Dinda Pov
Aku dan Ninda memilih 2 buah handphone dengan kapasitas ram besar. Ku arahkan ke mama dan mama mengangguk tanda mengiyakan.
"Hp kakak sama hp mba udah rusak ya?" Tanya papa.
Aku dan Ninda menggeleng serentak.
"Terus kenapa beli hp? Kan tadi papa bilang boleh beli apa aja asal bermanfaat. Ini kan gak bermanfaat, yang lama masih bagus" Ucap papa.
Mama hanya melirik kami dan belum jadi membayar.
"Iya pa ini memang gak bermanfaat untuk kakak sama mba. Tapi ini bermanfaat untuk Bu Dian dan anaknya" Jawabku.
Papa dan mama sepandangan. Bu Dian juga tampak terkejut.
Nayya Pov
Mulia sekali hati kedua anakku ini. Mereka yang dapat hadiah tapi membelikan untuk orang lain.
"Eh gak usah kak, ibu dan anak ibu gak butuh hp" Tolak halus Bu Dian.
"Gak papa ini kan hadiah kakak dan mba dari mama papa, jadi terserah kita kan ya mau kasih ke ibu sama Kak Sinta" Ucap Ninda.
Aku mengkode ke Mas Rayyan untuk mengiyakan.
"Kakak sedih tiap denger ibu telponan sama Kak Sinta ibu nangis gak bisa lama karena gak enak make hp bibi. Kak Sinta juga minjam hp temennya kan" Sahut Dinda.
Aku terharu sekali lagi hari ini. Anak-anak ini sangat peka dan peduli dengan orang sekitarnya. Aku pun tak memperhatikan Bu Dian.
"Ini untuk ibu dan Kak Sinta. Kapan-kapan ajak lagi Kak Sinta main ke rumah Bu. Kan udah liburan" Ucap Dinda dan di setujui Ninda.
Bu Dian menangis sambil memeluk Dinda dan Ninda, dan juga tak lupa memelukku.
"Ibu kenapa?" Tanya Nanda.
"Gak papa, udah abang ayok ikut papa kita beli mainan" Mas Rayyan membawa Nanda dan Drian menjauh dari kami.
Selesai dari store handphone ku tanya lagi anak-anak mau hadiah apa. Tapi mereka bilang hadiahnya sudah tadi hp.
"Mama pegel, duduk bentar ya" Kataku.
Dinda, Ninda dan Bu Dian membantuku untuk duduk. Kaki ku sudah sedikit bengkak.
Dinda dan Ninda turun ke lantai dan memijit kaki ku.
"Eh jangan kak, mba. Naik-naik duduk disini" Aku menyingkirkan kaki ku dari mereka.
"Kaki mama pegel kan, jadi mba sama kakak mau pijitin" Jawab Ninda.
"MasyaAllah anaknya Sholehah banget" Seorang ibu-ibu dan anaknya lewat.
"Terima kasih bu" Ucapku canggung.
"Udah naik sini duduk mama bilang" Ucapku agak keras agar mereka nurut.
Mereka kembali duduk dikursi samping kiri kananku.
"Mama gak bisa bentak orang ya? Sama aja nada nya" Ucap Dinda sambil menyender ke bahuku.
"Iya ma, sebenarnya gak ada takutnya denger bentakan tadi" Sambung Ninda.
"Hmm gak takut jadi gitu sama mama?" Ucapku pura-pura.
"Ya kita tu bukan takut ma, kita tu menghormati dan menyegani mama. Karena mama itu mama kita, surganya kita dan selamanya jadi malaikatnya kita" Kata Dinda sambil tangannya memeluk perut buncitku.
"Bisa banget ini bikin terharu" Ucapku.
"Iya bener kata kakak, kalau kita tuh gak takut bukan berarti kita berani. Kita sayang banget sama mama, mama udah kayak lentera kita dikegelapan. Kalau mama gak masuk ke kehidupan kita, mungkin mba sama kakak gak bisa gini sekarang" Kata-kata manis dari mulut Dinda dan Ninda lagi-lagi membuatku terharu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Stepmother
Short StoryMenjadi ibu sambung dari 2 orang anak yang salah satunya membenci itu tidak mudah