Part 79

1.4K 186 14
                                    

Nayya Pov

Selesai makan malam aku dibantu bibi, Dinda dan Ninda membereskan meja makan. Tadi kata Mas Rayyan dia mau bicara berdua denganku. Entah apa yang mau dia bicarakan akupun kurang tahu.

"Mama temenin tidur ya" Pinta Drian.

Entah kenapa anak ini tiba-tiba jadi manja. Apa karena tahu bakal jadi kakak, jadi cari kesempatan mau manja.

"Sebentar aja ya mama temenin. Soalnya papa mau bicara sama mama" Ucapku.

Kemudian aku dan Drian masuk ke kamarnya.

Saat di kamar aku lihat Nanda masih belajar. Nanda termasuk anak yang tekun kalau belajar. Kalau udah waktunya belajar dia akan fokus dan tak mau diganggu. Rencananya kamar dia dan Drian mau dipisah juga biar dia bisa fokus kalau belajar. Drian kalau belajar soalnya suka ribut sambil ngoceh-ngoceh.

"Ma" Sapa Nanda.

"Belajar yang rajin ya bang. Nanti kalau udah jam 9 langsung tidur ya" Aku mengusap kepalanya.

"Iya ma" Jawabnya.

Aku kemudian mengambil posisi setengah rebahan diranjang Drian. Dia tidur dipahaku meminta ku untuk mengusap kepalanya.

"Gosok gini-gini" Pinta nya.

Dia sudah 6 tahun dan aku rasa udah lumayan gede usia segitu. Apalagi dia laki-laki jadi aku gak mau dia kebiasaan manja.

Akhirnya ku usap-usap kepalanya. Dia mulai memejamkan mata dan tangannya memegang tangan kiriku yang bebas.

"Aku sayang mama" Ucapnya sebelum benar-benar tertidur.

Nanda Pov

Mama masuk bersama Drian. Sepertinya Drian mulai berulah mau manjaan lagi sama mama. Aku aja dulu manja-manja sama mama cuma sebentar.

"Mama di dalam?" Suara papa dari luar.

"Masuk pa" Ucapku pelan takut Drian terbangun lagi.

"Mama mana?" Tanya papa.

Ku tunjuk ke arah ranjang. Mama masih mengusap kepala Drian dan sedikit bersenandung.

Papa menuju mama dan mengajak mama kembali ke kamar.

"Ayok aku mau ngomong" Ajak papa.

Kali ini papa terlihat serius. Mama langsung memindahkan kepala Drian dengan hati-hati. Drian baru tertidur takut tiba-tiba bangun dan menangis.

Setelah dirasa Drian nyaman dengan posisinya papa dan mama pamit keluar.

Aku yang penasaran mengikuti mereka ke kamar. Aku tidak pernah sepenasaran ini dengan apa yang diobrolkan mereka. Tapi entah kenapa malam ini aku rasa penasaran.

"Mau kemana Nan?" Tanya kakak yang baru akan masuk kamarnya.

"Abang bukan mau gak sopan ya kak. Itu tapi abang penasaran papa mau ngomong apa ke mama. Perasaan abang gak enak, takut mama papa berantem lagi" Jawabku.

Kakak diam nampak berpikir sejenak.

"Percuma kalau kamu nguping dari pintu, kan kamar mama papa kedap suara. Kita ke balkon kakak aja kan balkon kakak sama balkon mama papa nyatu. Kita intip dari sana, siapa tahu lebih kedengeran. Kakak juga penasaran papa mau ngomong apa ke mama" Ajak kakak.

Aku dan kakak menguping dari balik balkon. Untungnya pintu balkon mama papa masih sedikit terbuka jadi suara mereka terdengar walau pelan.

"Bang, tadi kakak liat mama kakak sama perempuan temen papa dijalan" Kata kakak tiba-tiba.

"Lah itu perempuan pagi tadi ke rumah kak. Dia dorong mama untung mama gak jatuh. Aku sama Drian dorong balik dan dia hampir jatuh" Jawabku.

"Jangan-jangan perempuan itu ngadu yang gak-gak ke papa" Kata kakak.

Aku dan kakak berpikiran seperti itu karena papa tadi logatnya beda waktu ngajak mama bicara.

Nayya Pov

Sekarang aku dan Mas Rayyan sudah di kamar kami. Aku penasaran apa yang mau dibicarakan.

"Ma, aku gak mau nuduh kamu ya sebelumnya. Aku awalnya gak percaya sama omongan Dina, tapi waktu aku dengar penjelasan Mang Ujang dan bibi aku jadi ragu" Ucapnya.

"Omongan tentang apa?" Tanya ku penuh selidik.

Aku yakin pasti perempuan ini mengadu yang bukan-bukan ke Mas Rayyan.

"Kamu kenapa sih gak suka dia? Apa karena aku dekat sama dia? Iya? Kalaupun iya kamu gak perlu lah caci maki dia dan bilang dia pelakor. Sampe tadi bibi bilang dia liat Dina yang hampir jatuh seperti habis didorong. Kamu gak perlu lah pakai kata-kata kasar dan sampe main fisik gitu" Sambung Mas Rayyan.

Aku menarik napas panjang dan berpindah duduk ke meja rias. Mas Rayyan mengikuti dan berdiri dihadapan ku.

"Lalu? Tanya ku.

"Aku serius ini. Kamu segitu bencinya sama dia? Aku cuma nolong dia ma. Dia sakit jadi dia selalu tanya aku tentang obat-obatan apa yang bisa buat dia kembali pulih. Dia datang ke rumah itu cuma mau berteman sama kamu. Dia gak enak sama kamu jadi dia mau berteman. Kamu kenapa gak bisa buka hati kamu untuk terima dia jadi teman kamu ma" Kata Mas Rayyan lagi.

"Udah cukup ngomongnya? Boleh gantian?" Kata ku.

Mas Rayyan diam dan duduk diujung ranjang.

"Aku gak rasa ya mas dia mau berteman sama aku. Dari awal dia muncul ke kehidupan kamu, kamu jadi berubah sama aku. Aku sampe tidur diayunan luar aja kamu gak tahu dan gak perduli kan! Oh lagi waktu dia masak di rumah kita kamu gak halangin, kamu bahkan tahu aku paling gak suka ada yang masak untuk kamu dan anak-anak selain aku. Bibi aja aku larang dan kalau pun aku sedang tidak bisa masak baru aku minta tolong bibi. Ingat! Kamu juga marahin Ninda karena dia beli makanan dari luar. Kamu sadar kenapa anak kamu beli makanan dari luar? Dia gak mau makan makanan yang bukan mama nya masak. Kamu bilang tadi apa? Aku berkata kasar ke dia? Bilang dia pelakor? Heh! Nyadar dia ngaku sendiri. Aku berani sumpah sekarang kalau memang aku mengatakan dia pelakor. Dan satu lagi aku gak pernah dorong dia ya mas. Bahkan ujung jariku pun belum pernah nyentuh SAHABAT baikmu itu!" Ku tekankan kata sahabat padanya.

"Jujur waktu dia masak aku juga gak tau, aku balik ke klinik karena ada pasien. Dia masak sendiri di dapur dan aku pulang aku liat sudah ada makanan, aku pikir kamu yang masak dan setelah Ninda beli makanan aku wajar marah karena ku pikir kamu sudah capek masak tapi dia beli diluar. Dan untuk masalah kamu tidur diayunan aku juga tidak tahu. Aku pikir kamu marah denganku dan pindah tidur dikamar anak-anak. Untuk masalah Dina tadi pagi juga, kenapa kamu larang dia ke sini ma? Dan kalau misal kamu gak ngomongin dia seperti yang kamu bilang dan gak dorong dia kenapa dia bisa ngasih tahu ke aku sambil nangis ma? Dia perempuan kamu perempuan, apa kamu gak bisa ngertiin perasaan sesama perempuan?" Ucap Mas Rayyan.

"Terserah mau percaya sama aku atau sama sahabat tercinta kamu itu. Aku udah bicara jujur dan apa adanya. Aku gak mau debat sama kamu mas. Aku capek" Aku menuju kamar mandi untuk membersihkan wajah dan menggosok gigi.

Saat aku kembali Mas Rayyan masih duduk diujung ranjang sambil mengambil napas pelan.

"Kalau kamu rasa lebih percaya sahabatmu silakan. Berarti kamu sudah tidak percaya dengan istri yang udah ngelahirin 3 anak untuk kamu dan sudah hidup selama lebih dari 8 tahun bersamamu" Aku naik ke ranjang dan mencoba menutup mataku.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang