukannya mandi tapi malah duduk-duduk.
"Abang! Baju tadi udah dimasukin ke tempat pakaian kotor belum!" Teriak Nayya.
"Mba laptop ini jangan taruh sembarangan nanti dimainin Anin rusak!" Ninda pun juga kena.
Sudah dipastikan setelah ini aku yang kena.
"Mas! Kaos kaki kamu tuh kalau udah kotor ya taruh dibelakang jangan dipendam! Mau dijadikan barang antik apa! Jangan kayak gak punya kaos kaki lain!" Kan benar aku juga kena semprot.
"Mama kenapa sih pa?" Ninda mengambil laptopnya yang berada di ruangan ini.
"Lagi tamu bulanan mungkin mba makanya ngomel mulu" Jawabku.
"Udah dikerjain belum yang aku bilang?" Nayya masuk ke ruangan ini.
"Ya bentar ma" Jawabku sambil bergerak bangun dari duduk.
"Itu jangan taruh sembarangan dimana-mana, nanti rusak atau file ilang malah nyalahin adik-adiknya" Omel Nayya ke Ninda.
"Iya ma maaf" Jawab Ninda.
"Kalau udah diomel baru bilang maaf, baru diberesin" Lanjut Nayya mengomel sambil mengibas-ngibas sofa.
"Apa?" Nayya menoleh ke arahku.
Aku yang masih berdiri dekat pintu hanya terdiam seperti murid ketahuan mau bolos.
"Kamu lagi datang bulan ya ma? Ngomel mulu" Tanya ku.
"Datang bulan pala mu, tadi malam ente minta jatah pegimane ini tanya datang bulan. Udah sana pungutin kaos kaki yang pada bau itu" Ninda kaget menatapku.
Nayya frontal sekali padahal biasanya kalau aku yang frontal dia akan marah. Sekarang malah dia yang ngomongnya gak pake space padahal ada Ninda.
Aku langsung berlari keluar agar Nayya tak bertambah ngomel dan Ninda juga mengikutiku berlari keluar agar tak kena omel Nayya.
Nayya Pov
Rasanya lebih lega kalau ngomel-ngomel begini daripada ngelus dada diem kalau liat kerusuhan di rumah.
"Mama" Anin berdiri di belakang pintu, terlihat takut-takut memanggil ku.
"Sini" Panggil ku.
Aku duduk di sofa sambil mengajak Anin mendekat padaku. Dia berjalan perlahan dan duduk disampingku.
"Kenapa sayang?" Aku berusaha berbicara lembut agar Anin tidak takut padaku.
"Mama kenapa marah-marah? Anin takut kalau mama marah-marah" Ucapnya.
"Maaf ya mama akhir-akhir ini sering marah-marah, mama janji gak marah-marah lagi. Maaf ya" Ku peluk dia.
"Ma" Drian juga mengintip dari balik pintu.
"Sini" Panggilku.
Drian juga berjalan perlahan menuju tempat duduk ku.
"Maafin mama ya udah marahin aa" Dia diam dan mendekat saja.
Karena badannya yang sudah besar jadi mungkin dia malu untuk dipeluk.
"Mama jangan kayak tadi ya, aa takut kalau mama marah-marah nanti mama jadi sakit kepala" Jawabnya.
Sepertinya aku salah menerapkan sistem tegas dengan marah-marah ke anak-anak. Mungkin mereka tidak biasa melihat aku yang marah-marah.
"Ma aku mau ke klinik" Mas Rayyan masuk sudah dengan setelan kerja nya.
"Mau buka malam?" Tanyaku.
"Iya mau buka sampe jam 10an deh kayaknya" Jawabnya.
"Kenapa tiba-tiba buka malam? Ngindarin aku?" Tanya ku.
Mas Rayyan tampak gelagapan dan salah tingkah.
"Ya udah pergi aja buka sampe pagi juga gak papa" Ketus ku.
Anin dan Drian langsung ngacir keluar ruangan, Mas Rayyan duduk disamping ku.
"Kenapa sih hari ini kayaknya kamu emosinya berubah-ubah?" Dia mencoba mengajakku berbicara.
"Aku kira dengan menjadi tegas kamu dan anak-anak bisa sedikit disiplin dan teratur. Tap nyatanya gak, malah anak-anak jadi takut sama aku" Curhatku padanya.
"Maafin aku dan anak-anak ya udah nyusahin kamu, nanti aku juga nasehatin anak-anak biar lebih disiplin lagi. Kamu juga jangan terlalu capek-capek ya kan udah ada bibi yang baru bantu-bantu tugas rumah. Kamu itu cukup minta tolong aja ke mereka, jangan kamu yang turun tangan" Nasehatnya.
Aku menurut saja dan bersandar ke dada nya. Nyaman dan berasa aman berada dalam pelukan dia.
"Aku gak jadi buka klinik" Ucapnya tiba-tiba.
Langsung ku tatap wajahnya, dan dia senyum-senyum gak karuan.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" Tanya ku.
"Lah orang senyum itu ibadah ma, masa senyum ke istri sendiri gak boleh" Jawabnya.
"Senyuman kamu itu ada maksudnya" Jawabku sewot.
"Gak ada maksud kok, eh iya aku mau ngomong serius ini" Aku menautkan alisku, gak pernah ini orang ngajak ngomong gini.
"Ya udah ngomong aja" Ucapku sambil merapikan duduk.
"Di kamar aja nanti anak-anak denger" Ku tatap dia penuh tanya.
"Mau ngapain ke kamar, masih sore ini" Aku memukul tangannya.
"Aku serius ini bukan mau macem-macem" Katanya.
"Balkon?" Tanyaku.
"Iya ayok" Aku mengikuti tarikannya menuju balkon kamar.
Seperti ada yang benar-benar serius mau dibicarakan sampe anak-anak gak boleh denger.
Rayyan Pov
Akhirnya ada waktu juga untuk diskusi dengan nayya. Akhirnya juga dia sudah kalem tidak ngomel-ngomel seperti tadi.
"Mau ngomong apa sih mas?" Dia duduk duluan dikursi balkon ini.
"Aku mau minta pendapat dan izin kamu" Jawabku.
"Pendapat apa? Izin apa?" Tanya nya lagi.
"Aku langsung aja ya kan kamu gak suka bertele-tele. Jadi beberapa hari yang lalu Rara ke klinik aku, dia minta tolong dan dia minjam uang ke aku. Jumlahnya lumayan besar dan aku rasa aku harus diskusi dulu ke kamu" Jelasku.
"Ya kasih aja kan adik kamu mas" Jawabnya.
Enteng bener nih mulut istri ku, belum dikasih tau nominalnya udah bilang kasih aja.
"Dia minjam 50 ma" Ucapku.
"Kalau ada kasih aja mas, selagi untuk kita cukup ya udah mas. Dia adik kamu dan artinya adik aku juga, gak perlu lah minta izin segala ke adik sendiri" Jawabnya.
Aku memang sudah yakin Nayya mengizinkan tapi jawaban Nayya bikin aku terharu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
القصة القصيرةMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah