Rayyan Pov
Seperti habis magrib tadi, Anin masih bergelendotan denganku. Sedikitpun tidak mau dilepas, bahkan ke Nayya saja dia tidak mau.
"Makan ya, a" Nayya menyodorkan nasi padanya.
"Gak mau" Anin menolak.
"Kalau gak mau gak usah gendong papa" Ancamku.
Anin akhirnya nurut dan membuka mulutnya untuk makan. Anak-anak yang lain juga makan dan bercanda dengan saudara mereka yang lain.
"Cie calon pengantin makan dikit amat takut baju gak muat ya" Nayya menggoda Adam adiknya.
"Apaan sih mba, aku lagi gak selera makan ini. Dag dig dug kalau dah mau dekat hari h ni" Jawab Adam.
"Banyakin doa dan ibadah, minta ketenangan hati Dam. Jangan lupa juga hapalin nama calonmu dan binti nya" Sambungku sambil juga sedikit menggodanya.
"Udah ah mentang-mentang ijab lancar malah ngeledekin adeknya" Sambung papa ku.
Papa, mama dan Rara ke sini juga karena memang di undang orangtua Nayya.
"Makan juga ini" Nayya menyodorkan nasi juga padaku.
"Ma ini kakak telepon" Ninda menyodorkan hp nya.
"Assalamualaikum kak" Aku melambaikan tangan.
"Waalaikumussalam mama!" Dinda menjawab dengan riang.
Terlihat di sana masih agak terang, mungkin masih sorean.
"Kakak lagi ngapain ini? Udah pulang kuliah?" Tanya ku.
"Lagi ngerjain tugas ma, lagi obsevasi ke museum. Nih" Dia membalik kamera ke kamera belakang.
"Itu sama temen-temen kakak?" Aku melihat ada 2 orang anak perempuan di depannya pada saat kamera belakang tadi.
"Iya ini temen kakak. Ini Aisyah dari Malaysia ma, yang ini Inayah dari Thailand" Dia menyodorkan kamera ke teman-temannya dan temannya melambai padaku.
"MasyaAllah. Halo Aisyah and Inayah, nice to meet u" Aku menyapa mereka.
"Halo aunty saya boleh cakap Indonesia hehe" Jawab Aisyah.
"I pun bisa sedikit-dikit" Sambung Inayah yang agak terbata.
"Haha siap. Terima kasih ya sudah mau berteman dengan Dinda. Titip Dinda di sana ya, kalau dia buat hal gak baik tegur ya" Pesanku.
"Kakak anak baik ya ma" Sahut Dinda.
Aku tertawa saja menanggapinya.
"Hey girl gak kangen sama papa ganteng mu ini hah?" Mas Rayyan mengambil alih hp Ninda.
"Apaan sih pa orang mau ngomong sama mama juga" Sewotnya.
"Eh eh eh! Papa potong uang bulanan kamu ya" Ancam Mas Rayyan.
"Potong aja wle! Kan Bu bendahara ada" Dia malah mengejek Mas Rayyan.
"Udah ah di hp juga masih mau ribut" Tegur mama.
"Nih ada nenek ngomong dulu sama nenek ya" Mas Rayyan menyerahkan hp ke mama.
Kembali aku menyuapi Anin dan Mas Rayyan makan. Aku sendiri tidak makan karena masih terasa kenyang karena ngemilin kue-kue tadi.
"Kamu makan juga Nay" Suruh mama.
Sepertinya mama dari tadi memang memperhatikan ku hanya menyuapi Mas Rayyan dan Anin saja.
"Masih kenyang ma tadi habis makan kue yang Mas Rayyan beli" Jawabku.
"Kue tuh kenyangnya sebentar Nay, nanti malam kamu kelaparan nyari-nyari makan" Sahut papa.
"Makan aja dikit daripada nyonya menir ini ngomel" Bisik Mas Rayyan.
"Ma, Mas Rayyan ngomong mama nyonya menir" Adu ku ke mama.
"Anak durhaka ya" Mama menjitak kepala Mas Rayyan.
"Woi orang niat bantuin malah ngadu, awas ya!" Ucap Mas Rayyan.
Aku cuma ketawa saja bahagia liat dia dijitak mama.
"Udah" Ucap Anin.
Aku juga melihat dipiringnya sudah tinggal dikit jadi ku sudahi menyuapinya.
"Bobok yuk" Aku mengambil Anin dari Mas Rayyan.
Anin tidak menolak dan menerima tanganku.
"Nenen ya" Aku mengangguk saja.
"Kamu nenenin lagi Nay?" Tanya mama yang mendengar ucapan Anin.
"Gak ma, cuma megang aja tapi Anin nyebutnya nenen" Jawab ku.
"Kirain kamu nenenin lagi, udah gede banget ini masih nenen mama malu ya" Mama menepuk pelan pantat Anin karena gemas.
"Yang gede aja masih suka nenen ya masa anaknya gak boleh" Sahut bunda.
"Bunda!" Aku merasa malu dibilang begitu.
Untung anak-anak yang lain beda meja dan agak jauh jadi gak denger obrolan ini. Bunda kadang-kadang sama kayak mama frontal banget ngomongnya.
"Masih mau ketawa?" Ku tatap Mas Rayyan.
"Slow lah Bu bendahara. Yok lah bawa Anin tidur dah nguap-nguap tuh dia" Balasnya.
Anin sudah mengusap-usap matanya tanda kalau dia sudah mengantuk.
"Mba nanti ajak adek-adeknya tidur ya, jangan kemalaman besok sekolah" Teriak ku.
"Oke mama" Sahut Ninda.
"Udah tidur mas" Ternyata Anin sudah tertidur di gendonganku.
"Sini aku aja yang gendong" Mas Rayyan mengambil Anin dan membawanya ke kamar.
Aku kembali ke bawah berkumpul dengan yang lain sekalian nanti bantu beres-beres. Biar aja Anin dijaga sama Mas Rayyan.
"Alhamdulillah ya Nayya sama Rayyan balikan lagi. Jangan lagi deh mereka berantem apalagi sampe pisah" Ucap bunda.
Aku duduk kembali ke tempatku tadi dan semua menatapku.
"Kok balik lagi?" Tanya papa ku.
"Anin udah ketiduran tadi pa, Nay minta tolong Mas Rayyan aja jagain. Nay mau bantu-bantu ini nanti beresin" Jawabku.
"Istirahat aja ada banyak orang disini yang bantuin beres-beres. Kamu baru juga enakan nanti pegal-pegal lagi nanti" Sambung bunda.
"Ya elah Bun, itu mah pegal-pegalnya bukan karena bantuin di rumah" Kesal ku.
"Ya gak papa lah mba, kan bantuin Rayyan" Ku pelototi bunda yang nyengir-nyengir.
"Wah dah langsung belah semangka tadi malam mba?" Sekarang Rara yang dari tadi diam nimbrung.
"Eh anak kecil jangan nimbrung!" Ucapku.
"Aku dah 24 oy kecil dari mana nya. Wkwkw" Jawab Rara.
"Udah Ra jangan digodain ntar merah merona pipinya, balik-balik ke kamar nanti malah diserang lagi sama Rayyan. Pusing lagi bunda nyari tukang urut" Semua ikut tertawa dengan ucapan bunda.
"Is bunda mah yang nyuruh manggil tukang urut kan bunda bukan mba. Mba gak minta kok" Bela ku.
"Kalau gak di urut tadi mungkin sampe sekarang kamu masih geletak di kamar, gak ada batang hidungnya disini" Tambah papa.
"Nay masuk dulu ah, disini dicengin mulu kesel banget" Ucapku.
Kemudian aku masuk ke dalam dan duduk sebentar diruang keluarga. Aku tidak langsung ke kamar takut Anin masih bangun dan rewel melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
Short StoryMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah