Rayyan Pov
Penat seharian kerja dan saat pulang dapat kabar yang membuatku ingin meledak. Bagaimana aku tidak emosi kalau pulang-pulang pakaian dan barang-barang Nayya serta anak-anak sudah tidak ada.
Aku mencoba menghubungi Nayya dan juga anak-anak. Tapi tak ada satupun yang mengangkat.
"Maaf om ini semua gara-gara aku. Gak seharusnya aku ngadu ke om kalau Tante Nayya marahin aku" Ucap Rina yang kebetulan muncul dihadapan ku.
"Udahlah Rin ini bukan salah kamu, memang tante kamu itu keras kepala. Nanti juga dia bakal balik sama anak-anak. Udah kamu fokus kuliah aja bentar lagi mau UTS kan ya" Balasku.
Rina mengangguk dan pamit menuju kamarnya. Aku juga kembali ke kamar untuk membersihkan diri dan istirahat.
"ATM" Ku dapati ATM yang ku berikan ke Nayya ada diatas meja samping tempat tidur.
Ada juga sebuah surat dibawah atm tersebut. Ku ambil dan ku baca
"Assalamualaikum mas, aku izin pamit untuk keluar dari kehidupan kamu. Terima kasih untuk waktu 13 tahun ini, ini bukan perjalanan yang singkat untuk rumah tangga kita. Aku harap kamu nanti akan bahagia setelah berpisah denganku. Aku minta maaf kalau aku bukan istri terbaik dan istri penurut seperti yang kamu inginkan. Aku memang egois, pemarah dan juga gak mau ngakuin kesalahan. Aku terima statement itu jika memang kamu berpikir aku begitu. Aku izin juga bawa Ninda dan anak-anak yang lain untuk bersamaku. Insyaallah aku akan membiayai kehidupan mereka hingga mereka sukses nantinya. Tidak perlu khawatir anak kamu akan hidup susah, karena aku ada usaha untuk menopang kehidupan kami. Aku kembalikan semua uang yang kamu kasih ke aku. Aku sudah tidak berhak untuk menggunakan uang tersebut. Mungkin beberapa hari dari hari ini aku akan mengirimkan surat perceraian kita. Jangan lupa ditandatangani ya mas. Tolong lepaskan aku dengan baik-baik karena dulu kamu meminta aku menjadi istrimu juga dengan baik-baik. Sekali lagi aku minta maaf kalau pernah berbuat salah dan dosa selama menjadi istri kamu. Terakhir, selamat hari anniversary yang ke 13 ya mas. Mungkin ini kado anniversary kita dan batas akhir jodoh kita. Kamu jaga kesehatan dan jangan makan sembarangan, aku udah titip kamu ke Bi Ira dan Bu Ina. Mereka akan menjaga pola makan kamu biar kamu tetap sehat. Aku pamit, jangan cari aku kalau hanya untuk menyuruhku meminta maaf atas kesalahan yang tidak pernah aku buat. Wassalamu'alaikum.
Anayya Nadara"Aku meremas surat itu hingga remuk. Nayya bersungguh-sungguh untuk berpisah dariku. Bahkan dia menulis nama lengkapnya tanpa embel-embel namaku.
Aku membuang sembarang temukan kertas itu dan kemudian duduk dipinggir ranjang. Ku lirik ke arah dinding kamar, foto pernikahan kami masih terpampang disana.
Ada rasa kesal dan sedih bercampur dihatiku sekarang ini. Kenapa Nayya nekad sekali meminta perceraian denganku.
"Assalamualaikum ma kenapa?" Mama tiba-tiba saja menelepon.
"Kamu ribut sama Nayya?" Tanya mama to the point.
"Mama tau dari mana? Nayya ngadu ke mama?" Balasku.
"Nayya gak ngadu ke mama, tapi ini cucu-cucu mama semua yang ngadu. Dinda sampai emosi nelepon mama barusan" Jawab mama.
Astaghfirullah anak-anak pasti bicara yang tidak-tidak ke mama dan papa.
"Udahlah ma ini cuma masalah sepele nanti Ray akan ketemu Nayya buat bicarain masalah kita" Ucapku.
"Anak-anak udah bilang kalau Nayya minta pisah sama kamu dan dia sedang mengurus surat perceraian kalian" Balas mama lagi.
"Gak ma gak ada Nayya minta pisah" Bohongku. Aku tau mama akan sangat marah padaku kalau tau aku menyia-nyiakan menantu kesayangannya.
"Jangan kamu bohongi mama Ray, ini Om Dimas yang ngurus perceraian kalian. Nayya sudah mendaftarkan nama kalian dipengadilan agama" Kaget bukan main aku mendengarnya. Nayya benar-benar nekad.
"Iya-iya ma Ray akan cari Nayya dan membicarakan hal ini. Ray tutup dulu ya, dah assalamualaikum" Ku sudahi panggilan ini dan bergegas mencari Nayya.
Tujuan utamaku adalah rumah di mana dulu dia pernah kabur membawa anak-anak. Aku yakin dia ke sana lagi karena yang aku tau itulah satu-satunya rumah yang dia punya selain rumah orang tuanya.
Nayya Pov
Aku tidak jadi membawa anak-anak ke rumah bunda karena aku tidak ingin membebani bunda. Aku membawa anak-anak ke sebuah apartemen yang sempat ku beli. Walaupun apartemen ini sangat jauh lebih kecil dari rumah kami, tapi insyaallah akan nyaman untuk mereka.
"Maaf ya mama gak bisa ngasih kalian tempat tinggal layak" Ucapku ke Ninda, Nanda, dan Drian.
"Mama, ini aja sangat layak kok. Mama jangan sedih lagi ya, kita semua sayang banget sama mama. Kalau keputusan mama berpisah sama papa adalah yang terbaik, kita akan mendukung mama. Kita akan jaga mama sampai kapanpun itu" Ucap Drian.
Mereka semua kemudian memelukku dan mengusap air mataku.
"Jangan biarin air mata ini jatuh lagi untuk orang yang gak penting ma" Nanda mengusapnya.
Aku memegang tangannya dan menciumnya sambil mengangguk.
Aku juga dapat telepon dari Dinda yang menanyakan keadaanku. Dinda sangat marah pada papanya dan dia berencana akan segera pulang selesai ujian akhir.
"Mama sakit?" Tanya Ninda.
Aku menggeleng, aku hanya kecapekan sehingga kepalaku pusing sekali.
Ninda membantuku untuk duduk dan baringan, kemudian dia memijat kepalaku. Tak lama datang juga Drian yang bantu memijat kakiku.
"Kalian kerjain tugas aja gak usah mikirin mama. Mama gak papa" Ucapku.
"Kita mau terus jagain mama dan gak mau liat mama sakit. Mama harus selalu sehat dan bahagia ya setelah ini" Jawab Ninda.
Aku tersenyum sambil menikmati pijatan mereka.
Ninda Pov
Keadaan mama sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya. Mama sudah bisa tertawa lepas jika bercanda dengan kami.
"Mba, hari ini sidang perceraian mama yang pertama. Mba temenin mama ya" Ucap mama yang tiba-tiba muncul di depanku.
"Mama tenang aja mba akan selalu ada untuk mama dan selalu menemani mama" Aku membalas ucapannya dan menggenggam tangannya.
Sekitar jam 1 siang setelah zuhur aku, mama, Drian, Nanda dan Anin pergi bersama. Kami pergi semua karena memang mau menemani mama dan memberi support ke mama.
Sampai di pengadilan sudah ada nenek kakek, dan nenek bunda serta kakek dari mama juga. Om Adam dan Tante Rara juga hadir.
"Nayya!" Panggil nenek.
Mereka semua mendekat ke arah kami.
"Kamu ke mana aja nak? Kenapa gak ada kabar?" Nenek memeluk mama.
Mama hanya diam dan tersenyum saja membalas pelukan nenek.
"Mba ke mana aja sayang, kamu bikin bunda khawatir. Mba baik-baik aja kan?" Tanya nenek bunda juga.
"Mba, maafin Rara ya gak bisa ada disaat mba butuh Rara" Sekarang Tante Rara yang bicara.
"Mama, bunda, Rara kalian gak usah khawatirin dan minta maaf ke aku. Aku baik-baik saja dan anak-anak juga baik-baik saja. Kami saling menjaga dan hidup bahagia sekarang" Jawab mama.
"Kamu yakin dengan perceraian ini mba?" Sekarang kakek dari mama yang bertanya.
Mama tidak menjawab tapi mengangguk sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
Short StoryMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah