Part 148

812 114 11
                                    

Nayya Pov

Hampir satu jam aku menunggu Mas Rayyan, dia tidak datang ke pengadilan untuk proses sidang pertama perceraian kami. Aku tidak tau apa maunya dan kenapa tidak datang ke pengadilan.

Karena Mas Rayyan tak kunjung datang, persidangan ditunda beberapa hari.

"Mba yakin banget mau pisah?" Kembali bunda bertanya.

"Iya Bun, mba udah sangat yakin. Mba tidak mau dicap sebagai istri yang tak patuh dan nurut suami. Lebih baik mba tidak punya suami kalau punya suami selalu disakiti" Jawabku.

Mama, papa dan Rara tampak diam. Apa mungkin mereka tersinggung dengan ucapanku barusan.

"Ma, pa, Rara Nay gak ngomongin kalian kok. Kalian itu mertua dan ipar yang sangat baik, hanya saja jodohnya Nay dan Mas Rayyan sampai sini" Ucapku.

"Mama minta maaf ya karena mama gagal mendidik Rayyan menjadi suami bertanggungjawab" Mama memelukku.

"Gak papa jeng, nanti walaupun Nayya dan Rayyan bukan suami istri lagi kita tetap saling terhubung. Ada cucu-cucu kita di sini yang harus kita pantau perkembangan mereka" Sahut bunda.

"Nay gak akan menjauhkan anak-anak dari mama, papa, Rara dan Mas Rayyan. Mereka hak kalian juga bukan hak Nay sendiri" Sambungku.

Setelah berbincang di pengadilan kami pulang ke rumah masing-masing. Aku menyuruh Ninda membawa pulang adik-adiknya lebih dulu, karena aku mau ke supermarket membeli bahan makanan.

"Ikut aku Nay" Tidak sengaja aku bertemu Mas Rayyan ketika baru saja keluar dari supermarket.

"Lepasin mas, aku dan kamu bukan muhrim lagi" Aku coba berontak.

"Kita masih muhrim Nayya, aku tidak pernah mau perceraian ini dan aku juga tidak akan datang ke pengadilan bodoh itu" Ucapnya sambil menjalankan mobilnya.

Mobil ini berjalan santai dan ini tidak menuju ke rumah dia.

"Ngapain kamu bawa aku ke sini?" Tanyaku.

Dia membawaku ke hotel yang lumayan jauh dari tempat tinggal baruku.

Dia mendorongku hingga aku terduduk di ranjang kamar. Dia mendekat dan makin mendekat.

"Mas kita udah bukan muhrim, tolong jangan begini" Gelisah ku.

"Aku rindu tubuh ini Nay, aku ingin mencicipinya kembali dan menanamkan benihku lagi di sini agar kamu gak bisa lepas dariku" Ucapnya sambil senyum setan dan kemudian dia menggauliku seakan aku ini masih istrinya.

Selesai dia melakukannya dia duduk diujung ranjang. Aku sekarang seperti seorang perempuan yang habis diperkosa. Aku menangis sambil merapikan bajuku.

Aku turun dari tempat tidur dan mengambil belanjaanku kemudian keluar meninggalkan kamar ini. Sepanjang lorong hotel aku masih menangis, beberapa karyawan memandangku. Mungkin mereka pikir aku wanita murahan yang habis ngamar dengan om-om.

"Assalamualaikum" Ku buka pintu apartemen.

"Waalaikumussalam mama dari mana aja?" Drian yang menyambutku.

"Mama tadi kena macet a" Jawabku.

Drian tidak bertanya lagi kemudian dia masuk ke dalam.

Aku melihat Anin ke kamar takut kalau dia sudah bangun karena tadi ku tinggal sedang tidur.

"Mama nangis?" Ninda datang mengagetkanku.

"Gak kok mba, tadi macet banyak debu mama lupa tutup jendela mobil" Jawabku berbohong.

"Jangan bohong ma, mba udah gede udah gak bisa dibohongin ma" Jawabnya.

"Maafin mama ya mba" Aku berhambur ke pelukannya.

Ninda tidak menjawab tapi dia mengusap punggungku untuk menenangkan.

Setelah aku cukup tenang ku lepaskan pelukanku di Ninda. Dia mengusap air mataku yang masih tersisa.

"Mama istirahat aja biar mba jagain adek-adek" Ucapnya.

Aku menurut saja karena memang badanku pegal-pegal dan sakit semua. Kalian pasti tau lah kan bagaimana rasanya kalau kita dipaksa melakukannya.

Ninda Pov

Aku tidak tau kenapa mama pulang dengan kondisi menangis. Aku yakin dia pasti menyembunyikan sesuatu dariku dan adik-adik.

"Nan" Panggilku ke Nanda yang sedang nugas.

"Apa mba?" Tanya nya.

"Mama tadi balik nangis, mba penasaran kenapa mama sampe nangis" Curhatku padanya.

"Mama nangis? Kok tadi aku gak liat?" Balasnya.

"Kamu di kamar ini mana tau mama nangis" Jawabku.

"Gara-gara apa ya mba? Tadi papa kan gak datang pas sidang, laju ini gara-gara siapa ya?" Kami berdua sama-sama memikirkan penyebab mama menangis.

"Bosan mba, aa mau main keluar" Drian menghampiri kami.

"Mama lagi sedih a masa aa mau main" Jawabku.

"Mama sedih kenapa?" Tanya Drian.

"Mba juga gak tau, ini lagi cerita ke abang" Jawabku.

Kami bertiga duduk diam menerka-nerka apa yang membuat mama sampai sedih. Padahal di pengadilan tadi mama baik-baik saja.

Skip Sore

Sudah jam 5 sore dan itu artinya tugasku memandikan Anin dan membangunkan mama. Mama sedari tadi pulang masih tertidur.

"Assalamualaikum, ma bangun ma udah sore. Mama telat ashar" Panggilku.

Biasanya mama akan bangun hanya dipanggil tetapi kali ini tidak. Mama tidak bergeming dan tetap dengan posisi memeluk guling.

Ku dekati mama dan ku pegang ternyata mama demam. Badannya lumayan hangat tapi juga berkeringat.

"Mba kompres ya" Mama tidak menjawab tapi bibirny bergetar.

Aku buatkan kompres air hangat untuknya dan sekalian ku buatkan bubur untuknya.

Aku alhamdulilah bisa masak karena di rumah selalu ikut bantuin mama masak, jadi sedikit banyak mengerti cara masak. Walaupun mungkin rasanya masih di sabang dan merauke.

"Tolong telpon nenek bunda bang, bilangin bisa ke sini gak mama demam" Nanda langsung bergerak mengambil hp dan menelpon nenek bunda.

"Mama makan dulu ya, mba udah bikinin bubur ini" Mama membuka matanya dan duduk.

Aku menyuapi mama makan dan mama menerimanya. Mata mama merah dan sayu, wajahnya juga pucat tapi berkeringat dingin.

"Kita ke dokter ya ma berobat" Ajak ku.

Mama cuma diam sambil mengunyah buburnya.

"Assalamualaikum" Nanda masuk bersama Drian.

Anin sedari tadi masih nyenyak tidur di samping mama. Sengaja belum aku bangunkan takut menggangu mama yang lagi sakit.

"Mama butuh sesuatu? Abang cariin" Tanya Nanda.

Mama menggeleng saja dan kemudian bergerak untuk tidur kembali.

Aku membantu mama tidur dan merapikan tempat tidurnya agar nyaman.

Drian membantu membereskan bekas makan mama dan membawanya ke dapur. Nanda juga membantu untuk membangunkan Anin dan memandikannya. Anin memang akan lebih nurut ke Nanda daripada aku atau Drian.

"Mama" Panggil Anin ketika bangun.

"Ssttr! Mama lagi sakit, Anin mandi sama abang ya" Ajak Nanda.

Anin mengangguk saja dan langsung merentangkan tangan minta digendong.

"Udah mau 2 tahun dek jalan oy" Candaku.

Anin hanya melihatku dan menjulurkan lidahnya mengejek.

Setelah Nanda dan Anin masuk kamar mandi aku membantu menyelimuti mama. Aku tidak kemana-mana dan menunggui mama sampai nenek bunda datang. Tadi kata Drian nenek bunda akan datang bersama Om Adam.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang