Nayya Pov
Masalah di sekolah Dinda sudah selesai. Aku harap Dinda bisa bersekolah dengan tenang tanpa gangguan dari teman-temannya yang nakal itu. Aku yakin untuk yang 2 orang, tapi untuk yang 2 orang lagi masih sangat ragu.
Apa nanti setelah diskors mereka akan berubah sikap menjadi baik atau malah kembali membully Dinda.
"Bosan banget di rumah gak ada kerjaan gini!" Kataku sedikit berteriak.
Memang betul-betul sangat membosankan. Apalagi aku sekarang tidak punya kegiatan selain ngontrol toko dari rumah dan ngontrol sekolah anak-anak.
"Cari kegiatan diluar rumah nak, seperti ikut arisan sama ibu-ibu sini atau gak ikut pengajian rutin" Sahut bibi.
Aku kalau pengajian mau-mau saja sebenarnya tapi untuk arisan no. Mulut ibu-ibu disini pada ember dan suka ghibahin orang. Pernah sekali gabung pas hari weekend eh malah ghibahin yang gak ada saat itu, pas yang gak ada itu besok nya ada malah ghibahin yang kemaren ngikut ghibah. Pada muka 2 semua mereka jadi malas.
"Malas ah bi ibu-ibu sini mulutnya kebangetan suka ghibahin orang" Jawabku.
"Buka usaha di rumah aja atau gak cari kegiatan amal nak" Jawab bibi lagi.
"Usaha apaan ya bi? Mas Rayyan gak ngebolehin katanya cukup toko roti aja. Terus kegiatan amal yang seperti apa bi?" Tanyaku.
"Kayak ke panti-panti gitu nak. Bantu ibu-ibu panti urus anak-anak disana. Gak tiap hari kok kapan kita mau aja. Kalau Nak Nayya mau besok bibi temani" Aku sedikit berpikir.
"Aku izin Mas Rayyan dulu deh bi. Nanti takut gak dibolehin" Kataku.
Bibi mengangguk dan pergi pamit menuju dapur. Aku kembali duduk diam dengan kebosananku.
Malam
Malam ini anak-anak ikut nonton bersama diruang keluarga. Kebetulan besok tanggal merah jadi mereka ku bolehkan nonton lewat dari jam 9.
"Jangan ada yang telat sholat subuh ya nanti. Abang sama Drian ikut papa ke masjid ya" Kataku.
"Siap ma. Abang sama Drian gak pernah telat bangun. Papa tuh lama banget kadang kita gedor kamar suaranya ada bisik-bisik sama mama tapi gak nyaut-nyaut" Jawab Nanda.
Aku dan Mas Rayyan langsung sepandangan. Dinda yang mungkin sudah paham menahan senyum, sedangkan Ninda dan Drian bingung kenapa aku dan Mas Rayyan sepandangan dan Dinda senyum-senyum.
"Eh itu mama lagi bangunin papa karena kalian ngetok-ngetok- pintu kamar" Jawabku mengalihkan.
"Kenapa sih kak senyum-senyum gitu?" Celetuk Ninda.
"Gak papa, bener gak papa" Jawab Dinda masih sambil menahan senyumnya.
"Kakak" Tegur Mas Rayyan.
Dinda terdiam tapi masih kadang senyum-senyum.
Kemudian setelah pembahasan itu kami kembali hening, hanya suara tv yang terdengar. Kali ini kami sekeluarga tidak sengaja nonton film horor.
Anehnya tidak ada yang penakut disini kecuali Ninda. Dia sudah pindah ke sampingku dan menyembunyikan wajahnya sesekali ke lenganku.
"Kalau takut jangan nonton mba, tidur aja masuk ke kamar" Kata Drian.
"Yee mana berani. Kak aku numpang tidur dikamar kakak ya malam ini" Pinta Ninda.
Dinda cuma ketawa dan mengangguk.
"Kangen suara bayi ya" Tiba-tiba Mas Rayyan nyeletuk.
Kami semua menoleh ke arahnya. Aku menoleh dengan wajah yang sulit diartikan.
"Aku dah tua gak bisa hamil lagi" Jawabku cepat agar anak-anak tidak memandangiku.
"Belum tua-tua amat kok ma. Masih cantik banget gini, umur juga baru 32 masih bisa hamil" Jawab Mas Rayyan.
"Gak gak" Elak ku.
Dinda dan Ninda hanya diam tak menjawab apapun sedangkan Drian dan Nanda sudah bisik-bisik.
"Abang mau adek cewek ma biar gak jahil kayak ini" Kata Nanda menunjuk Drian.
"Lebih jahil mba daripada abang ya. Abang tuh cuma kadang liat mba goda kamu abang ikutan. Hehe" Jawab Nanda.
"Nih kayaknya salah banget kasih nama mirip kalian berdua. Ninda dan Nanda, kelakuannya mirip ya sama-sama jahil. Kasian adeknya dijahili mulu, pantesan tiap hari ada aja aduan Drian ke mama" Kataku mencairkan suasana.
Semua tertawa dan kembali fokus ke tv karena filmnya baru mulai lagi.
Kamar
Sebelum tidur aku mengecek anak-anak apa sudah tidur atau belum. Aku tidak mau mereka begadang kalau bukan karena tugas dan kadang tugaspun kalau bisa dikerjakan besok nya aku akan suruh mereka istirahat cepat.
"Dah pada tidur?" Tanya Mas Rayyan saat aku baru masuk kamar.
"Udah mas. Kayaknya kamar bawah harus kita renov deh. Kamar atas kan cuma 3, dibawah ada 1. Gimana kalau kamar Nanda dan Drian di bawah aja. Mereka udah mulai gede dan masa mau sekamar terus" Kataku sambil memakai pelembab wajah sebelum tidur.
"Besok aku minta tolong Mang Ujang cari tukang buat ngukur dan ngrenovnya. Atau gak kita pindah ke rumah yang lebih besar lagi?" Sarannya.
Dia berjalan perlahan menuju tempat duduk ku dan memelukku dari belakang. Ini adalah kebiasaan Mas Rayyan kalau ingin sesuatu.
"Buat apa pindah rumah? Ini aja gede loh rumah kita cuma memang kurang kamar aja" Jawabku masih sambil meratakan pelembab.
"Anak-anak kita banyak ma. Gak cukup juga nanti walaupun tambah kamar" Perkataannya tambah ngawur dan tangannya pun juga ngawur.
"Dah tidur sana aku capek mas" Ku tepis tangannya yang mau memegang area lain.
"Ayoklah. Udah seminggu gak nih, yok sekarang ya. Pliss" Dia terus membujukku.
"Aku capek mas, besok aja kan besok libur kamu juga libur" Jawabku sambil naik ke ranjang.
"Ah kamu mah gitu, dosa loh ma nolak ajakan suami" Lagi dia bahas.
"Tapi janji jangan didalam, aku gak mau hamil ya. Kamu tau aku gak pakai KB. Atau gak kamu pake pengaman dulu gih" Parno banget aku takut dia nekat.
Aku memang sudah tidak mau punya anak lagi. Aku masih trauma dengan kematian anak bungsuku dulu. Takut nanti akan sakit lagi dan sembuhnya itu lama.
"Janji!" Ucapnya.
Dan ya terjadilah malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
Historia CortaMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah