Part 86

1.6K 211 10
                                    

Guys author minta maaf ya kalau update nya gak nentu dan kadang jarang update. Soalnya author seperti yang udah baca dipart sebelum-sebelumnya, author tuh ceritanya ngetik langsung upload bukan udah ada diketik tinggal upload. Jadi untuk nulis butuh inspirasi juga kan ya, jadi agak lama. Maafin yaaa guysss...

Terima kasih juga yang selalu vote dan komen ngasih masukan. Masukan kalian itu berhga bangett..
______________________________________
Nayya Pov

Sekitar 3 hari setelah investigasi tempat kejadian dan mengumpulkan bukti, hari ini aku kembali dihubungi polisi untuk tanda tangan surat kesepakatan penangkapan.

Awalnya aku sudah diskusi ke Mas Rayyan untuk tidak memperpanjang masalah ini, karena aku tahu pelakunya mantan istri dan sahabat dia. Aku tidak mau anak-anak Mas Rayyan dengan Meli berpikir buruk padaku. Takutnya mereka berpikir aku jahat karena sudah 2 kali memenjarakan ibu kandung mereka.

"Udah dapat telepon lagi kan dari pihak polisi? Kapan mau ke sana?" Tanya mama yang kebetulan lagi berkunjung ke rumah.

"Udah ma. Nay ragu" Jawabku.

"Ragu kenapa? Mereka bersalah Nayya dan harus ditindak lanjuti, nanti kebiasaan dibiarkan akan semakin menjadi" Kata mama.

"Nay gak mau Dinda sama Ninda berpikiran Nay jahat ma. Dulu gara-gara Nay, Meli dipenjara dan sekarang gara-gara masalah toko Nay, Meli akan dipenjara lagi" Ucapku.

"Gak papa kok ma. Mama Meli memang harus dihukum, kita gak ada mikir mama jahat kok" Dinda masuk bersama Ninda.

"Iya ma, mba tahu mama orang baik dan tuh perempuan memang jahat dari lahir. Kita gak marah sama mama, justru kalau mama gak hukum dia kita marah. Karena nanti semakin menjadi dan bisa saja melukai mama" Sambung Ninda.

"Kalian gak marah sama mama karena menjarakan mama kandung kalian?" Tanya ku.

"Untuk apa marah ma, mba gak punya mama seperti itu. Mama mba cuma mama dulu, sekarang dan selamanya. Mba kalau bisa dulu minta dilahirkan bukan dari dia" Cetus Ninda.

"Eh gak boleh gitu, itu mama kandung mba, Kalau gak dia yang lahirin mba, mba gak mungkin ada sekarang bersama mama" Aku mengusap pipinya.

"Intinya mba gak mau tau lagi urusan dia. Masukin aja ke penjara, sekalian perempuan lampir satu itu" Kesal Ninda.

"Kamu ganti baju mama temenin ke kantor polisinya" Suruh mama.

Aku melihat wajah Dinda terdiam disana. Dia sepertinya sedih, apa mungkin dia sebenarnya tidak mau mama kandungnya dipenjara.

"Kak" Panggilku.

"Iya ma?" Jawabnya.

"Kakak bener gak papa? Jujur aja ke mama, mama gak mau nanti diakhir kakak nyalahin diri sendiri karena gak berani ngutarain pendapat kakak"  Dia tetap diam dan bertambah sedih wajahnya.

"Apa yang kamu sedihkan Dinda? Kamu mau ibu kandungmu itu terus menggangu dan menyakiti mama kamu? Mau dia sampai akhirnya bunuh mama kamu?" Bentak mama.

Dinda berapa kali kaget karena bentakan mama. Dia makin ketakutan dan ada sebulir air mengambang dibola matanya.

Ku hampiri dia dan ku coba tenangkan.

"Kakak bilang aja apa yang kakak mau bilang. Kalau kakak gak suka dan gak mau mama penjarakan Mama Meli kakak bilang, mama gak akan lakuin" Ucapku.

Dinda Pov

"Kakak bilang aja apa yang kakak mau bilang. Kalau kakak gak suka dan gak mau mama penjarakan Mama Meli kakak bilang, mama gak akan lakuin" Kata mama.

Aku terdiam, apakah mungkin mama mau menuruti permintaanku?.

"Mama beneran?" Tanyaku pelan.

Mama mengangguk dengan wajah lembutnya.

"Dasar anak gak tau diri!" Nenek berdiri dan memaki ku.

"Ma udah, dengerin dulu penjelasan Dinda" Mama masih membelaku.

"Kakak mau mama kita dibunuh perempuan itu? Ingat dulu kita diculik bahkan mau dibunuh, dan yang nyelametin siapa? Sampai Nanda yang lagi dalam perut hampir meninggal! Terus sekarang apa? Iya baru ngacak toko roti, terus nanti apa? Dia udah kerjasama dengan lampir satu itu buat mama papa berantem. Selanjutnya kalau sampai dia bunuh salah satu dari kita apa kakak mau! Hah!" Ninda ikutan membentak ku.

Aku tahu betul aku salah karena membela Mama Meli. Tapi bagaimanpun buruknya dia ibu kandungku. Masih ada rasa sayangku padanya.

"Udah mba" Mama masih lembut menenangkan Ninda.

"Udah Nay kamu ganti baju kita ke kantor polisi!" Nenek keluar dari kamar mama.

"Kakak gak mau mama ke kantor polisi? Mama gak akan pergi dan gak akan buat mama kakak ditangkap polisi" Ucap mama.

Aku sudah menangis karena kaget dibentak nenek.

"Gak! Mama harus ke kantor polisi dan suruh tangkap lampir 2 itu. Kalau mama gak pergi, mba telpon papa biar papa yang pergi" Ancam Ninda.

"Mba gak papa kalau misal kakak gak mau. Mama tahu kakak sangat menyayangi mama kandung kalian dan mungkin lebih dari menyayangi mama. Jadi mama rasa gak papa kalau mama biarkan mama kalian bebas" Ucap mama.

Aku terdiam mendengar ucapan mama. Aku sadar dari kata-kata mama bermaksud kalau mama merasa aku tidak menyayangi nya.

"Udah mama keluar dulu ngomong ke nenek, mama gak jadi pergi" Mama berjalan keluar kamar dan aku terdiam.

"Kakak sama ya kayak lampir itu, sama-sama berhati busuk. Masih bela dia daripada mama. Ingat dari kecil sampe segede gini siapa yang ngurus. Sampe bolak-balik masuk rumah sakit siapa yang jaga. Ingat ya kak, kalau sampai selanjutnya terjadi apa-apa sama mama ulah lampir itu seumur hidup dan bahkan sampai mati aku gak akan ngakuin kakak itu sebagai kakak aku!" Ninda mengikuti mama keluar kamar.

Aku masih terdiam didalam kamar mama. Aku tidak tahu apa yang aku buat salah atau benar.

Sore

Aku duduk diam dibalkon kamarku. Ku pandangi rumah-rumah tetangga yang keliatan dari atas sini. Ada beberapa yang sedang duduk santai didepan rumah karena memang ini hari jumat dan besok libur.

Sayup-sayup ku dengar suara orang sedang berdebat. Itu suara dari kamar mama.

"Kenapa sih ma kamu itu terlalu baik? Kenapa? Mereka udah jahatin kamu, udah rugiin kamu bahkan sampe lebih dari angka 2 digit" Ucap papa.

Aku perlahan melangkah ke balkon kamar mama papa untuk lebih mendengar jelas.

"Aku gak mau dibenci anak aku mas" Ucap mama.

"Dibenci siapa ma?" Tanya papa.

"Dinda" Aku terdiam mendengar namaku disebut.

"Aku gak mau dibenci Dinda karena aku memenjarakan ibu kandungnya untuk kedua kalinya. Aku tahu dia sangat menyayangi Meli mas. Mungkin rasa sayang dia lebih besar daripada ke aku. Ya aku cukup sadar aku hanya ibu tirinya dan sampai kapanpun tetap ibu tiri. Aku juga tidak bisa menggantikan Meli dihatinya sebagai ibu kandungnya" Mama bicara dengan nada getar.

Ku pastikan mama nangis.

"Dinda bilang apa ke kamu?" Tanya papa.

"Dia gak bilang apa-apa mas. Cuma aku tahu dari wajahnya, dia sedih saat aku akan ke kantor polisi tadi" Suara mama makin bergetar.

"Udah jangan nangis kasian baby kalau kamu sedih gini dia ikut ngerasa" Benar dugaanku mama nangis.

"Aku gak mau jadi ibu yang jahat mas. Aku gak mau Dinda punya citra jelek ke aku. Aku cukup tahu diri mas aku cuma ibu tiri yang gak bisa memiliki hatinya. Mungkin raga dia disini bersama kita tapi hatinya untuk ibu kandungnya" Aku sedih mendengar ucapan mama.

Aku sangat menyayangi mama bahkan aku lebih sayang mama daripada mama kandungku. Tapi aku kasian juga dengan mama kandungku dia sudah sebatang kara dan harus masuk penjara.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang